Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Dibolehkan ada kesepakatan denda keterlambatan, selama akad yang dilakukan bukan utang piutang.
Untuk semua transaksi pascabayar, dimana konsumen menggunakan dulu, baru bayar seusai pemakaian, termasuk jual beli kredit. Objek diterima konsumen, baru dibayar belakangan. Ini berlaku, baik untuk objek barang maupun jasa.
Dan dalam akad kredit, jika konsumen dibebani kenaikan harga, karena tidak bisa membayar tepat pada saat jatuh tempo, maka termasuk bentuk riba. Bahkan termasuk salah satu diantara bentuk riba jahiliyah.
Qatadah – ulama tabiin –, seperti yang disebutkan al-Hafidz Ibnu Hajar, beliau menjelaskan riba jahiliyah dalam jual beli kredit, yang harganya bertambah ketika tidak bisa dilunasi ketika jatuh tempo,
إِنَّ رِبَا أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَبِيع الرَّجُل الْبَيْع إِلَى أَجَل مُسَمَّى , فَإِذَا حَلَّ الْأَجَل وَلَمْ يَكُنْ عِنْد صَاحِبه قَضَاءٌ ، زَادَ وَأَخَّرَ عَنْهُ
“Bentuk riba jahiliyah, si A menjual barang kepada si B secara kredit sampai batas tertentu. Ketika tiba jatuh tempo, sementara si B tidak bisa melunasi, harga barang dinaikkan dan waktu pelunasan ditunda.” (Fathul Bari, 4/313)
Dalam salah satu qarar Majma’ al-Fiqh al-Islami pada muktamarnya ke-12 di Riyadh th. 1421 H,
membahas tentang as-Syarthul Jaza’i (ketentuan adanya denda bagi pihak menyalahi kesepakatan), menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya,
يجوز أن يشترط الشرط الجزائي في جميع العقود المالية ما عدا العقود التي يكون الالتزام الأصلي فيها دينًا ؛ فإن هذا من الربا الصريح
Boleh menetapkan ketentuan ada denda dalam semua akad terkait harta, selain akad yang tanggung jawab aslinya berbasis transaksi utang piutang. Karena ini jelas ribanya.
Denda Telat Bayar Kontrakan
Ada 2 kasus dalam hal ini yang bentuknya berbeda,
Kasus pertama, si A tinggal di rumah kontrakan milik B, kemudian di akhir tahun si A baru bayar senilai 10jt (misalnya). Pada saat si A menggunakan rumah itu selama setahun, yang terjadi si A memiliki utang kepada si B senilai 10jt. Jika si B menetapkan adanya denda karena keterlambatan ini, berarti si B mengambil manfaat dari utang 10jt yang harus dibayarkan si A. Dan semua bentuk mengambil manfaat dari utang adalah riba..
Sahabat Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu mengatakan,
كل قرض جر منفعة فهو ربا
“Setiap piutang yang memberikan keuntungan maka (keuntungan) itu adalah riba.”
Kasus kedua, si A tinggal di kontrakan milik si B dengan membayar di depan untuk rentang selama setahun. Misalnya, sampai bulan desember. Namun sampai masuk tahun kedua, si A tidak kunjung meninggalkan kontrakan sampai bulan maret, bolehkah si B meminta denda?
Yang terjadi pada kasus kedua ini bukan utang piutang. Tetapi sewa dengan kelebihan dari waktu yang disepakati. Dan Sewa-menyewa (Ijarah) didefinisikan dengan
عقد على المنافع بعوض
“Akad jual beli jasa atau manfaat suatu benda.” (Fiqh Sunah, 3/177)
Si A telah mendapat manfaat dari rumah itu selama 3 bulan. Karena itu, si B mempunyai hak untuk menarik bayaran dari si A, karena telah menggunakan rumahnya selama 3 bulan. Dan ini bukan riba.
Allahu a’lam.
👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
===============================
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.