Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Tuesday, September 4, 2018

Makna Laa Ilaaha Illallaah Yang Sebenarnya Dan Kesalahan-kesalahan Dalam Menafsirkannya

Makna Laa Ilaaha Illallaah Yang Sebenarnya
Seluruh dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta keterangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjelaskan bahwa makna laa ilaaha illallaah adalah,

لا معبودَ حقٌّ إلا الله

Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah.

Artinya, segala sesuatu yang disembah oleh manusia selain Allah ta’ala adalah sesembahan yang salah (batil), karena tidak ada sesembahan yang benar (haq) kecuali Allah tabaraka wa ta’ala.

Dalil Makna Laa Ilaaha Illallaah Yang Sebenarnya

Allah ta’ala berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah sesembahan yang benar dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain dari Allah adalah salah, dan bahwa Allah Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [Luqman: 30 dan Al-Hajj: 62]

Allah ta’ala juga berfirman,

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

Maka barangsiapa mengingkari thoghut (sesembahan selain Allah) dan hanya beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh dengan ikatan yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illallaah).” [Al-Baqarah: 256]

Firman Allah ta’ala, “Maka barangsiapa mengingkari thoghut (sesembahan selain Allah)” adalah penafikan seluruh sesembahan selain Allah ta’ala.

Adapun firman-Nya, “Dan hanya beriman kepada Allah” adalah penetapan bahwa hanya Allah ta’ala satu-satunya sesembahan yang benar.

Kesalahan-kesalahan Dalam Menafsirkan Laa Ilaaha Illallaah

1. Tafsir Ahlul Kalam / Filsafat Bahwa Laa Ilaaha Illallaah Bermakna Tiada Pencipta Selain Allah [لا خالق إلا الله]

Benar bahwa tidak ada pencipta selain Allah ta’ala, namun itu bukanlah makna Laa ilaaha illallaah. Dan jika makna ini diterima maka konsekuensinya kita harus menganggap orang-orang yang menyekutukan Allah dalam ibadah yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah orang-orang yang beriman, sebab mereka juga beriman bahwa Allah ta’ala sang Pencipta. Allah ta’ala berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada kaum musyrikin itu: “Siapakah yang menciptakan mereka,” niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” [Az-Zukhruf: 87]

Asy-Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

علماء الكلام يقولون: (لا إله إلا الله) لا قادر على الاختراع والخلق والتدبير والإيجاد إلا الله. وهذا (يعني التفسير) غير صحيح، هذا يوافق دين المشركين، فالمشركون يقولون: لا يقدر على الخلق إلا الله لا يحيي إلا الله, لا يميت إلا الله, لا يرزق إلا الله, وهذا توحيد الربوبيَّة

Ulama ahlul kalam berkata, Laa ilaaha illallaah adalah “Tidak ada yang mampu membuat, mencipta, mengatur dan mengadakan kecuali Allah.” Tafsir ini tidak benar, tafsir ini tidak berbeda dengan penafsiran kaum musyrikin. Kaum musyrikin juga mengatakan, “Tidak ada yang mampu mencipta kecuali Allah, tidak ada yang menghidupkan kecuali Allah, tidak ada yang mematikan kecuali Allah, tidak ada yang memberikan rezeki kecuali Allah.” Ini adalah tauhid rububiyah (bukan tauhid uluhiyyah, bukan makna Laa ilaaha illallaah).” [Tafsir Kalimah At-Tauhid, dicetak bersama Silsilah Syarhi Ar-Rosail, hal. 147]

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

نعم، هو حق لا قادر على الاختراع إلا الله، لكن ليس هذا معنى لا إله إلا الله، ولكن المعنى: لا معبود حق إلا الله; لأننا لو قلنا: إن معنى لا إله إلا الله: لا قادر على الاختراع إلا الله; صار المشركون الذين قاتلهم الرسول صلى الله عليه وسلم واستباح نساءهم وذريتهم وأموالهم مسلمين

Benar, tidak ada yang mampu mencipta kecuali Allah, akan tetapi ini bukan makna Laa ilaaha illallaah. Adapun maknanya adalah, “Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah.” Hal itu karena apabila kita mengatakan makna Laa ilaaha illallaah adalah “Tidak ada yang mampu mencipta kecuali Allah” maka kalau begitu kaum musyrikin adalah muslimin, padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerangi mereka dan beliau menghalalkan wanita-wanita dan anak-anak mereka (sebagai tawanan perang yang menjadi budak) serta harta-harta mereka (sebagai ghanimah/rampasan perang).” [Al-Qoulul Mufid, 1/356]

2. Tafsir Sufi / Tarekat / Tasawuf Bahwa Laa Ilaaha Illallaah Berarti Tiada Sesembahan yang Wujud Kecuali Allah [لا إله موجود إلا الله]

Artinya menurut mereka, seluruh sesembahan yang ada adalah Allah, bahkan orang yang sudah mencapai derajat tertentu menurut paham sesat mereka dapat menyatu dengan Allah ta’ala. Kesalahan ini sangat jelas merupakan kerusakan dalam agama dan akal sekaligus, bagaimana bisa Allah ta’ala yang Maha Suci menyatu dengan makhluk yang kotor lagi penuh dosa dan kekurangan?! Lalu siapa yang menyembah dan siapa yang disembah?!

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

فأهل وحدة الوجود ابن عربي وأتباعه، يقولون: (لا إله إلا الله) لا معبود إلا الله، أو لا إله موجود إلا الله، معنى هذا أنَّ كل المعبودات كلها هي الله؛ لأن عندهم أنَّ الوجود لا ينقسم بين خالق ومخلوق، هو كله هو الله

Kaum sufi penganut paham sesat wihdatul wujud (bersatunya makhluk dengan Al-Khaliq), yaitu Ibnu ‘Arabi dan pengikut-pengikutnya berkata: Laa ilaaha illallaah artinya “Tidak ada sesembahan selain Allah atau tidak ada sesembahan yang berwujud kecuali itulah Allah” maknanya adalah: Semua sesembahan adalah Allah, karena menurut mereka bahwa yang berwujud tidak akan terpisah antara Al-Khaliq dan makhluk, bahwa makhluk seluruhnya menyatu dengan Allah.” [Tafsir Kalimah At-Tauhid, dicetak bersama Silsilah Syarhi Ar-Rosail, hal. 146]

3. Tafsir Berdasar Terjemahan Bahwa Kalimat Laa Ilaaha Illallaah Adalah Tiada Tuhan / Sesembahan Selain Allah [لا معبود إلا الله]

Penerjemahan ini kurang tepat karena bertentangan dengan kenyataan yang ada, yaitu banyaknya tuhan atau sesembahan selain Allah ta’ala, maka yang benar, “Tiada yang berhak disembah selain Allah.” Artinya, walau pun banyak tuhan yang disembah manusia selain Allah ta’ala, namun semuanya adalah sesembahan yang salah, sedangkan yang benar hanya Allah ta’ala.

Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

ولا إله إلا الله معناه: لا معبود حق إلا الله، وليس المعنى: لا معبود إلا الله; لأنه لو كان كذلك; لكان الواقع يكذب هذا، إذ إن هناك معبودات من دون الله تعبد وتسمى آلهة، ولكنها باطلة، وحينئذ يتعين أن يكون المراد لا إله حق إلا الله

Laa ilaaha illallaah bermakna “Tidak ada yang berhak disembah selain Allah”, dan bukanlah bermakna “Tidak ada sesembahan selain Allah”, karena kalau begitu mendustakan kenyataan, sebab sesembahan-sesembahan selain Allah yang diibadahi masih banyak, semua dinamakan sesembahan, tapi sesembahan yang batil, maka jelaslah yang dimaksud adalah: Tidak ada yang berhak disembah selain Allah.” [Al-Qoulul Mufid, 1/347]

4. Tafsir Hizbiyun (Kelompok Sesat Kontemporer seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir) Bahwa Kalimat Laa Ilaaha Illallah Berarti Tiada Penentu Hukum Kecuali Allah [لا حاكم إلا الله]

Benar bahwa tidak ada yang berhak menentukan hukum selain Allah ta’ala, akan tetapi ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa itu bukan makna Laa ilaaha illallaah, karena tafsir tersebut tidak mengandung maknanya secara menyeluruh, yaitu memurnikan seluruh bentuk penghambaan (termasuk hukum) hanya kepada Allah ta’ala.

Dampak buruk dari penafsiran yang menyimpang ini adalah munculnya pemahaman takfir (pengkafiran) terhadap kaum muslimin yang tidak menerapkan hukum Allah secara menyeluruh atau melakukan dosa-dosa besar yang tidak sampai pada kekafiran.

Juga muncul pemahaman sesat bahwa Khilafah Islamiyah adalah tujuan dakwah, sehingga yang mereka dengung-dengungkan selalu hanyalah bagaimana agar dapat berkuasa secepatnya tanpa memperhatikan penegakkan tauhid dan sunnah.

Padahal Khilafah Islamiyah hanyalah sebuah hasil yang akan diraih oleh kaum muslimin jika mereka benar-benar menegakkan tauhid dan sunnah. Justru keadaan mereka sangat jauh dari tauhid dan sunnah.

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

تفسير الحزبيين والإخوانيين اليوم يقولون: (لا إله إلا الله) أي: لا حاكمية إلا لله، والحاكمية كما يسمونها جزء من معنى لا إله إلا الله؛ لأن معناها شامل لكل أنواع العبادات فنقول لهم: وأين بقية العبادات، أين الركوع والسجود والذبح والنذر وبقية العبادات؟!

Tafsir Hizbiyyin dan Ikhwaaniyin (Pengikut Ikhwanul Muslimin) di masa ini mereka berkata: Laa ilaaha illallaah adalah “Tidak ada haakimiyyah kecuali milik Allah”. Padahal Al-Haakimiyyah –sebagaimana yang mereka namakan- adalah bagian dari makna laa ilaaha illallaah, karena maknanya mencakup seluruh bentuk ibadah, maka kita katakan kepada mereka: Ke mana ibadah-ibadah yang lain, di mana rukuk, sujud, menyembelih, nazar dan seluruh bentuk ibadah?!” [Tafsir Kalimah At-Tauhid, dicetak bersama Silsilah Syarhi Ar-Rosail, hal. 148]

5. Tafsir Jahmiyah dan Mu’tazilah Bahwa Siapa yang Menetapkan Nama dan Sifat bagi Allah Ta’ala maka Dia Seorang Musyrik

Kaum Jahmiyah dan Mu’tazilah tidak mengimani seluruh atau sebagian nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala, bahkan menurut mereka barangsiapa yang mengimaninya berarti telah menyekutukan Allah ta’ala.

Tidak diragukan lagi ini adalah tafsir yang sesat, karena seorang mukmin wajib meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta tidak menyamakan-Nya dengan makhluk.

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

تفسير لا إله إلا الله عند الجهميَّة والمعتزلة ومن سار على نهجهم هو نفي الأسماء والصفات؛ لأنَّ من أثبت الأسماء والصفات عندهم يكون مشركاً والتوحيد عندهم هو نفي الأسماء و الصفات

Tafsir Laa ilaaha illallaah menurut Jahmiyyah, Mu’tazilah dan yang mengikuti manhaj mereka adalah menafikan nama-nama Allah ta’ala dan sifat-sifat-Nya, karena yang menetapkan nama dan sifat menurut mereka adalah seorang musyrik, adapun tauhid menurut mereka adalah menafikan nama dan sifat Allah ta’ala.” [Tafsir Kalimah At-Tauhid, dicetak bersama Silsilah Syarhi Ar-Rosail, hal. 147]

[Dinukil dari Buku "TAUHID, PILAR UTAMA MEMBANGUN NEGERI" karya Ustadz Sofyan Chalid Ruray, Lc hafizhahullah]

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive