Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, March 8, 2024

Yang Boleh Dilakukan Oleh Orang yang Berpuasa

Yang Boleh Dilakukan Oleh Orang yang Berpuasa
Bismillah...

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لولا أن أشق على أمتي أو على الناس لأمرتهم بالسواك مع كل صلاة

Jika aku tidak takut menyulitkan umatku – atau menyulitkan manusia – , niscaya akan kuperintahkan mereka bersiwak setiap hendak shalat” (HR. Al-Bukhari no. 887 dan Muslim no. 252; ini adalah lafadh Al-Bukhari).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengkhususkan hal itu hanya pada orang yang tidak berpuasa saja. Namun secara umum berlaku untuk orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Dan bahkan, bersiwak ini sangat dianjurkan……

2. Masuk Waktu Fajar dalam Keadaan Junub (Belum Mandi).

Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bangun pagi ketika fajar, sedangkan beliau dalam keadaan junub setelah bercampur dengan istrinya, lalu beliau mandi setelah terbit fajar dan kemudian berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits :

عن عائشة وأم سلمة - رضي الله عنهما- : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يدركه الفجر وهو جنب من أهله ثم يغتسل ويصوم

Dari Aisyah dan Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhuma : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati fajar telah terbit dan ketika itu beliau dalam keadaan junub setelah bercampur dengan istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa (HR. Al-Bukhari no. 1926 dan Muslim no. 1109; ini lafadh Al-Bukhari).

3. Berkumur dan Memasukkan Air ke dalam Hidung (Ketika Wudlu’).

Hal ini karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berkumur dan memasukkan air ke hidung saat beliau berpuasa. Hanya saja beliau melarang orang yang berpuasa untuk berlebih-lebihan dalam melakukan kedua hal tersebut. 

Laqith bin Shabirah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

... وبالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائماً

Dan bersungguh-sungguhlah kalian dalam ber-istinsyaaq (memasukkan air ke dalam hidung saat berwudlu’) kecuali bila kalian berpuasa” (HR. At-Tirmidzi no. 788, Abu Dawud no. 142, Ibnu Abi Syaibah no. 84, Ibnu Majah no. 407, dan Nasa’i dalam Al-Mujtabaa no. 87; Irwaa’ul-Ghalil no. 935).

4. Bercumbu dan Berciuman Bagi Suami Istri yang Sedang Berpuasa (bagi yg mampu menahan syahwat).

Hal ini ditegaskan oleh hadits berikut :

عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل وهو صائم ويباشر وهو صائم ولكنه أملككم لإربه

Dari ‘Aisyah radliyallaahu ta’ala ‘anhaa bahwasannya ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium dan bercumbu pada saat beliau sedang berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya diantara kalian” (HR. Al-Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106; ini adalah lafadh Muslim).

Hal itu dimakruhkan bagi orang yang masih muda dan tidak bagi yang sudah tua. 

Telah diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallaahu ‘anhuma ia berkata :

كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم فجاء شاب فقال يا رسول الله أقبل وأنا صائم قال لا فجاء شيخ فقال أقبل وأنا صائم قال نعم قال فنظر بعضنا إلى بعض فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم قد علمت لم نظر بعضكم إلى بعض ان الشيخ يملك نفسه

Kami pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba seorang pemuda mendekati beliau seraya berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku mencium istriku sedangkan aku dalam kondisi berpuasa?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Tidak boleh”. Kemudian datang seorang yang telah tua seraya berkata, "Apakah aku boleh mencium (istriku) sedangkan aku dalam kondisi berpuasa?”. Beliau menjawab, "Boleh”. Abdullah berkata, "Lalu kami saling berpandangan, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang sudah tua tersebut mampu untuk menahan nafsunya (HR. Ahmad 2/185 dan 2/220. Silsilah Ash-Shahiihah no. 1606).

5. Tranfusi Darah dan Suntikan yang Tidak Dimaksudkan Sebagai Makanan.

Syaikh Ibnu ’Utsaimin pernah ditanya tentang hukum suntikan untuk pengobatan yang dilakukan di siang hari bulan Ramadlan bagi orang yang berpuasa, maka beliau menjawab : ”Suntikan pengobatan ada dua : Pertama, suntikan infus dimana dengan suntikan ini bisa mencukupi kebutuhan makan dan minum. Maka dalam hal ini orang yang melakukannya termasuk dalam orang yang telah berbuka (batal puasanya). Nash-nash syar’i bertemu dengan satu makna yang mencakup satu bentuk dari keumuman bentuk-bentuk hukum dalam nash, maka hal itu dihukumi dengan nash tersebut. Adapun jenis yang kedua adalah suntikan yang tidak mengandung makanan dan minuman. Maka orang yang melakukannya ini bukan termasuk orang yang berbuka (tidak batal puasanya). Hal itu disebabkan karena suntikan tersebut tidak tercakup dalam konteks nash secara lafadh maupun makna. Ia bukanlah termasuk cakupan makan dan minum. Bukan pula sesuatu yang mempunyai makna makan dan minum. Hukum asal (seseorang yang melakukan puasa) adalah sah puasanya hingga tetap adanya sesuatu yang menyebabkan rusaknya berdasarkan dalil syar’i” (Fataawaa Ash-Shiyaam oleh Ibnu ’Utsaimin, hal. 58; dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad). [17]

6. Berbekam.

Pada awalnya berbekam (canduk) termasuk perkara yang membatalkan puasa sebagaimana hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :

أفطر الحاجم والمحجوم

Telah berbuka (batal puasa) orang yang berbekam dan yang dibekam” (HR. At-Tirmidzi no. 774; Abu Dawud no. 2367, 2370,2371; Ibnu Majah no. 1679. Shahih Sunan Abi Dawud 2/68).

Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum ini di-mansukh (dihapuskan) sehingga berbekam tidaklah membatalkan puasa. [18] 

Hal ini terlihat dari perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau berbekam pada saat berpuasa, sebagaimana hadits berikut :

عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وهو محرم واحتجم وهو صائم

Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu anhuma bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berbekam saat beliau dalam keadaan ihram (haji) dan pernah berbekam dalam keadaan berpuasa (HR. Bukhari no. 1938, 1939).

عن أبي سعيد الخدري قال : رخص للصائم في الحجامة والقبلة

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata : ”Telah diberikan keringanan bagi orang yang berpuasa untuk berbekam dan mencium istrinya (tidak menyebabkan batal)” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1969 dan Ad-Daruquthni no. 2262; ini adalah lafadh Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam ta’liqnya atas Shahih Ibni Khuzaimah bahwa sanad hadits ini shahih).

7. Mencicipi Makanan.

Mencicipi makanan dibolehkan bagi orang yang berpuasa dengan catatan tidak sampai masuk ke tenggorokan (tertelan). 

Hal tersebut didasarkan atsar dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma :

لا باس أن يذوق الخل ، أو الشيء ما لم يدخل حلقه وهو صائم

Tidak ada masalah untuk mencicipi cuka atau yang lainnya selama tidak dimasukkan ke dalam kerongkongannya, sedangkan dia dalam keadaan berpuasa” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 9369 dengan sanad hasan).

8. Celak, Obat Tetes Mata, dan Semisalnya yang Dimasukkan ke dalam Mata.

Memakai celak dan obat tetes mata tidak termasuk perkara yang membatalkan puasa, baik pengaruh rasanya sampai tenggorokan maupun tidak. Pendapat ini dikuatkan (ditarjih) oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah di dalam risalahnya Haqiiqatush-Shiyaam, dan juga oleh muridnya Ibnul-Qayyim dalam Zaadul-Ma’aad.

Imam Bukhari berkata dalam Shahih-nya :

ولم ير أنس والحسن وإبراهيم بالكحل للصائم بأسا

Anas, Al-Hasan, dan Ibrahim tidak mempermasalahkan celak mata bagi orang yang berpuasa” (HR. Al-Bukhari 2/39 secara mu’allaq). [19]

9. Membasahi Kepala dengan Air Dingin dan Mandi.

Al-Bukhari dalam Shahih-nya bab Ightisal Ash-Shaaim, "Ibnu Umar membasahi baju (dengan air) lalu memakainya, sedang dia berpuasa. [20] 

Asy-Sya’bi masuk ke kamar mandi, sedang dia berpuasa. [21] 

Al-Hasan berkata, "Tidak ada masalah dengan berkumur-kumur dan mendinginkan (badan) bagi orang yang berpuasa”. [22] 

Dalam suatu hadits disebutkan :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصب الماء على رأسه من الحر وهو صائم

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menyiramkan air di atas kepalanya, sedang dia berpuasa karena kepanasan. (HR. Abu Dawud no. 2365 dan Ahmad 4/63, 5/376. Shahih Sunan Abi Dawud 2/61)


Footnote:

[17] Dinukil melalui perantaraan kitab Al-Fataawaa Asy-Syar’iyyah fil-Masaailil-’Ashriyyah min Fataawaa ’Ulamaa Al-Baladil-Haraam oleh Dr. Khalid Al-Juraisy, hal. 295-296.

[18] Ada ulama lain yang berusaha menjama’ (menggabungkan) beberapa hadits yang seakan-akan bertentangan dengan penjelasan bahwasannya berbekam saat puasa itu makruh bagi orang yang fisiknya lemah yang dengan ia berbekam bisa menjadi sebab batal puasanya. Namun sebaliknya, hal itu bukan menjadi satu kemakruhan bagi orang yang mempunyai fisik kuat dimana jika ia berbekam tidak menyebabkan badannya lemah yang dengan itu bisa membatalkan puasa. (Lihat penjelasan Asy-Syaukani dalam Nailul-Authaar 4/228)

Pembolehan berbekam saat berpuasa (dan tidak menyebabkan batal) ini merupakan pendapat yang dipegang oleh Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu Mas’ud, Ummu Salamah, Al-Hasan bin ’Ali, ’Urwah bin Az-Zubair, Sa’id bin Jubair, dan imam yang tiga (kecuali Ahmad). Adapun Imam Ahmad berpendapat batalnya orang yang berpuasa karena berbekam atau membekam karena beliau men-ta’lil tambahan lafadh (واحتجم وهو صائم) ”dan berbekam dalam keadaan berpuasa”. Yang benar, tambahan lafadh tersebut adalah shahih. Silakan lihat Taudlihul-Ahkaam min-Buluughil-Maraam (2/489-493 – dalam kitab ini berbeda kesimpulan dengan apa yang kami sebutkan di sini).

[19] Atsar Anas diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia mendla’ifkannya dari jalan marfu’. Atsar Al-Hasan disambungkan sanadnya oleh ’Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah (3/47) dengan sanad shahih darinya. Adapun atsar Ibrahim, disambungkan sanadnya oleh Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah, dan Abu Dawud dengan beberapa jalan darinya, dan riwayat tersebut berkualitas shahih. (Mukhtashar Shahih Al-Bukhari 1/560 no. 368-370).

[20] HR. Bukhari 2/603 secara mu’allaq. Disambungkan sanadnya oleh Al-Bukhari dalam At-Taarikh dan Ibnu Abi Syaibah dari jalan ’Abdullah bin Abi ’Utsman bahwasannya ia melihat Ibnu ’Umar melakukan hal tersebut. (Mukhtashar Shahh Al-Bukhari 1/560 no. 359).

[21] Idem. Disambungkan sanadnya oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih darinya. (Mukhtashar Shahh Al-Bukhari 1/560 no. 360).

[22] Idem. Disambungkan sanadnya oleh ’Abdurrazzaq dengan lafadh yang semakna dengannya. Dikeluarkan juga oleh Malik dan Abu Dawud yang semisal dengannya secara marfu’. (Mukhtashar Shahh Al-Bukhari 1/560 no. 362).


•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

https://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/09/ringkasan-hukum-hukum-dalam-bulan.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive