Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, December 30, 2022

Kaidah Yang Ke 29

Bismillah...

๐Ÿ‘‰๐Ÿผ Hujjah Taklif itu ada Empat :

1. Al Qur’an, 

2. Hadits yang shohih, 

3. Ijma’ dan

4. Qiyas.

●    HUJJAH TAKLIF yang ke-1 adalah AL QUR’AN

Wajib diyakini bahwa al qur’an adalah kalam Allah bukan makhluk, ia terjaga sampai hari kiamat, siapa yang meyakini bahwa alquran telah berubah, atau mengingkari salah satu ayatnya maka ia kafir.

Wajib diyakini bahwa alquran itu mutawatir, namun tentunya makna mutawatir dalam istilah ilmu alquran berbeda dengan mutawatir dalam istilah ilmu hadits.

Ayat al quran ada yang muhkam ada juga yang mutasyabih. Tata cara yang benar adalah menafsirkan ayat mutasyabih dengan ayat yang muhkam. Adapun mencari ayat ayat mutasyabih untuk manakwilnya sesuai hawa nafsu maka ini bukanlah jalan yang benar.

Dalam memahami alquran membutuhkan penguasaan terhadap ilmu ilmu alatnya seperti bahasa arab, sebab nuzul, nasikh mansukh dsb..

Ibnu Katsir rohimahullah menyebutkan bahwa ada empat cara menafsirkan alquran:

1. Tafsirkan alquran dengan alquran.

2. Tafsirkan alquran dengan hadits.

3. Tafsirkan alquran dengan pemahaman shahabat.

4. Dengan pemahaman tabi’in.

Insyaa Allah kita akan menyendirikan pembahasan kaidah kaidah memahami al quran setelah membahas kaidah-kaidah fiqih.

●    HUJJAH TAKLIF yang ke-2 adalah HADITS YANG SHOHIH.

Disebut hadits yang shahih apabila memenuhi lima syarat:

1. Bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Perawinya adil, yaitu muslim, baligh, berakal, tidak fasiq, dan selamat dari muru’ah (martabat diri) yang buruk.

3. Dhabith, yaitu menguasai hadits yang ia riwayatkan baik dengan hafalan atau dengan tulisan yang selamat dari kesalahan.

4. Selamat dari ILLAT yang merusak keabsahannya.

5. Tidak syadz, yaitu periwayatan perawi yang diterima menyelisihi periwayatan perawi lain yang lebih tsiqoh (terpercaya).

Apabila salah satu dari lima syarat ini tidak terpenuhi maka tidak disebut shahih.

Adapun hadits lemah, maka ia bukan hujjah taklif. Jalaluddin Ad Dawaani berkata:

ุงุชูู‚ูˆุง ุนู„ู‰ ุฃู† ุงู„ุญุฏูŠุซ ุงู„ุถุนูŠู ู„ุง ูŠุซุจุช ุจู‡ ุงู„ุฃุญูƒุงู… ุงู„ุฎู…ุณุฉ ุงู„ุดุฑุนูŠุฉ ูˆู…ู†ู‡ุง ุงู„ุงุณุชุญุจุงุจ

Para ulama bersepakat bahwa hadits yang lemah tidak bisa menetapkan hukum syariat yang lima, termasuk di dalamnya al istihbab.“ (Muntahal amaani hal. 186)

Adapun dalam fadlilah amal, memang terjadi perselisihan. sebagian ulama mengatakan boleh diamalkan.

Namun Syaikh Ali Al Qori berkata:

ุฅู† ุงู„ุญุฏูŠุซ ุงู„ุถุนูŠู ูŠุนู…ู„ ุจู‡ ููŠ ุงู„ูุถุงุฆู„ ูˆุฅู† ู„ู… ูŠุนุชุถุฏ ุฅุฌู…ุงุนุง ูƒู…ุง ู‚ุงู„ู‡ ุงู„ู†ูˆูˆูŠ، ู…ุญู„ู‡ ุงู„ูุถุงุฆู„ ุงู„ุซุงุจุชุฉ ู…ู† ูƒุชุงุจ ุฃูˆ ุณู†ุฉ

Sesungguhnya hadits lemah itu dapat diamalkan dalam fadilah amal walaupun tidak ada jalan yang menguatkannya berdasarkan ijma sebagaimana yang dikatakan oleh imam An Nawawi. Namun tempatnya pada amal yang shahih dari alquran atau sunnah.“ (Al Mirqot 2/381)

Maksudnya apabila asal amal tersebut ditetapkan oleh hadits yang shahih, namun ada hadits yang lemah yang menyebutkan tentang keutamaan amal tersebut, maka boleh diamalkan.

Contoh siwak, ia sunnah berdasarkan hadits yang shahih, bila ada hadits lemah yang menyebutkan keutamaan siwak, maka boleh diamalkan.

●    HUJJAH TAKLIF yang ke-3 yaitu IJMA’

Ijma adalah kesepakatan ahli ijtihad umat islam pada suatu hukum syariat setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat.

Ahli ijtihad adalah yang telah terpenuhi syarat syarat ijtihad berupa menguasai al quran dan hadits dan ilmu ilmu alat untuk berijtihad.

Adapun kesepakatan bukan ahli ijtihad tidak disebut ijma.

Dalil hujjahnya ijma:

1. Allah Ta’ala berfirman:

ูุฅู† ุชู†ุงุฒุนุชู… ููŠ ุดูŠุก ูุฑุฏูˆู‡ ุฅู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ูˆุงู„ุฑุณูˆู„

Bila kalian berselisih dalam sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul..“ (An Nisaa:59).

Ayat ini menunjukkan bahwa merujuk al quran dan sunnah itu di saat ada perselisihan. Adapun bila tidak berselisih maka itu sudah cukup.

2. Allah berfirman:

ูˆู…ู† ูŠุดุงู‚ู‚ ุงู„ุฑุณูˆู„ ู…ู† ุจุนุฏ ู…ุง ุชุจูŠู† ู„ู‡ ุงู„ู‡ุฏู‰ ูˆูŠุชุจุน ุบูŠุฑ ุณุจูŠู„ ุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู† ู†ูˆู„ู‡ ู…ุง ุชูˆู„ู‰ ูˆู†ุตู„ูŠู‡ ุฌู‡ู†ู… ูˆุณุงุกุช ู…ุตูŠุฑุง

Siapa yang menyelisihi Rosul setelah jelas kepadanya petunjuk dan mengikuti selain jalan kaum mukminin maka kami biarkan ia leluasa dalam kesesatannya dan Kami akan bakar ia dalam jahannam. dan itulah seburuk buruk tempat kembali..” (An Nisaa: 115)

Mengikuti selain jalan kaum mukminin artinya selain ijma mereka. Sebagaimana dikatakan oleh imam Asy Syafi’i rohimahullah.

3. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

ู„ู† ุชุฌุชู…ุน ุฃู…ุชูŠ ุนู„ู‰ ุถู„ุงู„ุฉ

Umatku tidak mungkin bersepakat diatas kesesatan..“ (HR Abu Dawud)

Disyaratkan pada ijma adalah kesepakatan seluruh ahli ijtihad di dunia, bukan hanya ahli ijtihad negara tertentu tanpa negara lainnya. Dan yang menyatakan ijma harus seorang ulama yang benar-benar mengetahui pendapat-pendapat manusia.

Ijma ada dua macam:

1. Ijma Qoth’iy : yaitu yang dipastikan adanya ijma seperti wajibnya sholat, zakat, puasa, haji, haramnya arak, judi, zina, riba dan sebagainya.

2. Ijma Dzonniy : yaitu ijma yang diketahui setelah melakukan penelitian.

Para ulama berbeda pendapat akan kemungkinan terjadinya ijma seperti ini. yang kuat adalah pendapat syaikhul Islam ibnu Taimiyah rohimahullah:

ูˆุงู„ุฅุฌู…ุงุน ุงู„ุฐูŠ ูŠู†ุถุจุท ู…ุง ูƒุงู† ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุณู„ู ุงู„ุตุงู„ุญ ، ุฅุฐ ุจุนุฏู‡ู… ูƒุซุฑ ุงู„ุงุฎุชู„ุงู ูˆุงู†ุชุดุฑุช ุงู„ุฃู…ุฉ ” . ุฃู‡ู€ .

Ijma yang mungkin adalah ijma di zaman salafush-shalih karena setelah mereka umat islam telah sangat tersebar dan banyak perselisihan..“

●    HUJJAH TAKLIF yang ke-4 yaitu QIYAS :

Qiyas adakah menyamakan hukum cabang dengan hukum asal karena adanya persamaan illat.

Rukunnya ada empat:

1. Adanya pokok yang ditunjukkan oleh dalil.

2. Adanya cabang yang akan diqiyaskan kepada pokok.

3. Adanya persamaan ILLAT. ILLAT adalah sifat yang tampak dan tetap dan tidak dibatalkan oleh syariat.

4. Adanya hukum baik wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram.

Contohnya adalah meng-qiyaskan beras dengan gandum karena adanya persamaan illat yaitu sama sama makanan pokok.

Beberapa perkara yang perlu diperhatikan dalam qiyas:

1. Qiyas digunakan disaat tidak ada dalil. Sebagaimana dikatakan oleh imam Asy Syafi’i rohimahullah: “Qiyas itu digunakan ketika darurat saja..”

2. Qiyas bila bertabrakan dengan dalil maka qiyas tersebut tertolak.

3. Qiyas hanya berlaku pada ibadah yang diketahui padanya illat. Adapun ibadah yang bersifat mahdhoh dan tidak diketahui illat-nya maka tidak mungkin diqiyaskan.

4. Tidak boleh mengqiyaskan kepada cabang.

Dan pembahasan qiyas secara terperinci dalam kitab ushul fiqih.


Wallahu a’lam ๐ŸŒด


Ditulis oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰


Dari kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰.

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive