Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Wednesday, August 22, 2018

Jual-Beli Yang Dilarang Dalam Islam - Bag.2

Jual-Beli Yang Dilarang Dalam Islam
Lanjutan dari Bagian-1...

7. Menjual barang yang tidak ia miliki.

Misalnya, seorang pembeli datang kepada seorang pedagang mencari barang tertentu.

Sedangkan barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang atau si penjual.

Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan.

Dan termasuk menjual hutang dengan hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya dibayar di belakang.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm :

“Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].

Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan.

Pedagang yang hendak menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya dia menjamin keberadaan barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya atau di showroomnya. Kemudian jika ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash atau tempo.

8. Jual beli secara ‘inah.

Apakah maksud jual beli dengan ‘inah itu? Yaitu engkau menjual suatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar di belakang), kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada pembeli.

Ketika sudah sampai tempo pembayaran, engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga yang kita berikan saat dia membeli barang pada kita, Pent.).

Ini disebut jual beli ‘inah (benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada si pedagang semula. Ini adalah haram. Karena hanya bersifat untuk menyiasati riba.

Seakan engkau menjual dirham sekarang dengan beberapa dirham di masa yang akan datang, lalu engkau jadikan barang tadi sebagai alat untuk menyiasati riba.

Jika engkau memberikan hutang kepada seseorang dengan menyerahkan barang dagangan dengan pembayaran tempo, seharusnya engkau membiarkan orang tadi menjual barang tersebut kepada orang selain engkau, atau membiarkan dia berbuat apa saja atas barang tersebut, disimpan atau dijual kepada orang lain jika dia memang membutuhkan uang.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ 

Jika kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah memegang ekor sapi, dan kalin rela dengan bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah Azza wa Jalla tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian. [HR Abu Dawud dan memiliki beberapa penguat].

9. Najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya).

Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan harga tertentu, kemudian ada seseorang yang menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak.

Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berminat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabdanya :

لاَ تَنَاجَشُوْا

Janganlah kalian melakukan jual beli najasy

Orang yang tidak berminat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang diinginkan.

Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada si penjual, kemudian ia bermaksud membantu agar si penjual kian bertambah keuntungannya, sehingga ia menambahkan harga.

Menurutnya, yang ia lakukan akan menguntungkan penjual. Atau ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan harga barang.

Harapannya, agar pembeli yang datang menawar dengan harga yang lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara bathil.

Termasuk jual beli najasy –sebagaimana disebutkan oleh ulama ahli fikih- yaitu perkataan seorang penjual “aku telah membeli barang ini dengan harga sekian”, padahal dia berbohong.

Tujuannya untuk menipu para pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual “aku berikan barang ini dengan harga sekian”, atau perkataan “barang ini dihargai sekian”, padahal dia berbohong.

Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di hadapan Allah Azza wa Jalla.

Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh pembeli “anda membelinya dengan harga berapa?” Beritahukan harga yang sebenarnya. Jangan dijawab “barang ini dijual kepada saya dengan harga sekian”, padahal dia berbohong.

Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di pasar atau pemilik toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga murah.

Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram.

10. Seorang muslim melakukan akad jual beli diatas akad saudaranya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَ

عْضٍ 

Janganlah sebagian di antara kalian berjualan diatas jualan sebagian.

Misalnya, seseorang mencari barang, dan dia membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih.

Pada masa-masa ini, tidak boleh ada pedagang lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi “tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan kwalitas yang lebih baik dan harga lebih murah”.

Penawaran seperti ini merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad jual beli saudaranya.

Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa melanjutkan akad jual beli atau membatalkan akad.

Jika akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya.

Begitu juga membeli diatas pembelian saudaranya, hukumnya haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu barang dengan harga tertentu, lalu dia memberikan hak pilih kepada pedagang (jadi dijual atau tidak) selama beberapa waktu.

Maka selama masa memilih ini, tidak boleh ada orang lain ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan “saya akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si fulan”.

Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam perbuatan ini tersimpan banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum muslimin, menyakitkan hati mereka.

Karena jika orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia mendoakan keburukkan bagimu, karena engkau telah menzhaliminya.

11. Menjual dengan cara menipu.

Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya. Jual beli seperti ini tidak boleh, karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para penjual seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak dijual tersebut dalam keadaan cacat.

Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena ancaman Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam dalam sabdanya :

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur, niscaya keduanya akan diberikan barakah pada jual beli mereka.Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan (cacat barang), niscaya barakah jual beli mereka dihapus.

Suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seorang pedagang di pasar. Di samping pedagang tersebut terdapat seonggok makanan.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memasukkan tangannya yang mulia ke dalam makanan itu, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah makanan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada pedagang: “Apa ini, wahai pedagang?” Orang itu menjawab: “Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam !” kemudian Rasulullah bersabda: “Mengapa engkau tidak menaruhnya di atas, agar bisa diketahui oleh pembeli? Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongan kami”.

Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah dalam muamalah jual beli dengan sesama muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan, sehingga si pembeli bisa mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang sesuai dengan kadar cacatnya, bukan membelinya dengan harga barang bagus.

Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang. Betapa banyak orang yang menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya di bagian bawah, dan menaruh yang baik di bagian atas, baik sayur mayur atau makanan lainnya. Ini dilakukan dengan sengaja. Ini adalah perbuatan khianat.

Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kita dan memberikan keselamatan kepada kita. Semoga Allah menjadikan rezeki dan usaha kita halal. Dan semoga Allah mencurahkan rezeki kepada kita.

أَللَّهُمَّ اغْنِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِفَضلك عَمَّنْ سِوَاكَ وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَاوَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ 

Wahai, Allah Azza wa Jalla. Cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, bukan dari yang haram. Cukupkanlah kami dengan karunia bukan dari yang lain. Ampunilah kami dan kasihanilah kami. Terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha penerima taubat lagi Maha penyayang.

Washallallahu ‘ala nabiyina Muhammadin wa-alihi wa shahbihi wa sallam.

Oleh Syaikh Shalih Al Fauzan bin Fauzan

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive