Beliau rahimahullah menjawab,
“Yang paling tepat dari perkataan para ulama dalam masalah ini adalah pendapat yang pertengahan, bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki, namun tidak wajib bagi wanita. Perbedaannya sangat jelas sekali karena kulit khitan yang ada pada laki-laki, jika dibiarkan, dapat memberikan efek bahaya ketika kencing. Efek lainnya lagi, kemaluannya akan lebih mudah terkontaminasi di daerah antara kulit khitan–yang nanti akan dipotong–dan kemaluannya. Hal ini tidak kita jumpai pada wanita. Oleh karena itu, yang benar di antara pendapat ulama tentang masalah ini, khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunah bagi wanita.“
“Sebagian ulama memang mengatakan bahwa khitan wajib bagi keduanya. Sebagian yang lain mengatakan bahwa hukum khitan itu hanyalah sunah bagi keduanya. Namun, yang tepat adalah pendapat yang pertengahan, bahwa hukum khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunah bagi wanita.” (Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh, Syekh Muhammad bin Shaleh Al-‘Utsaimin, kaset no. 16)
Riyadh, KSA, 16 Dzulhijjah 1431 H (22/11/2010 M)
Oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal (Rumaysho)
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.