Menggunakan hitung-hitungan yang rasional dalam dunia bisnis, tentu menjadi hal yang penting untuk menunjang keberlangsungan usaha seseorang. Sebab selain secara logika, bisnis itu harus untung, agama kita juga mengajarkan kita menghitung, menganalisa sebab akibat dan menimbang maslahat dan mafsadat.
Tetapi kalkulasi matematis tidak selalu menjadi acuan dalam bertransaksi dan melakukan deal-deal bisnis. Ada kalanya kita menyediakan ruang untuk tidak untung secara finansial atau bahkan rugi, namun hakikatnya kita untung dengan benefit yang berbeda. Bahkan, keuntungan seperti ini seringkali berlipat-lipat dibandingkan kalkulasi kita secara matematis dalam transaksi yang normal.
Katakanlah, sebagai pedagang buku, saya menjual satu produk kitab kepada seorang ustadz dengan harga HPP atau bahkan di bawah itu. Maka tentu hitungan matematisnya saya rugi dong. Tapi ada suatu kebahagiaan tersendiri yang disisipkan oleh Allah di dalam hati ketika kita dapat membuat orang lain bahagia. Nah, itulah yang disebut BERKAH. Sampai di sini nikmatnya sudah begitu terasa. Belum lagi jika kostumer tersebut melirihkan doanya sambil berucap Barokallahu lakum, maka pada detik-detik setelah itu berlipat benefit akan Allah hadirkan dari jalur yang lainnya.
Dalam Sirah Nabawiyah, ada satu episode ketika kata berkah ini terucap dari sosok lelaki yang belum lagi beriman ketika itu, al-Harits bin Abd al-'Izz, suami dari Halimah as-Sa'diyyah. Ibnu Ishaq meriwayatkan kisah yang panjang bagaimana Halimah beserta rombongannya datang ke Mekkah untuk menjual jasa penyusuan untuk bayi-bayi Mekah. Saat itu musim paceklik, tak ada tanaman yg tampak hijau di desa mereka. Ternak-ternak kurus kering tanpa setetes susu yang dapat diperah. Bahkan selama berada di mekah pun, Halimah dan suaminya dibuat tidak dapat tidur oleh bayinya yang tidak henti-henti menangis karena kekurangan ASI.
Setelah beberapa hari di Mekah, semua perempuan yang datang bersama Halimah, sudah mendapatkan bayi yang akan dibawa pulang untuk disusui dengan imbalan yang sudah disepakati dengan orang tua mereka, kecuali Halimah. Sampai rombongan akan berangkat, dia belum kunjung mendapatkan sesosok bayi yang akan dibawa pulang ke Bani Saad.
Akhirnya, dia terpikir untuk membawa bayi yatim bernama Muhammad. Bayi yang oleh perempuan-perempuan lain ditolak karena mereka berpikir tidak ada keuntungan finansial yang akan mereka dapatkan dari menyusui bayi yatim itu. Halimah berkata kepada suaminya, "Demi Allah, saya tidak mau pulang bersama rombongan tanpa membawa bayi susuan. Bagaimanapun, saya akan bawa bayi yatim itu" Suaminya menimpali, "Tak mengapa engkau ambil saja bayi itu. Siapa tahu Allah menghadirkan BERKAH buat kita padanya."
Begitu bayi mulia itu berada dalam dekapan Halimah, keberkahan itu mulai terasa. Air susunya mulai keluar deras. Begitu juga dengan hewan ternak mereka, berisi dan melimpah susunya. Kendaraan mereka yang awalnya berjalan tertatih-tatih, berubah gesit dan melaju kencang. Kampung halaman mereka yang tadinya tandus, dengan kehadiran Muhammad saw menjadi hijau. Itulah berkah. Selain ia adalah karena sosok mulia yang kelak diangkat menjadi Nabi, ia juga hadir karena harapan luhur bahwa Allah lah yang akan "membeli".
===============================
Wallahu a'lam bishawab
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“ [HR Muslim, 3509]
Jazaakumullahu khairan