Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Tuesday, January 8, 2019

Wanita Haid Ikut Ta’ziyah - Bag.2

Wanita Haid Ikut Ta’ziyah - Bag.2
Lanjutan dari Bagian-1...

Ketika melakukan ta’ziyah seyogyanya dijauhi dua perkara yaitu:

1. Pertama, sengaja berkumpul-kumpul di tempat kematian; seperti di rumahnya, pekuburan atau di masjid.
2. Kedua, keluarga mayit membuatkan makanan bagi para pelayat.

Kedua hal ini terlarang berdasarkan ijma’ (konsensus) para Sahabat. Jarir bin Abdullah Al Bajali radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Kami (para sahabat) mengategorikan perbuatan berkumpul-kumpul di tempat keluarga mayit serta membuat jamuan makan (untuk pelayat) sesudah penguburannya adalah termasuk niyahah (meratapi mayit).” (HR. Ibnu Majah, Shahih Ibnu Majah 1308) dan meratapi mayit adalah haram.

Adapun amalan yang dituntunkan ialah kerabat atau tetangga-tetangganyalah yang membuatkan makanan untuk keluarga si mayit. Karena ketika diumumkan kematian Ja’far yang terbunuh dalam perang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena sesungguhnya mereka telah tertimpa urusan yang menyibukkan mereka.” (HR. Abu Dawud, dll). Sunnah inilah yang dipegang oleh Imam Syafi’i rahimahullah (lihat Al Munakhkhalah, hal. 66). Imam Asy Syafi’i sendiri tidak menyukai adanya berkumpul di rumah ahli mayit ini, seperti yang beliau kemukakan dalam kitab Al Umm, sebagai berikut, “Aku tidak menyukai ma’tam, yaitu berkumpul (di rumah keluarga mayit), meskipun di situ tidak ada tangisan, karena hal itu malah akan menimbulkan kesedihan baru.” (Asy Syafi’i, Al Umm, juz 1, hal. 248, dicuplik dari Tahlilan dan Selamatan Menurut Mazhab Syafi’i, hal. 18). Lalu apa yang harus dilakukan? Imam Syafi’i mengatakan, “Dan aku menyukai, bagi jiran (tetangga) mayit atau sanak kerabatnya, membuatkan makanan untuk keluarga mayit, pada hari datangnya musibah itu dan malamnya, yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, dan amalan yang demikian itu adalah sunnah (tuntunan Nabi).” (Asy Syafi’i, Al Umm, juz 1, hal. 247, dicuplik dari Tahlilan dan Selamatan Menurut Madzhab Syafi’i, hal. 27). Lihatlah keadaan sebagian orang yang mengaku bermazhab Syafi’i di negeri ini yang tenggelam dalam penyimpangan dari Sunnah Nabi ini, jauh sekali mereka dengan ajaran gurunya. Wallaahul musta’aan.

Dan apabila mayit telah dikuburkan maka kaum wanita dilarang sering-sering melakukan ziarah kubur. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat (dalam riwayat lain: Allah melaknat) para wanita yang sering berziarah kubur (zawwaraatul qubur).” (HR. Tirmidzi II/156 dan Ibnu Majah I/478) (lihat Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani, hal. 179, Al Munakhkhalah, hal. 66).

Adapun apabila hal itu dilakukan oleh kaum wanita tidak secara berulang-ulang maka para ulama berselisih pendapat; ada yang memakruhkan (hadits di atas adalah salah satu dalil mereka) dan ada yang membolehkan (mereka berdalil dengan perbuatan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang menziarahi kuburan saudaranya Abdurrahman). ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Ya, dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ziarah kubur kemudian beliau memerintahkannya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dan dishahihkan Adz Dzahabi) (lihat Ensiklopedi Muslim, hal. 394)

Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa dalam masalah ziarah kubur bagi wanita para ulama terbagi menjadi 4 pendapat, ada yang mengharamkannya, ada yang memakruhkan, ada yang membolehkan dan ada yang menyunahkannya. Dan dalam hal ini Syaikh ‘Utsaimin menguatkan pendapat yang mengharamkan.

Sedangkan pendapat yang dipilih oleh para ulama ahli tahqiq (penelitian) seperti Al Qurthubi, Ash Shan’ani, Asy Syaukani dan juga dipilih oleh Imam Al Albani (dalam Ahkamul Janaa’iz, hal. 235) ialah mengharamkan wanita sering-sering berziarah kubur namun beliau juga mengatakan bahwa pada asalnya wanita juga disunahkan berziarah berdasarkan keumuman hadits. Adapun teks riwayat hadits di dalam kitab-kitab Sunan yang menceritakan bahwa Nabi melaknat Zaa’iraatul Qubur (artinya: para wanita peziarah kubur, tidak menunjukkan makna sering) adalah riwayat yang mungkar dan lemah karena di dalam rantai periwayatannya ada seorang periwayat yang bernama Abu Shalih bekas budak Ummu Hani’ bintu Abu Thalib yang bernama Badzam atau Badzan dan dia adalah periwayat yang dha’if/lemah sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Ahkamul Janaa’iz.

Larangan lainnya adalah menyembelih hewan di atas kubur berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad shahih dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada penyembelihan di atas kubur di dalam Islam.” Wallahu a’lam. (lihat Al Munakhkhalah An Nuniyah, hal. 66, Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani, hal. 179, silakan baca pula Ringkasan Hukum-Hukum Lengkap Masalah Jenazah karya Syaikh Ali bin Hasan penerbit Putsaka Imam Bukhari).

Nah, berdasarkan hadits-hadits dan keterangan-keterangan para ulama yang kami ketahui ini ternyata tidak disebutkan adanya larangan bagi kaum wanita yang haid untuk ikut berta’ziyah. Sehingga pertanyaan Bude Ukhti tersebut sudah terjawab; bahwa sekedar mengunjungi rumah orang yang ditimpa musibah untuk menghiburnya (ingat ya, bukan untuk berkumpul-kumpul dan bukan untuk mengikuti jamuan makan di sana) maka hal itu diperbolehkan bagi wanita haid berdasarkan dalil-dalil umum yang ada. Dan perbuatan wanita tersebut untuk tidak mengikuti sampai pemakaman adalah sudah benar, sebagaimana penjelasannya sudah disampaikan di depan.

Alhamdulillah. Dan apabila ada pendapat yang lebih kuat dari pendapat ini maka kami siap untuk rujuk kepada al haq. Karena kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti. Wallahu a’lam bish shawaab. Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.

👤 Dijawab oleh: Ustadz Abu Muslih Ari Wahyudi

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive