Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala
✅ Pertanyaan:
Aku pernah tidak shalat sama sekali selama tiga tahun, karena aku berada dalam kondisi akhlak yang paling bejat ketika itu. Belum lama ini, Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya kepadaku untuk bertaubat, dan aku berharap ini adalah taubat nasuha. Aku mulai shalat berjamaah di masjid, dan aku tinggalkan semua hal yang bisa merusak agamaku, serta semua hal yang bisa merusak akhlak dan perilakuku.
Untuk shalat yang tidak aku kerjakan selama tiga tahun tersebut, apakah aku harus menggantinya (qadha’)? Lalu, bagaimanakah (qadha’-nya)?
๐ฉ✅ Jawaban:
Tidak ada kewajiban qadha’ untukmu dengan dua alasan:
▶️1️⃣ Pertama: Meninggalkan shalat adalah perbuatan yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam, sehingga status orang tersebut adalah kafir, menurut pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Pendapat ini didukung oleh dalil-dalil tegas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Berdasarkan hal ini, kembalinya dirimu ke dalam Islam (dengan melaksanakan shalat, pen.), telah menghapus (dosa) yang telah lalu, sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
ُْูู َِّููุฐَِูู ََููุฑُูุง ุฅِْู َْููุชَُููุง ُูุบَْูุฑْ َُููู ْ ู َุง َูุฏْ ุณَََูู
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu” (QS. Al-Anfal [8]: 38).
▶️2️⃣ Kedua: Barangsiapa yang meninggalkan satu jenis ibadah yang sudah ditentukan waktunya, sampai keluar dari waktu yang sudah ditentukan tersebut (sampai batas waktunya berahir, pen.), tanpa ada alasan yang bisa dibenarkan oleh syariat (tanpa udzur syar’i), kemudian dia bertaubat, maka dia tidak perlu meng-qadha’ ibadah yang telah dia tinggalkan tersebut.
Hal ini karena ibadah yang ditentukan waktunya tersebut, sudah dibatasi waktu awal dan waktu akhir untuk melaksanakannya.
Telah valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
ู َْู ุนَู َِู ุนَู ًَูุง َْููุณَ ุนََِْููู ุฃَู ْุฑَُูุง ََُููู ุฑَุฏٌّ
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718).
Hal ini juga tidak bisa disanggah dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ู َْู َูุณَِู ุตَูุงَุฉً َُْูููุตَِّู ุฅِุฐَุง ุฐََูุฑََูุง
“Barangsiapa yang lupa (tidak) mengerjakan shalat (sampai waktunya habis, pen.), maka shalatlah ketika sudah ingat” (HR. Bukhari no. 597).
(Tidak pula bisa disanggah) dengan firman Allah Ta’ala,
َูู َْู َูุงَู ู َุฑِูุถًุง ุฃَْู ุนََูู ุณََูุฑٍ َูุนِุฏَّุฉٌ ู ِْู ุฃََّูุงู ٍ ุฃُุฎَุฑَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).
Karena penundaan (qadha’) pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut (sehingga dilaksanakan diluar waktu yang sudah ditentukan, pen.) adalah karena udzur syar’i.
Mengganti (qadha’) ibadah diluar waktunya karena ada udzur syar’i itu dinilai sama dengan melaksanakan ibadah tersebut pada waktunya dalam hal ganjaran dan pahala.
Berdasarkan penjelasan ini, Engkau tidak perlu mengganti shalat yang telah ditinggalkan selama tiga tahun tersebut, sebagaimana yang telah Engkau sebutkan.
Ustadz dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
***************
Diselesaikan di sore hari ba’da ashar, Rotterdam NL, 14 Sya’ban 1439/ 1 Mei 2018
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
------------------------------
๐ฉ Follow Instagram https://instagram.com/kajianislamadina?utm_medium=copy_link
๐ฉ Gabung dalam WAGroup Kajian ISLAMADINA ▶️ Click https://chat.whatsapp.com/FMoCjNYpVRnEl81yyKtjMl
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.