Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Monday, October 30, 2023

Laknat (3)

Laknat
Bismillah...

Melaknat Orang Muslim yang Bermaksiat atau Berbuat Kefasikan Secara Mu’ayyan

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum melaknat orang muslim yang berbuat maksiat secara spesifik (mu’ayyan). Jumhur ulama melarangnya, sedangkan yang lain membolehkannya.

a. Pendapat yang Melarang.

Ulama yang melarang berdalil dengan hadits ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu di atas tentang pemabuk yang dihukum cambuk. Dalam hadits tersebut jelas disebutkan larangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk melaknatnya, karena ia seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وأما الفاسق المعين فلا تنبغى لعنته لنهى النبى أن يلعن عبدالله بن حمار الذى كان يشرب الخمر

Adapun orang fasiq mu’ayyan, maka tidak boleh melaknatnya karena adanya larangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk melaknat ‘Abdullah bin Himaar yang biasa meminum khamr” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 6/511].

Begitu juga Ibnul-‘Arabiy rahimahullah yang berdalil dengan hadits tersebut untuk menegaskan ketidakbolehannya:

فأما العاصي المعين، فلا يجوز لعنه اتفاقا

Adapun orang yang bermaksiat mu’ayyan, maka tidak boleh melaknatnya berdasarkan kesepakatan” [Ahkaamul-Qur’aan, 1/75].

Namun klaim ijmaa’ Ibnul-‘Arabiy rahimahullah ini tidak benar.

Ketika menjelaskan hadits pelaknatan terhadap pencuri, An-Nawawiy rahimahullah berkata:

هَذَا دَلِيل لِجَوَازِ لَعْن غَيْر الْمُعَيَّن مِنْ الْعُصَاة ، لِأَنَّهُ لَعْن لِلْجِنْسِ لَا لِمُعَيَّنٍ ، وَلَعْن الْجِنْس جَائِز كَمَا قَالَ اللَّه تَعَالَى : { أَلَا لَعْنَة اللَّه عَلَى الظَّالِمِينَ } وَأَمَّا الْمُعَيَّن فَلَا يَجُوز لَعْنه

Ini adalah dalil bolehnya melaknat orang yang bermasiat tanpa penyebutan secara mu’ayyan, karena ia termasuk laknat terhadap jenis, bukan terhadap indidu tertentu. Dan pelaknatan terhadap jenis diperbolehkan sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Ingatlah laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dhalim’ (QS. Huud : 18). Adapun laknat secara individu (mu’ayyan), maka tidak diperbolehkan” [Syarh Shahiih Muslim, 11/185].

Selain hadits peminum khamr, para ulama yang melarang juga berdalil dengan hadits-hadits yang melarang adanya pelaknatan – yang diantaranya telah disebutkan diatas - .

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيْسَ بِاللَّعَّانِ وَلَا الطَّعَّانِ، وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ "

Dari ‘Abdullah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya orang mukmin itu orang yang tidak suka melaknat, mencela, berkata keji/jorok, dan kotor [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/416; shahih].

Juga hadits ini:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَامْرَأَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ عَلَى نَاقَةٍ، فَضَجِرَتْ، فَلَعَنَتْهَا، فَسَمِعَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ

Dari ‘Imraan bin Hushain, ia berkata : "Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, ada seorang wanita Anshar yang tengah mengendarai unta. Tiba-tiba unta ngadat. Lalu wanita itu melaknatnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengarnya lalu bersabda: 'Ambil beban yang ada diatas onta itu dan lepaskanlah, karena ia telah dilaknat'" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2595].

Jika binatang saja tidak boleh dilaknat, apalagi manusia ?.

b. Pendapat yang Membolehkan.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وقد تنازع الناس في لعنة الفاسق المعين فقيل إنه جائز كما قال ذلك طائفة من أصحاب أحمد وغيرهم كأبي الفرج بن الجوزي وغيره

Orang-orang berselisih pendapat tentang masalah laknat terhadap orang fasiq secara mu’ayyan. Dikatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan sebagaimana dikatakan sekelompok ashhaab Ahmad dan yang lainnya, seperti Abul-Faraj bin Al-Jauziy dan yang lainnya” [Minhaajus-Sunnah, 4/569].

