Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Tuesday, January 8, 2019

Wanita Haid Ikut Ta’ziyah - Bag.1

Wanita Haid Ikut Ta’ziyah - Bag.1
Assalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh ustadz atau ustadzah, saya baru mengenal da’wah salaf. Beberapa waktu yang lalu, secara tidak sengaja saya mengikuti dauroh di masjid UGM kemarin. Saya ditanya bude saya, bolehkah wanita yg sdg haid ikut ta’ziyah, tapi hanya datang ke rumah yang sedang ditimpa musibah, tidak sampai ikut ke pemakaman. Jazakumullohu khoiron katsir atas jawabanya.

Penanya: Ummu Izzah

Jawaban:

Kepada Ukhti Ummu Izzah, Assalamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad. Amma ba’du.

Sebelumnya, kami memohon maaf atas keterlambatan jawaban ini. Tidak ada yang patut kita ucapkan selain rasa syukur kepada Allah atas anugerah-Nya kepada hati kita yang telah jatuh cinta dengan manhaj Salaf, ridhwanullaahi ‘alaihim ajma’iin. Saudariku, kedudukan seorang wanita muslimah yang shalihah dalam pandangan salafush shalih adalah sangat terhormat. Karena dia adalah penanggung jawab ketenteraman rumah suaminya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia bertanggung jawab atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Apalagi jika wanita tersebut adalah wanita yang memahami seluk beluk ajaran agama-Nya. Sebagaimana yang ada pada diri Ibunda ‘Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha yang telah berjasa besar menyampaikan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Sehingga beliau tercatat sebagai salah seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Semoga Allah mengaruniakan kepada wanita-wanita muslimah di negeri kita dan di seluruh negeri kaum muslimin sikap tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya dan senantiasa menjaga kehormatan mereka.

Adapun yang ukhti tanyakan tentang hukum wanita mengikuti ta’ziyah padahal dia sedang haid, maka sebatas yang kami ketahui seorang wanita yang haid atau nifas (pendarahan karena melahirkan) itu dilarang untuk melakukan beberapa hal yaitu: sholat atau thawaf di Ka’bah, berpuasa dan berhubungan suami istri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sholat tidak akan diterima tanpa suci.” (HR. Muslim)

Thawaf juga tidak boleh karena Nabi menyebut thawaf termasuk sebagai sholat. Beliau bersabda, “Thawaf mengelilingi Ka’bah adalah sholat, hanya saja Allah membolehkan bercakap-cakap di dalamnya.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Syaikh Abdul ‘Azhim Badawi, Shahih Jami’ush Shaghir no. 3954, Al Wajiz, hal. 38).

‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Dahulu kami mengalami haid di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kami pun diperintahkan untuk mengqadha’ (mengganti) puasa (di hari lain) dan kami tidak diperintahkan mengqadha’ sholat.” (Muttafaq ‘alaih)

Sedangkan larangan berhubungan intim bagi wanita haid terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Lakukanlah apapun kecuali hubungan intim.” (HR. Muslim, dll Shahih Jami’ush Shaghir 527, Al Wajiz, hal. 52)

Adapun larangan bagi kaum wanita dan juga kaum pria ketika terjadi musibah kematian di antara mereka ialah:

Meratapi mayit (niyahah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perempuan yang meratap dan tidak bertaubat sebelum matinya maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dalam keadaan mengenakan jubah dari ter dan dibungkus baju dari kudis.” (HR. Muslim, Ash Shahihah 734, Al Wajiz, hal. 162).

Menampar-nampar pipi dan merobek-robek kain pakaian sebagai ekspresi perasaan tidak terima dengan takdir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek kerah baju dan menyeru dengan seruan jahiliah.” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Mencukur rambut karena tertimpa musibah. Sahabat Abu Musa mengatakan, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari shaaliqah, haaliqah dan syaaqqah.” (Muttafaq ‘alaih). Shaaliqah adalah perempuan yang menangis dengan keras-keras. Haaliqah adalah perempuan yang mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah, sedangkan Syaaqqah adalah wanita yang menyobek-nyobek pakaiannya karena tidak terima dengan ketetapan takdir dari Allah (lihat Al Wajiz, hal. 162, Taisirul ‘Allaam, I/319).

Mengurai atau mengacak-acak rambut. Hal ini berdasarkan salah satu isi janji setia kaum wanita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu, “(Kami berjanji) untuk tidak mengacak-acak rambut (ketika tertimpa musibah).” (HR. Abu Dawud, Al Jana’iz, hal. 30, shahih, lihat Al Wajiz hal. 162).

Sedangkan amalan yang sangat dianjurkan adalah menyolati jenazah dan mengikuti iringan jenazahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mensholati jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya maka dia mendapat pahala satu qirath. Dan apabila dia juga mengiringinya maka dia mendapat pahala dua qirath” Ditanyakan kepada beliau, “Apa maksud dari dua qirath?” Beliau menjawab, “Yang terkecil dari keduanya (satu qirath) ialah serupa dengan besarnya Gunung Uhud.” (HR. Muslim). Akan tetapi keutamaan mengikuti iringan jenazah ini hanya berlaku bagi kaum lelaki, bukan bagi kaum perempuan. Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Kami (kaum wanita) dilarang untuk mengikuti iringan jenazah namun beliau tidak keras dalam melarangnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dan termasuk amalan yang disyariatkan ialah melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah ialah menyuruh keluarga yang ditinggal mati untuk bersabar, membuat mereka terhibur dan tabah sehingga akan meringankan penderitaan yang mereka rasakan dan mengurangi kesedihan hati mereka. Ini bisa dilakukan oleh kaum laki-laki maupun wanita. Nabi bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menta’ziyahi saudaranya karena musibah yang menimpanya melainkan Allah ‘azza wa jalla memberinya pakaian kemuliaan pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad jayyid, Ensiklopedi Muslim, hal. 391). Hal itu bisa dilakukan dengan menyampaikan nasihat dan ucapan yang baik kepada keluarganya, semacam mengatakan, “Sesungguhnya hak Allah untuk mengambil sesuatu yang menjadi milik-Nya. Dan Dia lah yang berhak menarik apa yang sudah diberikan. Dan segala sesuatu sudah ditetapkan ajalnya maka sabar dan harapkanlah pahala.” (lihat Ensiklopedi Muslim, hal. 391, Al Wajiz, hal. 181, Ukhti juga bisa mendapatkan bimbingan audio visual penyelenggaraan Jenazah di dalam VCD Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah yang diterbitkan oleh saudara-saudara kami yang tergabung dalam Al Markaz production, semoga Allah mengganjar mereka dengan pahala sebesar-besarnya).


Bersambung ke Bagian-2...

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive