Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Sunday, February 3, 2019

Keutamaan dan Kemuliaan Do'a

Keutamaan dan Kemuliaan Do'a
[1]. Do’a adalah ibadah berdasarkan firman Allah :
Artinya : Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. [Ghafir : 60].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Syaikh Taqiyuddin Subki berkata : Yang dimaksud do'a dalam ayat di atas adalah do'a yang bersifat permohonan, dan ayat berikutnya ‘an ‘ibaadatiy menunjukkan bahwa berdo'a lebih khusus daripada beribadah, artinya barangsiapa sombong tidak mau beribadah, maka pasti sombong tidak mau berdo'a.

Dengan demikian ancaman ditujukan kepada orang yang meninggalkan do'a karena sombong dan barangsiapa melakukan perbuatan itu, maka dia telah kafir. Adapun orang yang tidak berdo'a karena sesuatu alasan, maka tidak terkena ancaman tersebut. Walaupun demikian memperbanyak do'a tetap lebih baik daripada meninggalkannya sebab dalil-dalil yang menganjurkan berdo'a cukup banyak. [Fathul Bari 11/98].

Dari Nu’man bin Basyir bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Do'a adalah ibadah”, kemudian beliau membaca ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu”. [Ghafir : 60].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi berkata : Sebaiknya hadits Nu’man di atas difahami secara arti bahasa, artinya berdo'a adalah memperlihatkan sikap berserah diri dan membutuhkan Allah, karena tidak dianjurkan ibadah melainkan untuk berserah diri dan tunduk kepada Pencipta serta merasa butuh kepada Allah. Oleh karena itu Allah mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya : “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu”. Dalam ayat ini orang yang tidak mau tunduk dan berserah diri kepada Allah disebut orang-orang yang sombong, sehingga berdo'a mempunyai keutamaan di dalam ibadah, dan ancaman bagi mereka yang tidak mau berdo'a adalah hina dina. [Fathul Bari 11/98].

Catatan :
Hadits yang berbunyi :

“Artinya : do'a adalah initi ibadah” [Hadits Dhaif]
[Didhaifkan Al-Albani, Ta’liq ‘ala Misykatul Masabiih 2/693 No. 2231]

[2]. Do'a adalah ibadah yang paling mulia di sisi Allah, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah daripada do'a”. [Sunan At-Timidzi, bab Do’a 12/263, Sunan Ibnu Majah, bab Do’a 2/341 No. 3874. Musnad Ahmad 2/362].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa makna hadits tersebut adalah tidak ada sesuatu ibadah qauliyah (ucapan) yang lebih mulia di sisi Allah daripada do'a, sebab membandingkan sesuatu harus sesuai dengan substansinya. Sehingga pendapat yang mengatakan bahwa shalat adalah ibadah badaniyah yang paling utama sehingga hal ini tidak bertentangan dengan firman Allah.

Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu”. [Al-Hujurat : 13].

[3]. Allah murka terhadap orang-orang yang meninggalkan do'a, berdasarkan hadits bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan memurkainya”. [Sunan At-Tirmidzi, bab Do’a 12/267-268].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi berkata : “Makna hadits di atas yaitu barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Dia akan murka begitu pula sebaliknya Dia sangat senang apabila diminta hamba-Nya”. [Fathul Bari 11/98]

Imam Al-Mubarak Furi berkata bahwa orang yang meninggalkan do'a berarti sombong dan merasa tidak membutuhkan Allah.

Imam At-Thaibi berkata bahwa Allah sangat senang tatkala dimintai karunia-Nya, maka barangsiapa yang tidak memohon kepada Allah, maka berhak mendapat murka-Nya.

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa permohonan hamba kepada Allah merupakan kewajiban yang paling agung dan paling utama, karena menghindar dari murka Allah adalah suatu yang menjadi keharusan. [Mura’atul Mashabih 7/358]

[4]. Do'a mampu menolak takdir Allah, berdasarkan hadits dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali do'a”. [Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306]

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud adalah, takdir yang tergantung pada do'a dan berdo'a bisa menjadi sebab tertolaknya takdir karena takdir tidak bertolak belakang dengan masalah sebab akibat, boleh jadi terjadinya sesuatu menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sesuatu yang lain termasuk takdir. Suatu contoh berdo'a agar terhindar dari musibah, keduanya adalah takdir Allah. Boleh jadi seseorang ditakdirkan tidak berdo'a sehingga terkena musibah dan seandainya dia berdo'a, mungkin tidak terkena musibah, sehingga do'a ibarat tameng dan musibah laksana panah. [Mura’atul Mafatih 7/354-355].

Syaikh Utsaimin ditanya : “Kita sering mendengar orang berdo'a : Ya Allah kami tidak memohon agar takdir kami dirubah akan tetapi kami meminta kelembutan dalam takdir tersebut. Apakah do'a tersebut dibolehkan .?”

Jawaban :
Berdo'a seperti itu dilarang dan haram sebab do'a bisa merubah takdir seperti yang telah disebutkan dalam hadits di atas. Bahkan orang yang berdo'a seperti itu menantang Allah dan seakan mengatakan : “Ya Allah takdirkanlah kepadaku apa saja yang Engkau kehendaki tetapi berilah kelembutan dalam takdir tersebut”.

Seharusnya orang yang berdo'a berketetapan hati dalam do'anya, seperti berdo'a : Ya Allah kami memohon rahmat-Mu dan kami berlindung dari siksaan-Mu, dan do'a semisalnya. Apabila seorang berdo'a kepada Allah agar tidak dirubah takdirnya, maka apa manfaatnya sementara do'a bisa merubah takdir, dan bisa jadi takdir tersebut hanya bisa berubah lantaran do'a. Yang penting do'a tersebut di atas tidak boleh dan hendaknya dihindarkan serta barangsiapa yang mendengar do'a seperti itu sebaiknya menasehatinya. [Liqa’ Babul Maftuh 5/45-46]

[5]. Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu berdo'a berdasarkan hadits Nabi bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Orang yang lemah adalah orang yang meninggalkan berdo'a dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil terhadap salam”. [Al-Haitsami, kitab Majma’ Az-Zawaid. Thabrani, Al-Ausath. Al-Mundziri, kitab At-Targhib berkata : Sanadnya Jayyid (bagus) dan dishahihkan Al-Albani,As-Silsilah Ash-Shahihah 2/152-153 No. 601].

Imam Manawi berkata bahwa yang dimaksud dengan ‘Ajazu an-naasi adalah orang yang paling lemah akalnya dan paling buta penglihatan hatinya, dan yang dimaksud dengan Min ‘ajzin ‘an ad-dua’i adalah lemah memohon kepada Allah terlebih pada saat kesusahan dan demikian itu bisa mendatangkan murka Allah karena dia meninggalkan perintah-Nya padahal berdo'a adalah perkerjaan yang sangat ringan.[Faidhul Qadir 1/556].

Ahli syair berkata.

Janganlah kamu meminta kepada manusia, memintalah
kepada Dzat yang pintu-Nya tidak pernah tertutup.

Allah akan murka jika engkau tidak meminta-Nya,
sementara manusia marah jika sering diminta.
Syair di atas menjadi bantahan terhadap anggapan bahwa yang lebih baik tidak berdo'a.

[6]. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan berdo'a, barangsiapa yang meninggalkan do'a berarti menentang perintah Allah dan barangsiapa yang melaksanakan berarti telah memenuhi perintah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. [Al-Baqarah : 186].

Syaikh Sa’di mengatakan bahwa ayat di atas sebagai jawaban atas pertanyaan para sahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka bertanya : Wahai Rasulullah, apakah Allah dekat sehingga kami memohon dengan berbisik-bisik ataukah Dia jauh sehingga kami memanggil-Nya dengan berteriak ? Maka turunlah ayat Allah. [Tafsir At-Thabari dan didhaifkan oleh Imam Ahmad 3/481].

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat”. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan terhadap sesuatu yang tersembunyi, rahasia dan mengetahui perubahan pandangan mata serta isi hati. Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang meminta dan selalu sanggup mengabulkan permintaan. Maka Allah berfirman : “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku”.

Do'a ada dua macam yaitu do'a ibadah dan do'a permohonan. Kedekatan Allah dengan hamba-Nya terbagi dua macam yaitu ; kedekatan ilmu-Nya dengan setiap mahluk-Nya dan kedekatan dengan hamba-Nya dalam memberikan setiap permohonan, pertolongan dan taufik kepada mereka.

Barangsiapa yang berdo'a kepada Allah dengan hati yang khusyu’ dan berdo'a sesuai dengan aturan syariat serta tidak ada penghalang diterima do'a tersebut seperti makan makanan yang haram atau semisalnya, maka Allah berjanji akan mengabulkan permohonan tersebut. Apalagi bila disertai hal-hal yang menyebabkan terkabulnya do'a seperti memenuhi perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya baik secara ucapan maupun perbuatan dan yakin bahwa do'a tersebut akan dikabulkan. Maka Allah berfirman : “Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hedaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Artinya orang yang berdo'a akan berada dalam kebenaran yaitu mendapatkan hidayah untuk beriman dan berbuat amal shalih serta terhindar dari kejahatan dan kekejian. [Tafsir As-Sa’di 1/224-225].

[7]. Imam Zarkasi berkata bahwa konsentrasi dalam berdo'a serta menunjukkan sikap rendah, tunduk, penghambaan dan merasa membutuhkan Allah adalah merupakan ibadah yang paling agung bahkan demikian itu menjadi syarat sahnya ibadah.

Allah berjanji akan memberikan pahala orang yang berdo'a, meskipun tidak dikabulkan do'anya.

[8]. Berdo'a adalah menyibukkan diri untuk mengingat Allah sehingga timbul dalam hati rasa pengagungan terhadap kebesaran Allah dan ingin kembali kepada-Nya berhenti dari maksiat. Sering mengetuk pintu mempunyai kesempatan besar untuk masuk, sehingga ada pepatah bahwa barangsiapa yang sering mengetuk pintu, maka suatu saat akan diberi izin masuk sehingga dikatakan : ”Diberi kesempatan berdo'a lebih baik daripada diberi sesuatu”.

[9]. Banyak berdo'a bisa menghindarkan bencana dan musibah, sebagaimana firman Allah yang mengkisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam :

Artinya : Dan aku akan berdo'a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo'a kepada Tuhanku”. [Maryam : 48]

Dan firman Allah tentang Nabi Zakaria ‘Alaihis Salam.

Artinya : Ia berkata :’Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku”. [(Maryam : 4) Al-Azhiyah fi Ahkamil Ad’iyah hal. 38-42].

[10]. Sebagian orang hanya berdo'a sekali atau dua kali dan setelah merasa tidak dikabulkan, lalu berhenti berdo'a. Jelas tindakan seperti itu adalah tindakan yang keliru bahkan dia harus terus menerus mengulangi do'anya hingga Allah mengabulkannya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Do’a seorang hamba akan selalu dikabulkan selagi tidak memohon sesuatu yang berdosa atau pemutusan kerabat, atau tidak tergesa-gesa. Mereka bertanya : Apa yang dimaksud tergesa-gesa ? Beliau menjawab : ” Dia berkata ; Saya berdo'a berkali-kali tidak dikabulkan, lalu dia merasa menyesal kemudian meninggalkan do'a”. [Shahih Muslim, kitab Dzikir wa Do’a 4/87].

Menurut Imam An-Nawawi yang dimaksud menyesal adalah meninggalkan do'a. [Syarh Shahih Muslim 17/52].

Maka seharusnya seorang hamba harus terus berdo'a dan tidak boleh bosan serta merasa tidak dikabulkan do'anya. Dalam ucapan : “Saya berdo'a berkali-kali tetapi tidak dikabulkan”.