Dalilnya yang mereka jadikan sandaran diantaranya:

Firman Allah ta’ala:

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ * وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima : bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta” [QS. An-Nuur : 7].

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ "

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila seorang suami mengajak istrinya ke ranjang, namun si (istri) enggan memenuhinya sehingga si suami tidur malam dalam keadaan marah, maka para malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3237].

Sisi pendalilan : Jika melaknat secara mu’ayyan merupakan perbuatan yang dilarang/diharamkan dalam syari’at, niscaya malaikat tidak akan melakukannya.

عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى الْكَعْبَةِ وَهُوَ يَقُولُ: وَرَبِّ هَذِهِ الْكَعْبَةِ، لَقَدْ " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا وَمَا وُلِدَ مِنْ صُلْبِهِ "

Dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin Az-Zubair dalam keadaan bersandar ke Ka'bah, berkata : "Demi Dzat yang memiliki Ka’bah ini, sungguh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melaknat si Fulan dan yang dilahirkan dari tulang rusuknya" [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/5; sanadnya shahih].

Dalam hadits ini, dikhabarkan beliau dengan jelas pernah melaknat seseorang secara personal.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْكُو جَارَهُ، فَقَالَ: اذْهَبْ فَاصْبِرْ، فَأَتَاهُ مَرَّتَيْنِ، أَوْ ثَلَاثًا، فَقَالَ: اذْهَبْ فَاطْرَحْ مَتَاعَكَ فِي الطَّرِيقِ، فَطَرَحَ مَتَاعَهُ فِي الطَّرِيقِ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَسْأَلُونَهُ فَيُخْبِرُهُمْ خَبَرَهُ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَلْعَنُونَهُ فَعَلَ اللَّهُ بِهِ وَفَعَلَ وَفَعَلَ فَجَاءَ إِلَيْهِ جَارُهُ، فَقَالَ لَهُ: ارْجِعْ لَا تَرَى مِنِّي شَيْئًا تَكْرَهُهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengeluhkan perihal tetangganya. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pulang dan bersabarlah". Orang itu kembali mendatangi beliau sampai dua atau tiga kali. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya : "Pulang dan lemparkanlah barang-barangmu ke jalan". Maka orang itu pun melemparkan barang-barangnya ke jalan, sehingga orang-orang bertanya kepadanya. Ia kemudian menceritakan keadaannya kepada mereka. Maka orang-orang pun melaknat tetangganya itu. Hingga tetangganya itu mendatanginya dan berkata : “Kembalikanlah barang-barangmu, engkau tidak akan melihat lagi sesuatu yang tidak engkau sukai dariku” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5153, Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 124, dan lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 3/264].

Abu Hurairah mempunyai syahiid dari Abu Juhaifah radliyallaahu ‘anhumaa yang padanya disebutkan bahwa si tetangga tersebut akhirnya menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menceritakan laknat orang-orang kepada. 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda:

إِنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ فَوْقَ لَعْنَتِهِمْ

Sesungguhnya laknat Allah diatas laknat mereka”.

Di lain riwayat:

قَدْ لَعَنَكَ اللَّهُ قَبْلَ النَّاسِ

Sungguh, Allah telah melaknatmu sebelum orang-orang” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 125, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 4235, Ath-Thabaraaniy dalam Makaarimul-Akhlaaq no. 236, dan yang lainnya; Al-Albaaniy mengatakan : ‘hasan shahih’ dalam Shahiih Al-Adabil-Mufrad hal. 71-72].

Sisi pendalilannya : Adanya taqrir beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas laknat orang-orang kepada si tetangga jahat tadi.

عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَيْهِ حِمَارٌ قَدْ وُسِمَ فِي وَجْهِهِ، فَقَالَ: " لَعَنَ اللَّهُ الَّذِي وَسَمَهُ "

Dari Jaabir : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berpapasan dengan seekor keledai yang dicap dengan besi panas di wajahnya. Maka beliau bersabda : “Allah melaknat orang yang melakukannya [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2117].

Disini beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan adanya laknat Allah terhadap orang tertentu yang telah melakukan pengecapan besi panas di wajah keledai yang beliau temui – meski orang tersebut tidak bertemu beliau waktu itu.

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ ابْنِ عُمَرَ مِنْ مَنْزِلهِ، فَمَرَرْنَا بِفِتْيَانٍ مِنْ قُرَيْشٍ، نَصَبُوا طَيْرًا يَرْمُونَهُ، وَقَدْ جَعَلُوا لِصَاحِبِ الطَّيْرِ كُلَّ خَاطِئَةٍ مِنْ نَبْلِهِمْ، قَالَ: فَلَمَّا رَأَوْا ابْنَ عُمَرَ تَفَرَّقُوا، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: مَنْ فَعَلَ هَذَا؟ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ فَعَلَ هَذَا

Dari Sa’iid bin Jubair, ia berkata : Aku keluar bersama Ibnu ‘Umar dari tempat kediamannya. Lalu kami melewati beberapa orang pemuda Quraisy yang sedang mengikat seekor burung untuk melemparinya dengan panah. Mereka membayar setiap bidikan yang meleset kepada pemilik burung. Saat melihat Ibnu ‘Umar, mereka pun bubar. Ibnu ‘Umar berkata : “Siapa yang melakukan ini ? Allah melaknat orang yang melakukan ini…” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1958, Ahmad 2/56].

Laknat Ibnu ‘Umar ini diucapkan spesifik terhadap para pemuda Quraisy yang ia temui.

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang membolehkannya, jika hanya sesekali jika ada kemaslahatan dan tidak sering melaknat.

 karena memang terbukti beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melaknat pelaku kemaksiatan secara spesifik dan mentaqrir sebagian shahabat yang melakukannya. Namun, jika pelaku kemaksiatan telah meninggal dunia, tidak boleh dilaknat dan dicaci karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا

Janganlah engkau mencaci orang yang telah mati, karena mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka lakukan dahulu (di dunia)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1393 & 6516].

Tentang pendalilan jumhur, maka itu dapat dijawab:

1. Hadits ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu hanyalah mengkhabarkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk melaknat ‘Abdullah Al-Himaar, dengan alasan ia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan memang tidak semua pelaku kemaksiatan dari kaum muslimin harus dilaknat.

Selain itu, shahabat tersebut adalah shahabat yang ikut serta dalam perang Badr. Namanya yang sebenarnya adalah An-Nu’aimaan bin ‘Amru bin Rifaa’ah bin Al-Haarits. Kedudukannya dan apa yang dilakukannya adalah seperti Haathib bin Abi Balta’ah yang membocorkan penyerangan kaum muslimin kepada saudara-saudaranya di Makkah.

2. Tentang hadits larangan melaknat, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, maka itu berlaku pada orang yang sering melaknat, bukan orang yang hanya sesekali jika ada kemaslahatan.

3. Tentang hadits larangan ‘Imraan bin Hushain, maka benar di sini terkandung larangan melaknat binatang tanpa alasan yang dibenarkan. Akan tetapi dimanakah sisi pelarangan dari hadits ini tentang melaknat orang yang melakukan kemaksiatan secara mu’ayyan ?.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, meskipun melaknat pelaku kemaksiatan itu diperbolehkan, maka kita tidak memperbanyaknya dan menjadikan perhiasan dalam perkataan kita. 

Kita dapat mencontoh Nabi kita – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – yang sangat jarang mengucapkan kata-kata laknat. Jika tidak ada maslahat, alternatif diam jauh lebih daripada mengumbar lisan.

لَا يَنْبَغِي لِصِدِّيقٍ أَنْ يَكُونَ لَعَّانًا

Tidak selayaknya bagi seorang yang shiddiiq menjadi tukang laknat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2597].

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia bicara yang baik (bermanfaat) atau diam” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6018].

Wallaahu a’lam bish-shawwaab.

Semoga ada manfaatnya.


=====🌴🌴🌴🌴🌴=====

https://abul-jauzaa.blogspot.com/2014/11/laknat.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive