Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, February 17, 2023

Hukum Suara Yang Menyerupai Suara Seruling Atau Alat Musik Lainnya Dalam Nasyid

Hukum Suara Yang Menyerupai Suara Seruling Atau Alat Musik Lainnya Dalam Nasyid
Bismillah...

Suatu keharaman jika suara dibuat atau dibunyikan menyerupai suara yang diharamkan secara syara' (agama), haram untuk dilakukan juga haram untuk didengarkan.

Hukum asal suara manusia itu adalah Halal karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia SECARA HAQ dengan kemampuan untuk berbicara

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

خَلَقَ الْاِنْسَانَۙ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ

Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.”

- QS. Ar-Rahman [55] : 3-4

NAMUN IA AKAN BERUBAH MENJADI HARAM DAN DOSA JIKA DALAM PENGGUNAANNYA DAN PEMANFAATANNYA UNTUK SESUATU YANG DIHARAMKAN SECARA SYARA’ DAN MENGERJAKAN SESUATU SEBAB, JENIS DAN KAIFIYYAH (TATA CARA) NYA YANG DIHARAMKAN SECARA SYARA’ MERUPAKAN KEBATILAN, KARENA TERDAPAT LARANGAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA UNTUK MENCAMPURADUKKAN ANTARA YANG HAQ DENGAN YANG BATIL

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq (kebenaran) dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.

- QS. Al Baqarah [2] : 42

Yang karenanya jika suara manusia yang hukum asalnya HALAL karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia SECARA HAQ dengan kemampuan untuk berbicara KEMUDIAN digunakan untuk hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni menyanyikan lagu, bermain musik dan diserupakan dengan alat musik yang merupakan KEBATILAN maka ia berubah menjadi HARAM sebagaimana diharamkannya lagu, musik dan alat musik.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (wafat 751 H) mengisyaratkan bahwa alasan yang demikian merupakan bentuk talbis (bisikan atau tipu daya) setan, beliau berkata,

Ketika Syetan putus asa untuk mengajak ahli ibadah untuk mendengarkan suara-suara yang haram seperti suara alat musik al ‘ud (semacam gitar), thanbur (mandolin), syababah (klarinet), maka Syetan pun berpaling kepada hal lain yang sama seperti yang dihasilkan alat-alat tersebut. Maka setahap demi setahap syetan membuat orang suka pada ghina (nyanyian) dan membawa seseorang keluar dari prinsipnya, sehingga ia MENGANGGAPNYA BAIK karena KEDANGKALAN ILMUNYA. Tujuan Syetan adalah menjerumuskan orang setahap demi setahap. Adapun orang yang bijak adalah yang melihat pada sebab dan akibat dari sesuatu, ia juga memikirkan tujuan-tujuan dari sesuatu dan yang ada di balik itu.

- Al Kalam ‘ala Mas’alatis Sima‘, hal. 167, juga dalam Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi hal. 274

Suara-suara manusia yang demikian dikeluarkan sedemikian rupa sehingga menyerupai suara musik, maka ini hukumnya haram. Tidak boleh memainkannya ataupun mendengarkannya.

Ini ditunjukkan oleh beberapa poin berikut:

PERTAMA, Ma’adzif (alat musik) yang dilarang dalam dalil-dalil tidak terbatas pada alat-alat musik tertentu saja. Namun umum mencakup semua tercakup dalam istilah “alat musik”.

Ahli bahasa Arab tidak menyatakan ma’adzif mengacu pada alat musik tertentu. Bahkan mereka memasukkan semua alat musik sebagai ma’adzif.

Maka makna Ma’adzif adalah:

Istilah yang mencakup al ‘ud (semacam gitar), thanbur (mandolin), dan yang semisal dengannya

- Jamharatul Lughah, karya Ibnu Duraid, I/452

Karena pelarangan ma’adzif bukan pada alat tertentu maka pelarangan tersebut bukan pada objeknya, namun karena ia menghasilkan lahwun (permainan dalam kehidupan) yang terlarang. Maka jika lahwun ini dihasilkan oleh alat yang lain, maka berlaku pula hukumnya ma’adzif. Dan ketika suatu alat tidak memiliki sifat tersebut, maka hilang juga hukumnya.

Ibnu Abidin rahimahullah mengatakan:

Alat-alat lahwun tidak diharamkan karena objeknya, namun karena ia menyebabkan lahwun. Baik dengan mendengarkannya ataupun memainkannya.

- Hasyiyah Ibnu Abidin, VI/350

KEDUA, Syariat tidak membedakan antara dua hal yang serupa. Maka tidak layak syariat yang adil ini tidak mengharamkan suatu suara namun membolehkan suara lain yang serupa.

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (wafat 751 H)

Syariat tidak akan pernah membedakan antara dua hal yang serupa. Dan tidak akan menyamakan antara dua hal yang berbeda. Tidak akan mengharamkan sesuatu yang merusak, namun membolehkan sesuatu yang lain yang sifat merusaknya sama. Tidak membolehkan sesuatu yang maslahat namun mengharamkan sesuatu dengan maslahat yang sama. Tidak akan ada ajaran dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang demikian.”

- Bada’iul Fawaid, 3/663

KETIGA, yang dianggap adalah yang nampak dari sesuatu, bukan dzat aslinya. Suara manusia jika dibuat sedemikian rupa sehingga nampak seperti suara musik, maka ia dianggap suara musik. Sebagaimana jika suara laki-laki dibuat sedemikian rupa seperti suara wanita, maka ia dianggap suara wanita.

Maka, walaupun suara manusia pada asalnya mubah, namun ia berubah menjadi suara lain sehingga dihukumi dengan suara lain tersebut. Andaikan kita hanya berpegang pada hukum dzat aslinya, maka tentu khamr akan jadi halal. Karena khamr pada asalnya diambil dari anggur dan kismis dan kita ketahui bersama anggur dan kismis itu halal.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (wafat 751 H) mengisyaratkan bahwa alasan yang demikian merupakan bentuk talbis (bisikan atau tipu daya) setan, beliau berkata:

Ketika setan putus asa untuk mengajak ahli ibadah untuk mendengarkan suara-suara yang haram seperti suara alat musik al ‘ud (semacam gitar), thanbur (mandolin), syababah (klarinet), maka setan pun berpaling kepada hal lain yang sama seperti yang dihasilkan alat-alat tersebut. Maka setahap demi setahap setan membuat orang suka pada ghina (nyanyian) dan membawa seseorang keluar dari prinsipnya, sehingga ia MENGANGGAPNYA BAIK karena KEDANGKALAN ILMUNYA. Tujuan setan adalah menjerumuskan orang setahap demi setahap. Adapun orang yang bijak adalah yang melihat pada sebab dan akibat dari sesuatu, ia juga memikirkan tujuan-tujuan dari sesuatu dan yang ada di balik itu.”

- Al Kalam ‘ala Mas’alatis Sima‘, hal. 167, juga dalam Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi hal. 274

KEEMPAT, Para ulama menjelaskan tentang haramnya hal-hal yang menghasilkan suara alat musik. 

Ibnu Hajar Al Haitami rahimahullah mengatakan:

Dimungkinkan untuk mengambil qiyas dalam mengharamkan syababah (klarinet), yaitu ia di-qiyas-kan dengan alat-alat musik yang haram. Karena klarinet menghasilkan nada dan irama.”

- Kaffur Ri’ai, hal. 160

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya tentang hukum mengeluarkan suara yang menyerupai musik dengan menggunakan mulut. Beliau menjawab:

Kami memandang hukumnya haram, karena ia menempati posisi alat musik. Dan alat musik hukumnya haram karena memalingkan orang dari zikir kepada Allah. Maka yang menempati posisi alat musik juga diharamkan.

- Lihat fatwa no. 1867

Adapun suara manusia yang tidak menyerupai suara alat musik, maka hukumnya mubah. Demikian juga, mubah hukum suara tetesan air, suara angin, suara hewan, seperti suara ringkikan kuda atau suara burung-burung, atau suara manusia, seperti suara tangisan, suara tertawa, suara tembakan, suara roket, suara mobil, suara barang jatuh, suara gelas pecah, dan yang lainnya yang memang demikian suara asli yang berasal darinya, bukan suara yang dibuat-buat.


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0vec9iu8QKktStHdZ95MQMooec2mb6ACB5bBjMLqosKf4tFMGiXava5kD3WXbMmkol&id=100081182600047


Atha bin Yussuf


https://t.me/AthaBinYussuf

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive