Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Thursday, September 13, 2018

Gharqad, Pohon Yahudi? - Bag.2

Gharqad, Pohon Yahudi
Lanjutan dari Bagian-1...

Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu yang panjang terdapat kata-kata:

وَمَعَ الدَّجَّالِ يَوْمَئِذٍ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ كُلُّهُمْ ذُوْ سَيْفٍ مُحَلًّى وَسَاجٍ

dan bersama Dajjal saat itu ada tujuh puluh ribu orang Yahudi masing-masing membawa pedang yang dihiasi (permata) dan (memakai) jubah (selempang) [(berwarna hitam (hijau)], yang menunjukkan bahwa peperangan yang akan terjadi itu dengan menggunakan pedang seperti masa lampau. Tidak dengan senjata api maupun senjata berat, seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu pula senjata yang digunakan oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam ketika membunuh Dajjal nanti, berwujud tombak (pendek). [9]

Dan kata-kata (تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ) dalam lafazh hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana dijelaskan oleh al Hafizh Ibnu Hajar[10], menunjukkan kebolehan menyampaikan pernyataan kepada seseorang, dalam hal ini maksudnya adalah (orang lain) yang sejalan dengannya (semisalnya). Karena, pernyataan di atas disampaikan di hadapan para sahabat, akan tetapi yang dimaksudkan adalah orang-orang yang akan datang setelah mereka, yaitu dalam kurun waktu yang panjang. Mereka memiliki kesamaan dalam hal keimanan, sehingga hal itu pantas untuk disampaikan kepada para sahabat.

Berita dalam hadits ini merupakan kabar gembira bagi umat Islam. Merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berupa kemenangan atas musuh kaum Muslimin. Musuh yang paling dengki dan paling keras permusuhannya terhadap umat Islam, yaitu bangsa Yahudi.[11]

Ya, hal itu pasti terjadi, berdasarkan kehendak kauninyah Allah Subhanahu wa Ta’ala . Akan tetapi bukan berarti kaum Muslimin menjadi terlena, dan diam berpangku tangan menunggu datangnya kemenangan tersebut, tanpa mengambil sebab-sebab yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan bersamaan dengan ketetapan takdir kauniNya itu. Karena, Allah tidak menjadikan sesuatu, melainkan Allah tetapkan bersamanya sebabnya, sebagai suatu hikmah yang Allah kehendaki. Jadi, dalam kehidupan dunia ini terdapat hukum sebab-akibat yang harus dijalani oleh manusia. Sehingga kemenangan kaum Muslimin atas musuh Islam yang diberitakan dalam hadits di atas pun tidak dapat dicapai, kecuali dengan menjalani sebab-sebab syar’i yang telah Allah gariskan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … [ar-Ra’d/13:11].

Artinya, Allah menjadikan adanya perubahan keadaan, yang baik maupun yang buruk, pada suatu kaum dengan sebab yang diusahakan oleh kaum itu sendiri. Jika suatu kaum dalam keadaan baik, penuh dengan kenikmatan, kemudian mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan hilangnya kebaikan tersebut, maka Allah akan merubah keadaan mereka menjadi buruk dan sengsara, dan demikian pula sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [al Anfal/8 : 53].

Dengan demikian, jika kaum Muslimin ingin mengentaskan diri dari keterpurukan, kehinaan, penindasan musuh serta hilangnya martabat, harga diri dan kewibawaan, kemudian ingin meraih kejayaan, kemuliaan dan kewibawaan, maka harus merubah diri, dengan cara-cara yang sesuai syar’i, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Allah. Yakni dengan berpegang teguh kepada KitabNya dan Sunnah RasulNya. Mengaplikasikan dalam kehidupannya. Menjalankan agama Allah dengan sebenar-benarnya, secara ikhlas dan sesuai pemahaman yang benar, sebagaimana para salafush-shalih dahulu. Isyarat mengenai hal ini, bisa kita dapatkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ

Apabila kalian berjual-beli dengan ‘inah (yakni riba), mengambil ekor-ekor sapi dan rela dengan cocok tanam (yakni tenggelam dengan urusan dunia) dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, yang tidak akan Allah angkat, hingga kalian kembali kepada agama kalian. [12]

Asy Syaukani menyatakan, dalam hal ini terdapat peringatan keras, beliau (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menunjukkan terpuruknya (umat Islam) dalam perkara-perkara di atas dikarenakan pembelotannya terhadap agama.[13]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Muhammad/47:7].

Syaikh al Albani berkata,”Di antara perkara yang disepakati, tanpa ada perselisihan di antara kaum Muslimin –wa lillahil hamdu- bahwa makna ‘jika kamu menolong agama Allah …’ adalah, ‘jika kamu mengamalkan apa yang Allah perintahkan kepadamu, niscaya Allah akan menolong (memenangkan) kamu atas musuh-musuhmu’.”[14]

Beliau rahimahullah juga menerangkan, kunci kembalinya kejayaan (kemuliaan) Islam ialah dengan menerapkan ilmu yang bermanfaat dan mengerjakan amal shalih. Demikian ini suatu perkara mulia, yang tidak mungkin dicapai kaum Muslimin kecuali dengan menjalankan metode tashfiyah (pemurnian) dan tarbiyah (pendidikan, pengajaran)[15]. Yakni, dalam urusan aqidah maupun yang lainnya dari urusan-urusan agama ini.

3. Kata-kata (حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ) yang artinya, "sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon …."
Hal ini menunjukkan terdesaknya kaum Yahudi ketika kaum Muslimin menyerang mereka, hingga mereka pun mencari tempat-tempat persembunyian.

4. Kata-kata فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ … ("tetapi batu dan pohon itu berkata …").
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Dalam hadits ini terdapat (berita) adanya tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat. Di antaranya, berbicaranya benda-benda mati, seperti pohon dan batu. Dan berdasarkan lahirnya, adalah berbicara secara hakiki, meskipun ada kemungkinan adanya makna kiasan. Maksudnya, bersembunyi (di balik benda-benda tersebut) tidak bermanfaat bagi mereka (Yahudi). Tetapi, (makna) yang pertama (secara lahiriyah) adalah lebih utama.”[16]

Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu terdapat kalimat sebagai berikut:

فَلاَ يَبْقَى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ يَتَوَارَى بِهِ يَهُودِيٌّ إِلاَّ أَنْطَقَ اللهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ لاَ حَجَرٌ وَلاَ شَجَرٌ وَلاَ حَائِطٌ وَلاَ دَابَّةٌ …

Maka tidak ada satupun ciptaan Allah yang dijadikan tempat persembunyian Yahudi, melainkan Allah jadikan ia berbicara, baik batu, pohon, tembok maupun hewan …

Hal ini menunjukkan bahwa, Allah Maha kuasa atas segala sesuatu dengan kehendakNya yang sempurna. Dan apa yang dikuatkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar di atas telah didukung dengan banyak dalil, baik dari al Qur`an maupun as Sunnah.

5. Kata-kata إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ ("Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi").
Yakni, pohon tersebut tidak berbicara sebagaimana yang lainnya.

Imam an Nawawi berkata,”Gharqad adalah sejenis pohon berduri yang dikenal di Negeri Baitul Maqdis (Palestina). Di sanalah Dajjal dan Yahudi (akan) dibunuh (yakni oleh Nabi Isa’ Alaihissallam dan kaum Muslimin).

Abu Hanifah ad Dinawari berkata,’bila ‘Ausaj[17] telah menjadi besar, maka disebut Gharqad’.”[18]

Ibnu al Atsir menerangkan tentang gharqad, adalah sejenis pohon ‘idhah (pohon besar) dan pohon berduri. Bentuk tunggalnya “gharqadah”. Dan di antaranya pula ada pemakaman penduduk Madinah yang disebut Baqi’ al Gharqad[19], karena dahulu, di tempat tersebut terdapat pohon ini, yang kemudian ditebang[20]. Kemudian di tempat lainnya, Ibnu al Atsir menjelaskan tentang pohon ‘idhah. Yaitu pohon ummu ghailan[21], dan setiap pohon besar yang berduri[22].

Badruddin al ‘Aini berkata,”Al-Gharqad dengan difathahkan ghain-nya, disukunkan ra’-nya, difathahkan qaf-nya dan di akhirnya huruf dal adalah pohon yang berduri yang tumbuh di situ (pemakaman Baqi’), kemudian pohon tersebut sudah sirna namun namanya tetap ada untuk tempat (pemakaman) tersebut. Al-Ashma’i menyatakan bahwa pohon-pohon gharqad tersebut ditebang pada saat Utsman bin Mazh’un Radhiyallahu ‘anhu dikuburkan di tempat tersebut.”[23]

Sedangkan dalam al Mu’jamul Wasith diterangkan, gharqad adalah pohon yang tingginya antara satu sampai tiga meter. Tergolong spesies terung-terungan, batang dan dahannya berwarna putih, mirip pohon ‘ausaj dari segi daunnya yang lunak dan dahannya yang berduri[24]. Adapun bunganya yang berleher panjang lagi berbau harum, berwarna putih kehijauan[25]. Buahnya berbentuk kerucut dapat dimakan, dikenal juga dengan nama ghardaq.[26]

Abu Zaid al Anshari mengatakan,”Pohon gharqad dapat tumbuh di segala tempat, kecuali di pasir yang panas.”

Adapun disandarkannya pohon gharqad sebagai pohon Yahudi yang akan menjadi tempat persembunyian mereka, ini menunjukkan bahwa, di antara makhluk Allah, meski itu benda-benda mati tak bernyawa, ada yang tidak taat kepada perintah Allah dan melakukan hal yang tidak disukai Allah. Sebagai contoh, yaitu perbuatan sebuah batu yang membawa lari pakaian Nabi Musa Alaihissallam saat beliau mandi, sehingga Musa Alaihissallam memukulnya.[27]

Pelajaran Hadits

1. Kewajiban mengimani seluruh perkara ghaib yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak sah keimanan seseorang sehingga dia mengimaninya.

2. Mukjizat bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena banyak berita ghaib yang beliau sampaikan pada masa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup betul-betul terjadi sesuai kenyataan. Dan yang belum terjadi, pasti akan terjadi, karena berita yang beliau sampaikan adalah haq, berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini juga menunjukkan kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar.

3. Mengimani tentang hari kiamat dan pasti akan datang.

4. Kiamat diawali dengan tanda-tanda. Kiamat tidak akan terjadi, sehingga seluruh tandanya telah muncul menurut kehendak dan hikmah Allah.

5. Peperangan orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir akan tetap ada sampai menjelang datangnya kiamat.

6. Berita gembira tentang puncak kemenangan yang akan diraih kaum Muslimin, yaitu akan memerangi dan membunuh orang-orang Yahudi pada saat menjelang tibanya kiamat. Adapun waktunya, yaitu saat kemunculan Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam.

7. Hadits ini merupakan berita, bahwa pasukan Yahudi saat itu berada di bawah komando Dajjal. Dan kaum Muslimin bersama Nabi ‘Isa Alaihissallam, hingga Dajjal berhasil dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam.

8. Persenjataan perang saat itu adalah sebagaimana persenjataan masa lalu, seperti pedang, tombak dan semisalnya.

9. Mengimani bahwa Allah Maha Kuasa untuk menjadikan benda-benda mati berbicara atas kehendakNya.

10. Pohon gharqad adalah pohon Yahudi yang akan dijadikan tempat persembunyian mereka saat terdesak oleh kaum Muslimin.

-------------------------

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun X/1427H/2006M.]

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive