Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Wednesday, August 15, 2018

Mengetahui Perbedaan Antara Masjid dan Mushola

Perbedaan Antara Masjid dan Mushola
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Secara bahasa, masjid [arab: مسجد] diambil dari kata sajada [arab: سجد], yang artinya bersujud. Disebut masjid, karena dia menjadi tempat untuk bersujud. Kemudian makna ini meluas, sehingga masjid diartikan sebagai tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk melaksanakan shalat.

Az-Zarkasyi mengatakan,

‎ولَمّا كان السجود أشرف أفعال الصلاة، لقرب العبد من ربه، اشتق اسم المكان منه فقيل: مسجد، ولم يقولوا: مركع

Mengingat sujud adalah gerakan yang paling mulia dalam shalat, karena kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya (ketika sujud), maka nama tempat shalat diturunkan dari kata ini, sehingga orang menyebutnya: ’Masjid’, dan mereka tidak menyebutnya: Marka’ (tempat rukuk). ” (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Makna Masjid Secara Istilah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut seluruh permukaan bumi yang digunakan untuk shalat, sebagai masjid. Dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎… وجُعِلَت لي الأرض مسجداً وطهوراً، فأيُّما رجل من أمّتي أدركته الصلاة، فليصلِّ

Seluruh permukaan bumi bisa dijadikan masjid dan alat bersuci untuk untukku. Maka siapapun di kalangan umatku yang menjumpai waktu shalat, segeralah dia shalat.” (HR. Bukhari 335 & Muslim 521)

Dalam riwayat lain, dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda,

‎وأينما أدركتك الصلاة فصلِّ، فهو مسجد

Dimanapun seseorang menjumpai waktu shalat, segera dia shalat. Karena tempatnya adalah masjid.” (HR. Bukhari 3425 & Muslim 520).

Berdasarkan hadis di atas, asal makna masjid dalam syariat adalah semua tempat di muka bumi ini yang digunakan untuk bersujud kepada Allah. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Kita memahami bahwa makna kata masjid dalam hadis di atas adalah masjid dalam makna umum. Bahwa semua permukaan bumi bisa digunakan untuk shalat, kecuali beberapa wiliyah yang dilarang untuk digunakan sebagai tempat shalat, seperti kuburan, kamar mandi, atau tempat najis dan kotoran.

Yang menjadi kajian kita adalah masjid dalam makna khusus. Yaitu tempat yang berlaku di sana hukum-hukum masjid, seperti shalat tahiyatul masjid, doa masuk-keluar masjid, larangan jual beli, dst.

az-Zarkasyi, beliau menyebutkan makna masjid menurut istilah yang dipahami kaum muslimin (urf),

‎ثم إن العُرف خصص المسجد بالمكان المهيّأ للصلوات الخمس، حتى يخرج المُصلّى المجتمع فيه للأعياد ونحوها، فلا يُعطى حكمه

Kemudian, masyarakat muslim memahami bahwa kata masjid hanya khusus untuk tempat yang disiapkan untuk shalat 5 waktu. Sehingga tanah lapang tempat berkumpul untuk shalat id atau semacamnya, tidak dihukumi sebagai masjid. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Kemudian, dalam Fatawa Lajnah Daimah ketika menjelaskan pengertian masjid dinyatakan,

‎المسجد لغة موضع السجود. وشرعا كل ما أعد ليؤدي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة

Masjid secara bahasa artinya tempat sujud, dan secara pengertian syariat, masjid berarti setiap tempat yang disiapkan untuk pelaksanaan shalat jamaah 5 waktu oleh kaum muslimin.

‎وحدود المسجد الذي أعد ليصلي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة هي ما أحاط به من بناء أو أخشاب أو جريد أو قصب أو نحو ذلك، وهذا هو الذي يعطى حكم المسجد من منع الحائض والنفساء والجنب ونحوهم من المكوث فيه…”

Batasan masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu oleh kaum muslimin secara berjamaah, adalah bangunan yang dikelilingi tembok atau kayu atau pelepah, atau bambu atau semacamnya. Inilah wilayah yang berlaku hukum-hukum masjid, seperti larangan larangan bagi wanita haid, nifas, atau orang junub untuk tinggal di dalamnya. (Majmu’ Fatawa Lajnah Daimah, jilid 6, no. 221).

Masjid Jami’

Istilah lain yang perlu kita catat terkait kata masjid adalah kata jami’. Ada istilah masjid jami’. Dalam kitab al-Masajid, Dr. Said al-Qohthani menjelaskan,

‎أما الجامع: فهو نعت للمسجد، سمّي بذلك؛ لأنه يجمع أهله؛ ولأنه علامة للاجتماع، فيقال: المسجد الجامع… ويقال للمسجد الذي تُصلَّى فيه الجمعة، وإن كان صغيراً؛ لأنه يجمع الناس في وقت معلوم

Adapun kata ‘al-Jami’ ini merupakan kata sifat untuk masjid. Disebut jami’, karena masjid ini mengumpulkan seluruh jamaahnya, dan merupakan tanda berkumpulnya manusia. Kita sebut Masjid Jami’… istilah ini dipakai untuk menyebut masjid yang digunakan untuk shalat Jum'at, meskipun masjid ini kecil. Karena masjid ini mengumpulkan masyarakat di waktu tertentu. (al-Masajid, hlm. 7).

Mushola Rumah atau Ruang Shalat di Kantor

Di beberapa rumah kaum muslimin, terkadang terdapat satu ruang khusus untuk shalat. Apakah tempat semacam ini bisa kita sebut masjid?, sehingga memiliki hukum khusus seperti umumnya masjid.

Diantara batasan masjid yang telah disebutkan,

tempat yang disiapkan untuk pelaksanaan shalat jamaah 5 waktu oleh kaum muslimin

Kriteria semacam ini tidak ada untuk mushola rumah, karena Musholah rumah milik pribadi, sehingga tidak semua kaum muslimin bisa shalat jamaah di sana. Pemilik rumah memungkinkan untuk menjualnya atau menggantinya menjadi ruang lain.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang tempat yang disediakan di kantor untuk shalat 5 waktu, sementara status bangunan kantor itu adalah sewa. Apakah bisa dihukumi masjid? Jawaban beliau,

‎هذا ليس له حكم المسجد ، هذا مصلى بدليل أنه مملوك للغير وأن مالكه له أن يبيعه ، فهو مصلى وليس مسجدا فلا تثبت له أحكام المسجد…

Tempat semacam ini tidak memiliki hukum masjid, ini tempat shalat biasa, dengan alasan, dimiliki orang lain, dan pemiliknya berhak menjualnya. Ini hanya tempat shalat dan bukan masjid, sehingga tidak memiliki hukum masjid…

‎سؤال : ولا تشرع تحية المسجد ؟ الجواب : ولا تشرع ، لكن له أن يصلي سنة عادية

Berarti tidak dianjurkan shalat tahiyatul masjid? Tanya tambahan.

Jawab beliau,

Tidak dianjurkan, namun jamaah boleh shalat sunah seperti biasa.” (Fatawa Islam no. 4399)

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

‎مسجد البيت ليس بمسجد حقيقةً ولا حكماً ، فيجوز تبديله ، ونوم الجنب فيه

Masjid rumah (tempat shalat di rumah), bukan masjid yang hakiki, tidak pula dihukumi masjid. Sehingga boleh diubah menjadi ruang lainnya atau boleh juga orang junub tidur di dalamnya. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 5/212).

Kesimpulan:

Dari pembahasan di atas, ada beberapa catatan yang bisa kita simpulkan,

1. Semua permukaan bumi yang suci, bisa digunakan sebagai tempat shalat. Dan itulah makna kata masjid secara bahasa.

2. Bangunan yang memiliki hukum masjid ada dua :
     Masjid biasa: semua yang digunakan untuk shalat jamaah 5 waktu oleh kaum muslimin.
     Masjid Jami’ : itulah masjid yang digunakan shalat 5 waktu dan untuk Jum'atan.

3. Mushola umum tempat shalat 5 waktu, dalam pengertian syariat termasuk masjid biasa. Karena tempat ini bersifat permanen, menjadi milik masyarakat umum dan digunakan kaum muslimin untuk shalat jamaah 5 waktu.

4. Semua bangunan yang dihukumi masjid, maka berlaku ketentuan sebagai masjid, seperti dianjurkan shalat tahiyatul masjid, wanita haid dan orang junub tidak boleh menetap, dst.

5. Mushola rumah atau kantor yang tidak permanen dan hanya digunakan untuk shalat sementara waktu, tidak dihukumi sebagai masjid.

6. Semua bangunan yang TIDAK dihukumi masjid, maka TIDAK berlaku ketentuan sebagai masjid, sehingga tidak ada anjuran untuk shalat tahiyatul masjid, wanita haid dan orang junub boleh menetap, dst.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive