Kalau masalah dunia, jangan tanya perintahnya, tapi tanya larangannya. Selama tidak ada larangannya, apapun boleh.
Sebaliknya kalau masalah agama, masalah ibadah, ditanya perintahnya, kalau ada perintah, amalkan dan laksanakan, kalau tidak ada perintah, tinggalkan. Jangan ditanya larangannya kalau masalah ibadah.
Ulama Ushul Fiqh rahimahumullah berkata :
الأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ المَنْعُ إِلاَّ لِنَصٍّ وَفي الْعَادَاتِِ الإِبَاحَةُ إِلاَّ لِنَصٍّ
“Hukum asal ibadah (perkara agama) itu dilarang kecuali kalau ada nash (dalil) yang membolehkannya. Adapun hukum asal adat kebiasaan (perkara dunia) itu adalah diperbolehkan kecuali kalau ada nash yang melarangnya.”
Berkata Syekh Al Albani rahimahullah:
احفظ هذا فانه هام جدا
“Hafalkan ini, maka sesungguhnya ini sangat penting sekali“. (Attawassul wa Anwa'uhu wa Ahkamuhu hal 30).
Contoh MUSIK misalkan. Ini masalah dunia atau masalah agama? Mungkin ada yang jawab, ini masalah dunia. Kalau masalah dunia, berarti harus ditanya larangannya. Adakah larangannya musik? Maka jawabannya, ada larangannya. Apa dalilnya?
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
“Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik“. (HR. Bukhari).
Contoh lain, DEMOKRASI. Ini perkara dunia atau perkara ibadah (agama) ? Kalau jawabannya ini perkara dunia, kita lihat ada larangannya tidak?
Sebelum menjawab ini, kita tanya terlebih dahulu, demokrasi berasal darimana? Jawabannya, demokrasi berasal dari barat, yang notabene adalah orang kafir. Adakah larangan untuk mengikuti dan menyerupai orang kafir? Jawabannya ada. Apa dalilnya?
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud. Berkata Syekh Al-Albany : Hadits Hasan Shahih).
Dan Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani“. (HR Tirmidzi. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Hasan).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وذِرَاعاً بِذِرَاعٍ, حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ, الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ: فَمَنْ» ؟ . رواه البخاري
“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (kebiasaan) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka masuk ke lubang ‘Dlobb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak), niscaya kalian akan memasukinya pula”. Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)”. {HR. Bukhari).
Contoh berikutnya TEMPE TAHU. Tempe tahu ini perkara dunia atau perkara agama? Jawabannya pasti perkara dunia. Kalau perkara dunia, adakah larangannya? Jawabannya tidak ada larangannya. Karena tidak ada larangannya maka boleh. Begitu pula HP, televisi, radio, mobil dan lain sebagainya, selama tidak ada larangannya, boleh-boleh saja.
Sekarang kita beralih ke tahlilan selamatan kematian, perayaan maulid nabi, barjanjian dan lain sebagainya, apakah ini perkara dunia atau perkara ibadah? Kalau jawabannya ini perkara dunia, kita tanya ulang, ritual apa saja yang ada di acara tahlilan kematian dan maulidan? Kalau jawabannya ada dzikir (tasbih, tahlil dan tahmid), bacaan al qur'an, doa dan shalawat. Kalau jawabannya seperti itu, berarti acara itu bukan urusan dunia, akan tetapi urusan ibadah. Nah kalau urusan ibadah, apa yang ditanyakan? Maka yang ditanyakan adalah perintahnya. Apakah ada perintahnya acara tahlilan setelah kematian dan perayaan maulid nabi dalam alquran dan as sunnah? Dan adakah Nabi dan sahabat mencontohkan? Kalau tidak ada, berarti ini perkara baru dalam agama.
Kaidah ini jangan dibalik. Kalau dibalik, maka akan kacau agama ini.
Misalkan ada orang yang shalat magrib 4 rakaat atau shalat subuh 3 rakaat. Lantas ditegur oleh orang. "Mas, kenapa shalat magrib 4 rakaat dan shalat subuh 3 rakaat adakah dalil perintah dan contoh Nabi shalallahu alaihi wa sallam?" Kemudian dia jawab, "Kan tidak ada juga larangannya. Coba carikan larangannya dalam alquran dan as sunnah!"
Atau orang yang membuat TEMPE TAHU ditanya, "Mas, adakah perintah membuat tempe tahu?" Maka pasti tidak ada perintahnya. Kalau kaidah terbalik ini diterapkan, maka dunia ini akan stagnan. Pasti tidak akan ada pesawat, mobil, televisi, HP dan alat teknologi lainnya.
AFM
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.