Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Sunday, March 19, 2023

Ahlul Bid'ah Itu Perusak Agama

Ahlul Bid'ah Itu Perusak Agama
Bismillah...

Yang merusak dunia dan agama ini adalah bid'ah dan ahlul bid'ah bid'ah. Mereka di dalam beragama mendahulukan akal, perasaan dan hawa nafsunya daripada dalil. Mereka di dalam beragama mendahulukan dalil yang mutasyabihat, yang samar-samar dan multi tafsir, daripada dalil yang sudah jelas dan pasti. Mereka dalam berhujjah, hanya COCOKOLOGI, bukan dengan pemahaman yang benar, pemahaman para salaf. 

Berkata Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah, 

”فساد الدنيا والدين من تقديم المتشابه على المحكم، وتقديم الرأي على الشرع، والهوی على الهدى.  إعلام الموقعين (٢\٣٨٦) 

Rusaknya dunia dan agama itu disebabkan karena lebih mendahulukan yang mutasyabih dari yang muhkam, lebih mendahulukan akal atau pendapat daripada syari’at, dan lebih mendahulukan hawa nafsu daripada petunjuk.” (I’lamul Muwaqi’in (2/386)). 

Oleh karena itu, ahlul bid'ah disebut juga ahlul dholal, sesat dan menyesatkan, karena akal, perasaan dan hawa nafsunya tidak tunduk dengan syariat. 

Berkata Al 'Allaamah Asy syaatibiy rahimahullah, 

قال الشاطبي رحمه الله : العقل إذا لم يكن متبعا للشرع، لم يبق له إلا الهوى والشهوة،وأنت تعلم ما في اتباع الهوى وأنه ضلال مبين. الإعتصام ٦٧/١

"Akal itu, apabila tidak mengikuti syariat maka tidak ada tersisa baginya melainkan hawa dan syahwat". Dan tidaklah engkau mengetahui siapa yg mengikuti hawa nafsu, maka sesungguhnya KESESATAN yang nyata. (Al I'tishoom: 1/67). 


AFM


Ahlu bid’ah, mereka terlebih dahulu mengikuti hawa nafsunya untuk pertama kalinya, kemudian mencari-cari dalih pembenar dari ayat-ayat mutasyabihat, yaitu ayat-ayat yang multi tafsir, belum jelas, sehingga bisa ditarik maknanya sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka tersebut. Allah Ta’ala menjelaskan keadaan mereka ini,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara isinya, ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwil-nya.“ (QS. Ali ‘Imran [3]: 7)

Akal kita tidaklah bisa menjangkau untuk mengetahui detail ibadah yang mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala.

Sahabat yang mulia, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

Jika agama ini berdasarkan logika, maka sisi bawah sepatu itu lebih layak untuk diusap daripada sisi atasnya. Dan sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas sepatunya.” (HR. Abu Dawud no. 162, Al-Baihaqi 1: 292, Ad-Daruquthni 1: 75, dan lain-lain, shahih)

Jika ibadah ini semata-mata berdasarkan akal logika manusia dalam menentukan mana yang baik, mana yang buruk, maka tentu saja menurut logika kita, bagian bawah sepatu itu yang seharusnya diusap, karena bagian itulah yang kotor. Sedangkan yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengusap bagian atasnya.

Demikian pula, sahabat yang mulia, ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata ketika beliau mencium hajar aswad,

وَاللهِ، إِنِّي لَأُقَبِّلُكَ، وَإِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، وَأَنَّكَ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Demi Allah, aku sungguh-sungguh menciummu. Dan sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu ini hanyalah batu (biasa), tidak bisa mendatangkan bahaya, tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Kalaulah bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, tentu aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari no. 1610 dan Muslim no. 1270)

Akal manusia tentu tidak bisa menjangkau bahwa di dalam perbuatan mencium hajar aswad terdapat keutamaan. Namun demikianlah yang ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita pun mengikuti apa yang beliau ajarkan (mencium hajar aswad).

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يؤمنُ أحدُكم حتَّى يكونَ هواه تبعًا لما جئتُ به

Tidak beriman seseorang sampai hawa nafsunya ia tundukkan demi mengikuti apa yang aku bawa” (HR. Ibnu Abi Ashim 15, Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir)

Dari Rafi bin Khadij radhiallahu’anhu, ia berkata:

نَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَمْرٍ كَانَ لَنَا نَافِعًا وَطَوَاعِيَةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ أَنْفَعُ لَنَا

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang sesuatu yang kami anggap lebih bermanfaat. Namun taat kepada Allah dan Rasul-Nya tentu lebih bermanfaat bagi kami” (HR. Muslim, no. 1548).

Prinsip ini dibalik 180 derajat oleh ahlu bid’ah. Hal ini karena mereka lebih mendahulukan akalnya untuk menetapkan apa yang baik menurut mereka untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala dari berbagai macam ibadah yang mereka buat-buat dengan alasan “ini adalah perbuatan baik dan bermanfaat”. Dengan kreasi akal mereka, dibuatlah berbagai model tata cara ibadah yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga tidak dicontohkan oleh para sahabatnya yang mulia.


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02w3LcioJFcqWSqRidpzmTgARCEXC1CqCa6bZfceNHmpmRStyN3Ar5TsukQ1J3hwxDl&id=903924823277358

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

 

Share:

Popular Posts

Blog Archive