Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, December 21, 2018

Menikahi Ibu Tiri, Itu Kekafiran

Menikahi Ibu Tiri, Itu Kekafiran
Assalaamualaykum,.. ustad ana krisna 21thn mau bertanya ustad, jika ada seorang ayah berumur 45th menikah kembali setelah d tinggal mati istri dgn wanita muda yg kebetulan seumuran dgn anak laki”ny yaitu 27th, tiba” sang ayah meninggal, lalu si anak ingin menikahi ibu tiri’a, dan kebetulan jg ibu tiri’a itu tidak mempunyai anak dr almarhum si ayah, klo berdasarkan Al-quran apa d perbolehkan? dan apa pny hubungan darah dgn anak tiri tadi
mohon penjelasannya ustad,…

via Tanya Ustadz for Android

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

🔘 Pertama, Ibu tiri termasuk mahram. Karena Allah melarang seseorang menikahi ibu tirinya.

Allah berfirman,

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا

Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali kejadian di masa lampau (zaman jahiliyah). Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan. (QS. an-Nisa: 22)

Karena itu, semua bentuk pernikahan antara anak dengan ibu tirinya, statusnya batal.

🔘 Kedua, islam membedakan konsekuensi antara berzina dengan pernikahan yang statusnya batal.

Orang yang melakukan zina, berarti dia melakukan dosa besar, berhak mendapatkan hukuman had cambuk 100 kali atau rajam dengan aturan yang ditetapkan, namun mereka tidak dikafirkan.

Allah berfirman,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus dali cambukan. (QS. an-Nur: 2)

🔘 Ketiga, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hukuman yang berbeda untuk kasus menikahi ibu tiri, mantan istri ayah.

al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

لَقِيتُ خَالِى وَمَعَهُ الرَّايَةُ فَقُلْتُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أَرْسَلَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى رَجُلٍ تَزَوَّجَ امْرَأَةَ أَبِيهِ مِنْ بَعْدِهِ أَنْ أَضْرِبَ عُنُقَهُ

Saya ketemu pamanku yang sedang membawa bendera. Akupun bertanya, “Mau ke mana?”

Beliau mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk menemui seseorang yang menikahi istri ayahnya setelah si ayah meninggal, aku hendak memenggal kepalanya.” (HR. Ahmad 19061, Nasai 3344, Turmudzi 1414, dan dishahihkan al-Albani).

Dalam hadis ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hukuman untuk kasus menikahi ibu tiri, yang berbeda dengan hukuman pelaku zina. Orang yang menikahi ibu tiri, diberi hukuman bunuh.

🔘 Keempat, salah satu diantara sebab dijatuhkannya hukuman bunuh dalam islam adalah karena murtad, apapun sebab murtadnya. Dan termasuk perbuatan yang menyebabkan pelakunya jadi murtad adalah meyakini halal apa yang Allah haramkan. Karena tindakan semacam ini termasuk mendustakan ketetapan Allah.

Karena itulah, hukuman bunuh yang diberikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kasus di atas, bukan untuk perbuatan zina yang dia kerjakan, namun karena pelaku perbuatan ini telah menghalalkan apa yang Allah haramkan. Dengan adanya akad nikah, berarti dia meyakini apa yang dia perbuat statusnya halal.

At-Thahawi dalam Syarh Ma’ani al-Atsar menjelaskan,

فلما لم يأمر النبي صلى الله عليه وسلم بالرجم، وإنما أمره بالقتل، ثبت بذلك أن ذلك القتل ليس بحد للزنا، ولكنه لمعنى خلاف ذلك، وهو أن ذلك المتزوج فعل ما فعل من ذلك على الاستحلال، كما كانوا يفعلون في الجاهلية، فصار بذلك مرتدا

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk merajam orang itu, namun beliau perintahkan untuk dibunuh, bisa disimpulkan bahwa pembunuhan itu bukan karena pelanggaran zina, namun karena pelanggaran lain, yaitu bahwa orang yang menikah dengan ibu tirinya, berani melakukan demikian karena dia meyakini bahwa tindakannya itu halal. Sebagaimana dulu pernah dia lakukan di masa jahiliyah. Sehingga perbuatannya ini terhitung murtad. (Syarh Ma’ani al-Atsar, 3/149)

Keterangan yang sama juga disampaikan as-Syaukani dalam Nailul Authar,

والحديث فيه دليل على  أنه يجوز للإمام أن يأمر بقتل من خالف قطعيات الشريعة كهذه المسألة، فإن الله تعالى يقول: وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء،  ولكنه لا بد من حمل الحديث على أن ذلك الرجل الذي أمر صلى الله عليه وسلم بقتله، عالم بالتحريم، وفعله مستحلا، وذلك من موجبات الكفر

Hadis ini menunjukkan bahwa imam boleh memerintahkan untuk membunuh orang yang melanggar prinsip penting dalam masalah syariat, seperti larangan menikahi ibu tiri. Karena Allah telah menegaskan,

وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء

Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu

Hanya saja, kita harus memahami hadis itu dengan batasan, bahwa orang yang diperintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibunuh itu mengetahui bahwa perbuatannya adalah haram, sementara dia melakukannya karena meyakini halalnya yang dia kerjakan. Dan ini yang menyebabkan dia dikafirkan. (Nailul Authar, 7/137).

Demikian, Allahu a’lam.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive