Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Saturday, March 25, 2023

Bekal Ramadhan #6 - Keringanan Tidak Berpuasa Untuk Siapa?

Bekal Ramadhan #6 - Keringanan Tidak Berpuasa Untuk Siapa?
Bismillah...

Agama Islam adalam agama yang sempurna dan penuh kasih sayang, serta tidak memberikan beban yang tidak mampu dipikul oleh seorang hamba, Allah berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

(QS. Al Baqarah: 286)

Maka dari itu Allah subhanahu wa ta’ala memberikan keringanan (rukhshoh) untuk beberapa golongan dari hambanya yang memiliki udzur untuk tidak melaksanakan ibadah puasa (dan mengganti/menqodho saat ia mampu) diantara golongan tersebut adalah:

1. Orang sakit.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Orang sakit yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa adalah yang menderita penyakit yang cukup payah, sehingga jika ia berpuasa, hal itu dapat mempengaruhi kondisi tubuhnya, menyakitinya atau memperparah penyakitnya. Adapun penyakit ringan seperti flu, batuk atau sakit kepala ringan dan yang sepertinya, maka hal itu tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak berpuasa.

Bagi yang sakit dan masih diharapkan kesembuhannya, maka ia wajib mengqadha puasanya di bulan yang lain tatkala ia sembuh dari sakitnya. Namun bagi orang yang sakitnya cukup parah sehingga tidak diharapkan lagi kesembuhannya, maka yang harus dilakukannya adalah memberi makan satu orang miskin (fidyah) untuk mengganti setiap satu harinya.

2. Musafir.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al Baqarah: 185)

Orang yang sedang dalam perjalanan, diperbolehkan untuknya berbuka. Para ulama sepakat tentang kebolehan berbuka bagi orang yang berpuasa. Namun mereka berbeda pendapat soal mana yang lebih utama, apakah berbuka atau tetap berpuasa?

Jika perjalanan tersebut menimbulkan beban yang cukup berat, maka yang lebih utama adalah berbuka. Ini adalah pendapat mayoritas para ulama. Namun jika perjalanan tersebut tidak menimbulkan beban yang berat, mayoritas para ulama berpendapat bahwa berpuasa lebih utama.

Sekelompok para ulama, diantara Ibnu Taimiyyah rahimahullah, memilih pendapat bahwa dalam keadaan apapun, berbuka lebih utama, hal ini sebagaimana hadis,

لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِى السَّفَرِ

Bukan termasuk kebaikan, berpuasa dalam keadaan safar.” (HR Bukhari 1946 dan Muslim)

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

Kami pernah safar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang paling bisa berteduh adalah yang punya banyak kain. Mereka berteduh dengan kain. Mereka yang puasa, tidak bisa melakukan apapun. Sementara mereka yang tidak puasa, mereka menggiring onta, melayani yang puasa, mengambilkan air, memasak, dan membuat tenda. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar,

ذَهَبَ الْمُفْطِرُونَ الْيَوْمَ بِالأَجْرِ

Hari ini yang tidak puasa, memborong pahala. (HR. Bukhari 2890, Muslim 2678)

Ketika ada orang yang kepanasan pada saat safar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan,

عَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّذِى رَخَّصَ لَكُمْ

Kalian harus mengambil rukhshah Allah, yang Allah berikan untuk kalian. (HR. Muslim 2670)

Tatkala seseorang telah meninggalkan kota atau daerah tempat tinggalnya, ia baru diperbolehkan untuk berbuka. Namun jika ia masih di dalam kota, tidak boleh baginya mulai berbuka. Seorang yang berbuka karena safar, maka ia harus mengganti puasa yang telah ia tinggalkan itu di hari yang lain (Qadha).

3. Orang tua yang sudah renta.

Diperbolehkan bagi orang yang sudah lanjut usia dan tua renta untuk tidak berpuasa jika memang. Hal sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184)

4. Hamil dan Menyusui.

Diperbolehkan bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui untuk berbuka di bulan Ramadhan, baik karena khawatir kepada dirinya sendiri atau kepada janin dan anak yang sedang disusuinya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala menggugurkan setengah dari shalat bagi seorang musafir dan menggugurkan kewajiban puasa bagi wanita hamil dan menyusui.” (HR Ahmad, Tirmidzi dan Nasa`i)

Bagi wanita yang meninggalkan puasa karena hamil atau menyusui, maka ia wajib mengqadha puasanya di bulan yang lain sebagaimana orang yang sakit atau musafir. Namun apabila mereka tidak mampu untukk mengqodho’ puasa, karena setelah hamil atau menyusui dalam keadaan lemah dan tidak kuat lagi, maka kondisi mereka dianggap seperti orang sakit yang tidak kunjung sembuhnya. Pada kondisi ini, ia bisa pindah pada penggantinya yaitu menunaikan fidyah, dengan cara memberi makan pada satu orang miskin setiap harinya. 

Allah berfirman,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184)


https://hamalatulquran.com/bekal-ramadhan-6-keringanan-tidak-berpuasa-untuk-siapa/

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Referensi :

– Majalis Syahr Ramadhan Al Mubarak, Shaleh bin Fauzan Al Fauzan

– Mulakhosh Fiqh Al Ibadah.

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Ditulis oleh : Muhammad Fatwa Hamidan 

(Alumni PP. Hamalatul Quran dan mahasiswa sarjana fakultas syariah, Universitas Islam Madinah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


 

Share:

Popular Posts

Blog Archive