Syaikh Al-Mubarak Furi mengatakan bahwa Syaikh Al-Qari berkata : “Yang dimaksud dengan kalimat tersebut adalah tidak melihat hasil do'a saya. Terkadang merasa do'anya lambat dikabulkan atau putus asa dari berdo'a dan keduanya tercela. Perlu diketahui, ada waktu tertentu untuk terkabulnya do'a, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa do'a Musa dan Harun agar Fir’aun dihancurkan oleh Allah baru terkabul setelah empat puluh tahun. Adapun berputus asa dari rahmat Allah tidak akan terjadi kecuali atas orang-orang kafir”. [Mura’atul Mafatih 7/348].

Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa di dalam hadits di atas terdapat etika berdo'a yaitu terus mengajukan permohonan dan tidak berputus asa dalam berdo'a sebab demikian itu merupakan bagian dari sikap ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah serta merasa membutuhkan Allah, oleh karena itu sebagian ulama salaf berkata : “Kami lebih takut dihalangi untuk berdo'a daripada dihalangi terkabulnya do'a”.

Imam Ad-Dawudi berkata : “Dikhawatirkan orang yang mengatakan bahwa dia selalu berdo'a tetapi tidak dikabulkan maka do'anya benar-benar tidak dikabulkan, atau benar-benar tidak dikabulkan penangguhan siksa akhirat atau pengampunan dosa-dosanya”.

Imam Ibnul Jauzi berkata : “Ketahuilah bahwa do'a orang mukmin tidak mungkin ditolak, boleh jadi ditunda pengkabulannya lebih baik atau digantikan sesuatu yang lebih maslahat dari pada yang diminta baik di dunia atau di akhirat. Sebaiknya seorang hamba tidak meninggalkan berdo'a kepada Rabbnya sebab do'a adalah ibadah yaitu ibadah penyerahan dan ketundukan kepada Allah”. [Fathul Bari 7/348 ]

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa beliau berkata : “Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkena sihir orang Yahudi bernama Lubaid bin A’sham, beliau berkata sehingga seakan-akan Rasulullah melakukan sesuatu padahal tidak melakukannya hingga pada suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo'a kemudian berdo'a dan terus berdo'a”. [Shahih Muslim, kitab Salam bab Sihir 7/14]

Imam An-Nawawi berkata bahwa hadits di atas menekankan kepada setiap hamba tatkala tertimpa bencana atau musibah untuk memperbanyak do'a dan terus berserah diri kepada Allah. [Syarh Shahih Muslim 7/14].

Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa ”Tatkala saya mulai bertempur saat perang Badr saya kembali dengan cepat untuk melihat apa yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata beliau sedang bersujud dan membaca : Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal, Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal, kemudian saya kembali bertempur, lalu saya kembali lagi ke tempat Rasulullah, saya temui beliau dalam keadaan sujud, kemudian saya kembali bertempur lalu saya kembali ke tempat beliau dan saya temui masih membaca do'a tersebut sehingga Allah memberikan kemenangan”. [Sunan At-Tirmidzi, bab do'a 13/78. Dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/98]

Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Tidak ada seorang muslim berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Allah akan mengabulkannya atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selagi tidak berdo'a sesuatu dosa atau pemutusan kerabat. Ada seorang laki-laki dari suatu kaum berkata : Jikalau begitu saya akan memperbanyak (do'a). Beliau bersabda : ‘”Allah mengabulkan do'a lebih banyak daripada yang kalian minta”. [Sunan At-Tirmidzi, bab do'a 13/78. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul bari 11/98].

[11]. Hadits yang berbunyi.

Allah mencintai orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam berdo'a”. [Hadits Dhaif, Al-Albani berkata dalam Silsilah Dhaifah bahwa hadits ini bathil 2/96-97].

-------------------------

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih

[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du’a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo'a, oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 37-42, terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin, Lc.]

Read more https://almanhaj.or.id/72-keutamaan-dan-kemuliaan-do'a.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive