Jika ada seorang anak yang melanggar aturan agama, kemudian orang tuanya memukulnya, lantas si anak itu menahan (menangkis) tangan orang tuanya, maka ini salah satu bentuk akhlak yang tidak terpuji.
Hendaknya pukulan merupakan langkah terakhir, utamakan cara yang lemah lembut.
Rasulullah bersabda :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika usianya 7 tahun. Dan pukullah mereka ketika usianya 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud)
Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas, beliau menjelaskan:
أَيْ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَوْ لَمْ يُفِدْ إلَّا بِمُبَرِّحٍ تَرَكَهُ
“Maksudnya adalah pukulan yang tidak melukai. Jika tidak mempan kecuali dengan pukulan yang melukai, maka tidak boleh memukul sama sekali.” (Hasyiyatul Jamal, 1/289)
Al-Izz bin Abdissalam rahimahullah menjelaskan:
وَمَهْمَا حَصَل التَّأْدِيبُ بِالأَْخَفِّ مِنَ الأَْفْعَال وَالأَْقْوَال، لَمْ يُعْدَل إِلَى الأَْغْلَظِ، إِذْ هُوَ مَفْسَدَةٌ لاَ فَائِدَةَ فِيهِ، لِحُصُول الْغَرَضِ بِمَا دُوْنَهُ
“Ketika pengajaran kepada anak sudah tercapai dengan cara-cara yang ringan baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh beralih kepada cara yang keras. Karena itu akan memberikan kerusakan yang tidak ada faedahnya. Karena dengan cara-cara yang ringan pun sudah tercapai tujuannya tanpa cara yang keras.” (Qawa’idul Ahkam, 2/75)
Al-Izz bin Abdissalam juga menjelaskan:
إِنَّمَا جَازَ لِكَوْنِهِ وَسِيلَةً إِلَى مَصْلَحَةِ التَّأْدِيبِ، فَإِذَا لَمْ يَحْصُل التَّأْدِيبُ بِهِ، سَقَطَ الضَّرْبُ … لأَِنَّ الْوَسَائِل تَسْقُطُ بِسُقُوطِ الْمَقَاصِدِ
“Sesungguhnya dibolehkannya memukul anak adalah sebagai sarana pengajaran. Jika pengajaran tidak tercapai dengan cara pukulan, maka gugurlah kebolehan untuk memukul … karena sarana itu gugur jika tujuannya gugur.” (Qawa’idul Ahkam, 1/102)
Ada juga anak yang dipandang tajam oleh orang tuanya, dikarenakan marah orang tuanya, kemudian anaknya membalas melototinya, ini pun menunjukkan anak yang tidak berbakti.
Bahkan ada yang membuat orang tuanya menangis karena kelakuan tidak beradab anaknya, anak seperti ini adalah anak yang durhaka.
Berkata Mujahid-rahimahullah,
لا ينبغي للولد أن يدفع يد والده إذا ضربه، ومن شد النظر إلى والديه لم يبرهما، ومن أدخل عليهما ما يحزنهما فقد عقهما
“Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.” (Birrul Walidein).
Berkata Abdullah bin Umar-radiyallahu anhuma,
إبكاء الوالدين من العقوق
“Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua“. (Birrul Walidein).
Bentuk kedurhakaan lainnya seorang anak kepada orang tuanya, adalah dengan tidak mentaati perintahnya, padahal perintahnya tidak menyuruhnya untuk berbuat maksiat.
Ka’ab Al-Ahbar pernah ditanya tentang perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau berkata,
إذا أمرك والدك بشيء فلم تطعهما فقد عققتهما العقوق كله
“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara, namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidein).
AFM
https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2022/10/menahan-pukulan-orang-tua.html
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.