Bisa dan fasih baca Arab dan Al Qur'an tidak menjamin seseorang itu lurus aqidahnya, manhajnya dan pemahamannya.
Banyak kok orang yang bisa Baca bahasa Arab namun berujung kepada Kekafiran. Contoh, Pendeta Saif*****, dulunya seorang Ustadz, bisa Baca Arab, tapi jadi Murtad.
Kalau baik dan lurusnya seseorang itu diukur dari bisa baca bahasa Arab, maka sangat banyak kok orang-orang kafir yang bisa baca Arab, contoh Charles Raja Inggris yang bisa baca dan fasih Arab dan bahkan bisa baca Al Qur'an.
Sehingga bisa baca dan fasih bahasa Arab dan Al Qur'an tidak menjamin orang itu lurus aqidahnya, manhajnya dan pemahamannya.
Bahkan orang munafik pun ada yang bisa baca dan fasih bahasa Arab dan fasih baca Al Qur'an, TETAPI apa menjamin lurus aqidahnya, manhajnya dan pemahamannya ?
Jawabnya tidak, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa kebanyakan orang munafik itu dari para pembaca Al Qur'an.
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya golongan munafik dari umatku paling banyak terdapat dari para pembacanya (Ahli Qur'an)."
- HR. Ahmad no. 6344, 6345, dan 6348. Ash Shahihah no. 750
Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Kebanyakan orang munafik dari umatku adalah orang-orang yang pandai dalam membaca Al-Qur'an."
- HR. Ahmad no. 16727 dan 16769. Lihat Shahihul Jami, III/62 dan Ash Shahihah no. 750
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa golongan munafik paling banyak terdapat pada golongan yang pandai membaca Al Qur’an. Ini bisa dimaknakan dengan beberapa makna,
(1) Para Qura (pembaca Al Qur’an) itu hanya sekedar mengejar memperbagus suara bacaannya dan sekedar menghafalnya saja NAMUN ia tidak mentaddaburi, tidak memahaminya, tidak mau mengambil ibrahnya dan tidak mau mengamalkan isinya apa yang menjadi bacaannya sehingga ini sangat bertentangan antara dzahir yang hanya membacanya saja dengan batin yang tidak mau mengamalkannya. ini merupakan hakikat kemunafikan, yang antara perbuatan lahir dan batin saling bertentangan.
(2) Para Qura (pembaca Al Qur’an) itu hanya sekedar mengejar memperbagus suara bacaannya dan sekedar menghafalnya saja AKAN TETAPI ia menakwilkan, menyelewengkan serta merubah ayat yang dibacanya kepada makna yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksud demi mengikuti hawa nafsunya dan mereka meletakkan ayat-ayat Allah bukan pada tempatnya jika tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Ini juga merupakan sifat kemunafikan yang menuhankan hawa nafsunya.
Al Munawi rahimahullah (wafat 1031 H) berkata,
“Maksudnya para Qura (pembaca Al Qur’an) itu mentawil ayat yang dibacanya kepada maksud yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksud. Mereka meletakkan ayat bukan pada tempatnya, atau mereka membaca atau menghafal Al Qur’an hanya sekedar pura-pura, yaitu untuk menyelamatkan diri padahal batinnya bertentangan.”
- Faidh Al Qadir, II/80-81
Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr berkata,
“Hadits diatas merupakan salah satu tanda kenabian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena umat Islam dewasa ini terkena musibah dengan munculnya di tengah-tengah mereka mereka Para Qura (pembaca Al Qur’an) yang disebutkan oleh hadits diatas. Mereka bagus bacaannya tetapi jelek amal dan perilakunya. Tidak sedikit dari mereka yang senang dengan nyanyian (lagu) dan merokok bahkan mungkin mengkonsumsi benda yang memabukkan. Na’udzubillah. Mereka menjual ayat-ayat Al Qur’an dengan harga yang sangat rendah. Mereka makan dari Al Qur’an dalam setiap acara baik acara yang gembira maupun acara duka. Al Qur’an bagi mereka adalah nyanyian dan lagu semata, tidak direnungi dan tidak diamalkan.”
- Al Munafikum Fi Al Kitab Wa As Sunnah Wa Atsar As Salaf Ash Shalih, hlm. 102
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah (wafat 751 H) berkata,
“Tujuan utama dari membaca Al Qur’an adalah untuk memahami, merenungkan, mendalami (kandungan maknanya) dan mengamalkannya. Adapun membaca dan menghafalnya adalah sarana untuk memahami isinya, sebagaimana ucapan salah seorang ulama Salaf, Al Qur’an diturunkan untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaannya sebagai amalan. Oleh karena itu, maka (yang disebut) Ahli Al Qur’an adalah orang-orang yang memahami isinya, meskipun mereka tidak menghafalnya di luar kepala. Adapun orang yang menghafal Al Qur’an, tapi tidak memahami (kandungan) nya dan tidak mengamalkan petunjuknya, maka dia bukanlah Ahli Al Qur’an, meskipun dia mampun menegakkan huruf-hurufnya (lafazhnya) seperti tegaknya anak panah. Juga dikarenakan keimanan adalah amalan yang paling utama, sedangkan memahami dan merenungkan Al Qur’an inilah yang membuahkan iman. Adapun hanya sekedar membacanya tanpa memahami dan merenungkannya, maka ini bisa dilakukan oleh orang yang shalih maupun orang yang jahat, dan orang yang beriman maupun munafik sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Perumpamaan seorang Mukmin yang suka membaca Al Qur'an seperti buah Utrujah, baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan seorang Mukmin yang tidak suka membaca Al Qur'an seperti buah kurma, tidak berbau namun rasanya manis. Perumpamaan seorang Munafik yang suka membaca Al Qur'an seperti buah raihanah, baunya harum tapi rasanya pahit. Dan Perumpamaan seorang Munafik yang tidak suka membaca Al Qur'an seperti buah hanzhalah, tidak berbau dan rasanya pahit“. (HR. Bukhari no. 5007 | Fathul Bari no. 5427 dan Muslim no. 1328 | Syarh Shahih Muslim no. 797)
- Za’adul Ma’ad, I/323
Jadi, jangan melihat orang itu dari bisa baca dan fasih bahasa Arab dan Al Qur'an, sebelum lihat Aqidahnya, Manhajnya dan Pemahamannya.
Atha bin Yussuf
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.