Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Monday, November 14, 2022

Agama Bukan Dengan Akal dan Perasaan

Agama Bukan Dengan Akal dan Perasaan
Bismillah...

Kalau agama ini berdasarkan akal dan perasaan, lantas akal dan perasaan siapa yang menjadi rujukan kebenaran, karena semua orang memiliki akal dan perasaan. Sedangkan akal dan perasaannya manusia memiliki kapasitas yang berbeda-beda.

Yang pasti, akal dan perasaan manusia tidak ada yang sempurna. Dan tidak mungkin semua orang (yang memiliki akal dan perasaan), seluruhnya menerima hasil pikiran dan perasaan seseorang.

Oleh karena di dalam beragama, akal dan perasaan harus tunduk dengan dalil syariat, walaupun menurut akal tidak masuk akalnya dan perasaannya tidak enak dan nyaman. 

Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah, 

لا تأخذك العاطفة، فالعاطفة إن لم تكن مبنية على العقل والشرع صارت عاصفة تعصف بك وتُطيح بك في الهاوية. مجموع فتاوى ابن عثيمين (24/532)

"Janganlah kamu ambil (turuti) perasaanmu. Maka perasaan itu jika tidak dibangun diatas akal dan syariat, ia akan menjadi badai yang menerbangkan dan menghempaskan dirimu ke dalam neraka hawiyah." (Majmu' Fatawa Ibnu 'Utsaimin 24/532).

Dan Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah, 

ولو أن الإنسان فيما يتقرب به إلى الله اتبع ذوقه أو اتبع رأيه لأصبح بلا دين؛ لأنه إنما يتبع هواه.

"Seandainya seseorang ketika bertaqarub kepada Allah mengikuti perasaannya atau mengikuti akalnya (pikirannya), niscaya dia telah menjadi tidak terikat dengan agama, karena sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa nafsunya." (Al-Liqa'us Syahry, no. 40).

Berkata Syeikh Al-Albani rahimahullah, 

الدين ليس بالعقل ولا بالعاطفة إنما بإتباع أحكام الله في كتابه وأحكام رسوله في سنته وفي حديثة (سلسلة الهدي والنور٥٣٠).

"Agama itu bukan dengan akal dan bukan dengan perasaan, akan tetapi dengan mengikuti hukum-hukum Allah di dalam kitab-Nya, dan hukum-hukum rasul-Nya di dalam sunnahnya, dan di dalam haditsnya". (Silsilah Al Huda Wannur No 530). 

Yang menyelisihi tuntunan syari’at, itulah yang menyelisihi logika yang sehat.

Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

Seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya (sepatunya).” (HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadits ini hasan)

Baca juga : https://almanhaj.or.id/3425-dalil-aqli-akal-yang-benar-akan-sesuai-dengan-dalil-naqlinash-yang-shahih.html

Fungsi Akal dalam Syari’at Islam

[Pertama] Allah hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang yang berakal karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari’at-Nya.

وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ

Dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 43)

[Kedua] Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat menerima taklif (beban syari’at) dari Allah Ta’ala. Hukum-hukum syari’at tidak berlaku bagi orang yang tidak menerima taklif seperti pada orang gila yang tidak memiliki akal.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: [1] orang yang tidur sampai dia bangun, [2] anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan [3] orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud)

[Ketiga] Penyebutan begitu banyak proses dan anjuran berfikir dalam Al Qur’an, yaitu untuk tadabbur dan tafakkur, seperti la’allakum tatafakkarun (mudah-mudahan kamu berfikir) atau afalaa ta’qilun (apakah kamu tidak berpikir).

Begitu pula Allah memuji ulul albab (orang-orang yang berakal/berfikir),

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imron: 190-191)

[Keempat] Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fungsi dan kerja akal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: ‘Tidak! Tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikutinya juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” [Al-Baqarah: 170]

[Kelima] Islam memuji orang-orang yang menggunakan akalnya dalam memahami dan mengikuti kebenaran.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

Sebab itu sampaikanlah berita (gembira) itu kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” [Az-Zumar: 17-18]


https://www.facebook.com/903924823277358/posts/pfbid02RvE2uSobZV9BvYbnmb8eWLZBzq5wEo4NgvjjgYpXSkKnX5gseKGbH9nMySEjmEP7l/

AFM

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive