Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Monday, August 20, 2018

Nasab Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam - Bag.2

Nasab Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wasallam
Alhamdulillah...

Lanjutan dari Bagian-1...

Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada burung gagak yang mematuk-matuk disitu. Dijelaskan namanya dan dijelaskan pula posisinya untuk digali. Karena mimpi yang ketiga lebih jelas maka keesokan harinya 'Abdul Muththalib berangkat dengan membawa cangkulnya. Saat itu 'Abdul Muththalib baru memiliki satu orang anak laki-laki yang bernama Al-Hārits. Mulailah 'Abdul Muththalib menggali sumur tersebut, hingga mulai tampak tanda-tanda adanya sumur. Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa 'Abdul Muththalib menemukan sumur, mereka mendatangi 'Abdul Muththalib dan berkata: "Wahai 'Abdul Muththalib, sumur tersebut adalah sumur kakek kita, Ismā'īl 'alayhissalām. Kami juga punya hak terhadap sumur tersebut. Maka jadikanlah kami termasuk pemilik sumur tersebut.

'Abdul Muththalib berkata: “Aku tidak mau, ini milikku. Sumur ini telah dikhususkan menjadi milikku, akan tetapi aku akan berbagi dengan kalian." Mereka pun berkata: "Adillah terhadap kita, kalau tidak, kami tidak akan membiarkanmu menguasai sumur ini sampai kita berhakim kepada seseorang." Maka 'Abdul Muththalib dengan adilnya berkata: "Pilihlah siapa saja yang kita akan berhukum kepadanya."Mereka berkata : "Ada seorang Perempuan dukun tetapi tempatnya jauh di negeri Syam sana."-

Maka 'Abdul Muththalib pun menyetujuinya. Berangkatlah 'Abdul Muththalib bersama beberapa saudara dari Bani 'Abdi Manaf, dengan sejumlah orang Quraisy lainnya, mereka berjalan bersama dalam dua grup rombongan. Grup pertama 'Abdul Muththalib dengan Bani 'Abdi Manaf dan grup kedua dari qabilah-qabilah lain yang menuntut untuk diberikan zamzam.

Saat mereka melewati padang pasir, tiba-tiba persediaan air milik 'Abdul Muththalib habis, sementara perjalanan masih sangat jauh. Selama dalam perjalanan tersebut mereka tidak menemukan sumber mata air. Hal ini menyebabkan rombongan 'Abdul Muththalib kehausan, sementara rombongan yang satu masih memiliki persediaan air yang mencukupi. Akhinya 'Abdul Muththalib dan rombongannya meminta air ke rombongan satunya, tetapi mereka menolak untuk memberi air.

Di saat masing-masing dari kelompok 'Abdul Muththalib merasa akan mati, muncullah ide dalam benak 'Abdul Muththalib. "Kita masing-masing akan menggali kuburan kita, daripada kita semua tergeletak tanpa ada yang menguburkan. Siapa yang mati terlebih dahulu kita akan kubur lalu kita tutup, begitupun yang mati berikutnya sampai terakhir hanya bersisa satu yang akan mati tanpa dikuburkan." Akhirnya mereka mulai menggali kuburan masing-masing dan perbuatan ini disaksikan oleh rombongan satunya dan tanpa memperdulikannya.

Namun, setelah lubang-lubang kuburan tersebut tergali, 'Abdul Muththalib lantas berubah pikiran dan mengatakan: "Perbuatan ini hanyalah sikap pasrah, kita harus berusaha." Akhirnya mereka meninggalkan kuburan yang telah mereka gali. Mulailah 'Abdul Muththalib naik ke atas untanya lalu tiba-tiba dari kaki untanya keluar mata air. Setelah itu 'Abdul Muththalib mengambil air dan meminumnya kemudian memanggil grup sebelah yang tidak mau memberikan air kepada' Abdul Muththalib dan akhirnya mereka pun datang dan ikut minum.

Akhirnya grup sebelah sadar bahwasanya air zamzam itu adalah hak 'Abdul Muththalib, buktinya adalah di tengah-tengah padang pasir Allāh keluarkan air khusus untuk 'Abdul Muththalib. Akhirnya mereka tidak jadi pergi ke dukun yang berada di daerah Syam, tetapi mereka kembali ke Mekkah dan menyatakan bahwasanya air zamzam tersebut adalah milik 'Abdul Muththalib.

Demikianlah kisah kakek Nabi, 'Abdul Muththalib. Telah diterangkan sebelumnya bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dipilih oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan nasab yang sangat tinggi. Sebagaimana dikisahkan dalam Shahīh Bukhari, ketika Abū Sufyan masih dalam keadaan kafir, dia pernah bertemu dengan Kaisar Romawi Hieraklius.

Hieraklus bertanya tentang Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Abū Sufyan menjawabnya dengan jujur walaupun ia kafir. Diantara pertanyaan Hieraklius yang ditanyakan kepada Abū Sufyan adalah tentang nasab Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Hieraklius bertanya,

كَيْفَ نَسَبُهُ فِيكُمْ؟ 

"Bagaimana nasab Nabi tersebut?"

Maka kata Abū Sufyan:

هُوَ فِينَا ذُو نَسَبٍ 

"Sesungguhnya Muhammad itu di kalangan kami adalah orang yang nasabnya tinggi."

Setelah itu Hieraklius berkata:

فَكَذَلِكَ الرُّسُلُ تُبْعَثُ فِي نَسَبِ قَوْمِهَا 

"Demikianlah para Rasul, mereka diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan nasab yang tinggi diantara kaumnya." (HR Al-Bukhari no 7)

Inilah hikmah yang disebutkan oleh para ulama kenapa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dipilih dari kalangan nasab yang tinggi dan terbaik, sehingga tidak ada orang-orang Arab yang akan mencela nasab Nabi. Karena mereka sadar bahwa nasab mereka lebih rendah dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bagaimana tidak? Kakek Nabi yaitu 'Abdul Muththalib adalah pemilik zamzam dan pemimpin orang-orang Quraisy. Seandainya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diutus dari nasab yang rendah dari rakyat jelata yang tidak punya kedudukan, maka orang-orang akan menuduh bahwa Muhammad mengaku dirinya sebagai Nabi hanya untuk mencari kekuasaan dan penghormatan.

Sedangkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak perlu mencari penghormatan, karena beliau sudah menjadi orang yang dihormati. Bahkan ketika berdakwah menyampaikan Islam, beliau malah direndahkan. Sehingga, tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diutus dari golongan berstrata tinggi, maka hal ini akan menutup pintu tuduhan bahwa Nabi memiliki tendensi tertentu.

Oleh karena itu, Allāh menjadikan Nabi Muhammad (dan juga para nabi yang lain) bernasab tinggi, salah satu hikmahnya adalah apabila orang-orang bernaung di bawah Nabi, mereka tidak akan merasa rendah karena Nabi mereka memilik nasab yang tinggi.


Jakarta, 03-02-1439 H / 24-10-2017 M
Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
www.firanda.com

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive