Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Wednesday, August 22, 2018

Penjelasan Tentang Makna Tauhid Dan Syahadat La Ilaha Illallah - Bag.3

Penjelasan Tentang Makna Tauhid Dan Syahadat La Ilaha Illallah
Lanjutan dari Bagian-2...

Kitab Tauhid - Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi

Laa Ilaaha Illallah - Makna, Rukun dan Konsekuensinya

Sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk memahami apa makna (pengertian) kalimat Laa ilaaha illallah yang benar itu, juga paham rukun-rukunnya dan konsekuensi (tanggung jawab moral) bagi orang yang mengucapkan atau mengikrarkan kalimat tersebut. In syaa Allah, uraian ringkas ini memberikan jawaban atas tiga masalah tersebut di atas.

Saudaraku kaum muslimin, bila anda ditanya apa makna kalimat Laa ilaaha illallah itu, maka jawablah dengan tegas “Tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah” atau “ Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah

Jadi, segala sesuatu yang di jadikan sesembahan oleh manusia, baik itu berupa berhala-berhala atau patung-patung, pepohonan, batu-batuan atau kuburan-kuburan yang di keramatkan, jin-jin dan setan, atau orang-orang sholih yang telah mati baik berupa para Nabi atau para Wali, maka itu semua adalah sesembahan yang bhatil (salah).

Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan dalam firman Nya : “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah Dia-lah (sesembahan) yang Haq, dan sesungguhnya apa yang mereka sembah selain Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. “ (QS. Al-Hajj : 62 dan Luqman : 30).

Dan Allah Ta’ala juga berfirman : “Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah. “ (QS.Muhammad : 19)

Syaikh Sholih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafidhahullah menjelaskan bahwa makna kalimat tersebut secara global adalah “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) selain Allah !” Hal ini karena khobar “Laa” dalam kalimat Laa ilaaha illallah harus di takdirkan dengan “Bi haqqin” (Yang haq), tidak boleh hanya di takdirkan dengan “Maujuudun” (Ada). Karena kalau hanya ditafsirkan dengan “Tidak ada sesembahan lain selain Allah”, hal ini menyalahi kenyataan yang ada, karena kenyataannya justru tuhan-tuhan selain Allah yang di sembah oleh manusia itu banyak sekali. Hal itu juga akan mengandung arti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah beribadah juga untuk Allah, hal ini tentu merupakan kbathilan yang nyata!.

Kemudian, kalimat Laa ilaaha illallah itu ternyata telah di tafsirkan dengan beberapa penafsiran yang bathil di antaranya :

Pertama : Laa ilaaha illallah diartikan dengan “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Ini adalah penafsiran yang bathil, karena hal itu mengandung pengertian : Sesungguhnya setiap yang disembah atau diibadahi, baik yang haq atau yang bathil, hal itu adalah Allah. Tentu hal ini tidak bisa di terima !

Kedua : Laa ilaaha illallah diartikan dengan “Tidak ada pencipta selain Allah”. Sesungguhnya ini adalah sebagian saja dari arti kalimat laa ilaaha illallah tersebut. Akan tetapi bukan ini yang di maksud, karena arti ini hanya mengakui Tauhid Rububiyyah saja, dan hal ini belum cukup.

Ketiga : Laa ilaaha illallah diartikan dengan “Tidak ada Hakim (Penentu Hukum) selain Allah”. Ini juga sebagian saja dari makna kalimat Laa ilaaha illallah, tetapi bukan itu yang di maksud, karena makna tersebut belum cukup.

Jadi semua tafsiran tersebut diatas adalah bathil atau kurang sempurna. Sedang tafsir ( penjelasan makna ) yang benar menurut para ulama salaf dan para Muhaqqiq (Ulama peneliti) adalah “Laa Ma’budu bii haqqin illallah” (Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah atau Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah) Wallahu a’lamu bish showwab.

Kemudian, jika ditanya juga tentang apa Rukun Laa ilaaha illallah itu ? Maka jawablah dengan tegas : Laa ilaaha illalloh itu mempunyai dua rukun, yaitu :

Pertama : An-Nafyu (peniadaan / meniadaan), yaitu meniadakan atau meninggalkan seluruh bentuk sesembahan yang di agungkan dan di puja oleh umat manusia selain Allah. Hal ini tercermin dalam lafadz “Laa ilaaha” (Tidak ada sesembahan yang benar),

Kedua : Al-Istbaat (Menetapkan), yaitu menetapkan dengan penuh keyakinan bahwa satu-satunya yang berhak di ibadahi atau di sembah hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hal ini tercermin dalam lafadz “illallah” (kecuali Allah).

Dua rukun tersebut diatas, banyak disebut-sebut dalam Al-Qur’an, misalnya firman Allah Ta’ala : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas mana jalan yang benar dan mana jalan yang sesat. Karena itu barang siapa ingkar kepada thoghut (yakni setan atau apa saja yang di sembah selain Allah, ed) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh) yang tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. “(QS. Al-Baqoroh : 256)

Dalam ayat tersebut diatas, firman Allah yang berbunyi “Barang siapa ingkar kepada thoghut” ini adalah makna dari “Laa ilaaha”, sebagai rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah “Dan beriman kepada Allah”, ini adalah makna dari “illalloh”, sebagai rukun yang kedua.

Contoh lainnya adalah seperti dalam ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang diabadikan dalam firman Allah : “...sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kalian sembah, tetapi (aku hanya menyembah) kepada Tuhan yang menjadikanku, karena sesungguhnya Dia yang memberi hidayah kepadaku.” (QS. Az-Zuhruf : 26-27).

Dalam ayat tersebut, firman Allah yang berbunyi “Sesungguhnya aku berlepas diri”, ini adalah makna An-Nafyu (peniadaan), sebagai rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah “Tetapi (aku hanyalah menyembah) Tuhan yang menjadikanku”, ini adalah makna Al-Istbaat (penetapan), sebagai rukun yang kedua ! Wallahu a’lam.

Kemudian, apa konsekuensi (tanggung jawab moral) bagi orang yang mengucapkan kalimat tersebut ? Jawabannya pasti, yaitu wajib baginya untuk meninggalkan semua bentuk peribadatan kepada selain Allah, dan hanya beribadah secara murni kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan : “Dengan demikian jelaslah, bahwa mengucapkan Laa ilaaha illallah itu haruslah yakin dengan kewajiban ibadah yang hanya di tujukan kepada Allah Ta’ala saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengikrarkannya baik secara lisan maupun keyakinan. Disamping keharusan ibadah kepada Allah saja, tunduk dan taat kepada-Nya juga harus baro’ ( berlepas diri ) kepada selain-Nya dalam hal ibadah, ketaatan dan ketundukan...”

Walhasil, orang yang telah mengikrarkan kalimat Laa ilaaha illallah, dia adalah orang yang mantap ibadanya kepada Allah, tidak punya keinginan sedikitpun untuk beribadah kepada selain-Nya. Dan orang seperti ini, akan di jamin masuk surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Barang siapa mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh, lalu mengingkari apa saja yang di sembah selain Allah, maka dia akan masuk surga. “ (HR. Muslim, Ahmad dan Thabrani).

Saudaraku muslimin, semoga kita semua di jadikan-Nya termasuk orang-orang yang di sabdakan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadist tersbut diatas.

Wallahu waliyyut taufiq.

Maraji’ :
1. Makna Laa ilaaha illallah, karya syaikh Dr. Sholih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
2. At-tauhid, lish Shoffil Awwal Al-‘Aliyya, karya syaikh Dr. Sholih Fauzan
3. Al-Qoulus Sadid fii Adillatit Tauhid, karya syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
4. Al-Qaulul Mufid fii Adillatit Tauhid, karya Syaikh Muhammad bin Abdil Ali Al-Washobi.


Bersambung ke Bagian-4...

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive