Pertanyaan:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Telah dijelaskan Bahwa Hak Seorang Muslim atas Muslim yang lain ada 6.
Dan yang menjadi pertanyaan ana adalah point kedua yaitu “jika dia mengundangmu maka datanglah”, afwan dalam hal ini undangan seperti apa yang wajib kita datang? karena di jaman sekarang ini banyak sekali undangan-undangan yang tidak syar’i dari keluarga, tetangga dan teman-teman kita sendiri seperti: Syukuran Khitanan, Syukuran Rumah, Yasinan & Tahlilan, dan lain-lain, apakah undangan seperti ini wajib kita harus datang juga??
جَزَاك اللهُ خَيْرًا
Ditanyakan Oleh Sahabat BiAS N02 G-07
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Pertama-tama, Undangan secara umum terbagi menjadi dua:
Pertama: Undangan menghadiri walimah (pesta pernikahan)
Kedua: Undangan menghadiri selain walimah, apa pun itu.
Undangan yang pertama menurut jumhur ulama hukumnya wajib dihadiri kecuali bagi yang punya udzur syar’i. Dalil mereka ialah hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah yang dilarang dimakan oleh orang yang mendatanginya (fakir miskin), namun orang yang enggan memakannya (orang kaya) justru diundang menghadirinya. Dan siapa yang tidak memenuhi undangan berarti telah bermaksiat kepada Rasulullah".
Adapun undangan jenis kedua maka hukum menghadirinya adalah mustahabb (dianjurkan) menurut Jumhur ulama. Akan tetapi perlu diperhatikan syarat-syarat berikut:
Pengundangnya adalah muslim.
Pengundangnya bukanlah orang yang wajib dijauhi atau dianjurkan untuk dijauhi, baik karena kefasikannya yang terang-terangan atau statusnya sebagai tokoh ahli bid’ah.
Undangannya bersifat khusus (pribadi dengan menyebut nama orangnya atau menunjuknya secara langsung), bukan undangan yang bersifat terbuka untuk umum.
Undangan tersebut berisi acara yang hukumnya syar’i atau minimal mubah, bukan acara-acara yang dilarang karena dianggap bid’ah atau mengandung kemunkaran/maksiat di lokasi acara. Terkait dengan acara yang mengandung kemunkaran, maka yang dimaksud ialah kemunkaran yang memang dilakukan oleh yang punya hajat/acara dan tidak bisa dipisahkan dari acara tersebut, bukan kemunkaran yang dilakukan oleh tamu undangan.
Adapun kemunkaran yang dilakukan oleh tamu undangan maka tidak otomatis menggugurkan hak tuan rumah. Bila yang diundang merasa mampu untuk mencegah kemunkaran yang akan/sedang terjadi, maka ia wajib hadir karena dua alasan: pertama, demi mencegah/menghilangkan kemunkaran. Dan kedua, demi memenuhi undangan. Namun bila tidak bisa mencegah/menghentikannya, maka haram hadir. Makanan yang disajikan dalam undangan tersebut termasuk makanan yang boleh/halal dimakan.
Undangan tersebut tidak menyebabkan orang yang diundang mendapatkan madharat, seperti harus melakukan safar meninggalkan keluarganya, sedangkan keluarganya sedang membutuhkan keberadaannya di waktu yang sama.
Memenuhi undangan tersebut tidak boleh berakibat terbengkalainya kewajiban lain atau sesuatu yang lebih wajib darinya. Alias dia menjadi haram dipenuhi jika mengakibatkan terbengkalainya kewajiban lain atau sesuatu yang lebih wajib darinya.
Syarat-syarat ini disimpulkan dari mafhum hadits di atas dan dari sejumlah dalil lainnya. Jika terdapat salah satu syarat yang tidak terpenuhi, maka hukum menghadiri undangan tersebut tidak lagi menjadi wajib, namun bisa beralih ke mustahabb (sunnah) atau sekedar mubah, atau bahkan haram.
Contoh undangan yang diharamkan ialah undangan menghadiri acara maksiat atau bid’ah, seperti Undangan Yasinan atau Tahlilan. Adapun undangan syukuran khitan maka hukumnya tidak mengapa dihadiri jika tidak dibarengi dengan hal-hal yang terlarang.
Wallaahu a’lam.
Referensi : https://islamqa.info/ar/22006
Konsultasi Bimbingan Islam
Dijawab oleh Ustadz Dr. Sufyan Baswedan Lc MA
Sumber: https://bimbinganislam.com/kriteria-undangan-yang-wajib-didatangi-dan-yang-sebaliknya/
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.