Imam Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafii Sufi rahimahullah berkata :
"Ketahuilah sesungguhnya maulid adalah bid'ah yang tidak dinukil dari seorangpun dari salaf di tiga generasi ( Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin ) yang Nabi menyaksikan kebaikan mereka, tetapi bid'ahnya adalah bid'ah hasanah, jika didalam acara maulid terdapat kebaikan yang banyak untuk fakir miskin, bacaan Al-Qur'an, banyak berdzikir, dan bacaan tentang karamah, sejarah, mukjizat mukjizat Nabi, serta menampakkan rasa senang dan gembira, karena kebaikan yang terdapat dalam acara maulid mencakup kebaikan yang sangat luas, dzikir yang banyak adalah bid'ah hasanah" [ Al-Manhul Makiyyah 179/1 ]
Bantahan
1. Tentang pembagian bid'ah hasanah dan sayyi'ah, ini pembagian yang batil, bertentangan dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru dan semua bid'ah adalah kesesatan". (HR Muslim no 2042)
Dalam riwayat An-Nasaai ada tambahan
وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
"Dan semua perkara yang baru adalah bid'ah dan seluruh bid'ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka" (HR An-Nasaai no 1578)
Yang ada pembagian bid'ah secara bahasa dan istilah.
2. Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam selama hidupnya tidak pernah merayakan maulid atas kelahiranya begitu pula para nabi-nabi sebelumnya, dan beliau tidak memerintahkan umatnya untuk merayakan maulid, ketika tidak terjadi maulid pada beliau dan tidak memerintahkannya maka amalan sesudah beliau adalah bid'ah munkarat.
3. Sesungguhnya merayakan maulid tidak dikerjakan oleh salaf dengan ketetapannya, seandainya perbuatan itu baik dan benar maka salaf lebih pantas mengamalkan dari pada kita, karena mereka lebih mencintai Nabi dan mengagungkannya, dan mereka sangat menjaga perbuatan yang baik.
4. Ahli sejarah berbeda pendapat tentang kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam, Ibnu Hajar menyebut hal tersebut pada pendapat beliau dengan mengatakan, wajib berserah diri dengan menganggap baik perayaan maulid karena merayakannya pada hari 12 bulan rabiul awwal dengan tidak berhenti, dan terus berjalan sebagian mereka dengan merayakan maulid siang malam di semua hari pada bulan rabiul awwal, sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar dan menganggap baik orang yang mengamalkannya.
5. Sesungguhnya bulan kelahiran Nabi adalah rabiul awwal maka yang benar justru kematian beliau pada bulan rabiul awwal ini riwayat yang sahih, maka yang pantas adalah kesedihan daripada bergembira dihari kematian beliau ( Al - Madkhal 2/15 )
6. Perayaan maulid terdapat banyak hal yang munkarat, jelek yang diharamkan, nasyid dan syair syair yang mengandung kesyirikan, dan seruan akan hadirnya Nabi ditengah tengah mereka, menyia-nyiakan shalat lima waktu, nyanyi, gendang, terbangan, menari, campur laki dan perempuan, menghambur-hamburkan harta, boros, dan perbuatan yang melanggar syariat, dan perbuatan ini terus-menerus dilakukan sampai saat ini.
7. Dalil yang digunakan nama melegalkan maulid oleh Ibnu Hajar adalah dalil istihsan (menganggap baik) perayaan maulid maka dalil ini tidak sah, diantara para ulama yang menentang dalil ini adalah, Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah beliau mengatakan;"Asal perbuatan maulid adalah bid'ah tidak dinukil dari salah satu salafushalih dari tiga abad keemasan". ( Al-Hawi Lil Fatawa 1/196 )
Bagaimana mungkin menganggap istihsan suatu bidah yang munkarat hanya karena mempertahankan perayaan maulid (pen)
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubra li Ibni Baththah, 1/219, Asy Syamilah)
Begitu pula ulama syafiiyyah yang menganggap bid'ah sesat perayaan maulid
Imam As-Suyuthi rahimahullah berkata :"
Beliau mengatakan, “Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali. Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid berasal dari pendapat para ulama terdahulu. Bahkan maulid adalah suatu bid’ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan. Kalau mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), maka yang tepat perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan para ulama) atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu yang dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya. Sedangkan maulid tidaklah dirayakan oleh sahabat, tabi’in dan ulama sepanjang pengetahuan kami. Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan maulid itu mubah karena yang namanya bid’ah dalam agama –berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.” ( Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi, 1/183 )
Ditulis Oleh : Ustadz Abu Muhammad Al-Aini Muhammad Ilham hafidzahullah
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.