Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Tuesday, March 7, 2023

Faidah Seputar Bulan Sya'ban (9/10)

Bismillah...

HIKMAH DILARANGNYA BERPUASA SEHARI ATAU  DUA HARI SEBELUM RAMADHAN

Hadits yang berbunyi: “Apabila telah masuk pertengahan Sya'ban maka janganlah kalian berpuasa.”

(HR. Abu Dawud (2337), Tirmidzi no.738 dan Ibnu Majah no.1651 ), dinilai lemah oleh mayoritas ulama. 

Para imam yang senior berkata: “Hadits ini mungkar”. Di antara para imam senior yang berpendapat seperti ini adalah: Abdurahman bin Mahdi, Imam Ahmad, Abu Zur’ah ar-Razi, dan lain-lain. 

[Lathaiiful Ma’arif Hal: 135] 

Maka dengan demikian, berpuasa setelah masuk pertengan bulan Sya’ban tidaklah dibenci, melainkan sehari atau dua hari sebelum masuk Ramadhan, maka ini diharamkan. 

Bagi mereka yang menganggap hadits tersebut diatas shahih dan melarang berpuasa setelah masuk pertengahan bulan Sya’ban, yaitu mereka dari madzhab Syafi’iyah, maka larangan ini dikecualikan bagi mereka yang memang sudah terbiasa berpuasa. 

Seperti seseorang yang biasa melaksanakan puasa Senin Kamis, maka ia tetap boleh berpuasa Senin Kamis meskipun telah masuk pertengahan bulan Sya’ban. 

Dan orang yang memulai berpuasa sebelum masuk pertengahan bulan Sya’ban, kemudian melanjutkan hingga setelah pertengahan bulan Sya’ban, maka ini juga tidak termasuk didalam larangan. 

Karena Nabi ﷺ bersabda: 

« كَانَ يَصُومً شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ إٌلَّا قَلِيْلًا »

Beliau pernah berpuasa Sya’ban di keseluruhan harinya, dan pernah pula beliau berpuasa Sya’ban itu hanya sedikit.”

(HR. Bukhari: 1970 dan Muslim: 1156) 

Termasuk juga yang dikecualikan dari larangan adalah orang yang berpuasa setelah pertengahan Sya’ban untuk meng-qadha’ puasa Ramadhan yang lalu. 

[Lihat: al-Majmu’ karya Nawawi VI/399, Riyadhush Shalihin Hal:354, Tahdzibus Sunan Abi Dawud karya Ibnul Qayyim II/20 dan Latha'iful Ma’arif Hal:136] 

Diharamkan berpuasa sunnah sehari atau dua hari sebelum masuk Ramadhan, kecuali bagi orang yang terbiasa melakukan puasa, atau orang yang berpuasa qadha’ nadzar atau mengqadha’ puasa Ramadhannya yang lalu, atau orang yang menyambung puasanya dengan hari sebelumnya. 

Sebagaimana hadits: 

« لا تُقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ »

Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelum-nya, kecuali seseorang yang ia biasa berpuasa di hari tersebut, maka silakan ia berpuasa.

(HR. Bukhari: 1914 dan Muslim: 1072) 

Puasa di akhir Sya’ban itu ada tiga kondisi:

1.Pertama:  Dia berpuasa dengan niat puasa Ramadhan, dengan maksud berhati-hati. Maka ini terlarang. 

2.Kedua: Dia berpuasa dengan niat puasa nadzar, atau qadha’ Ramadhan, atau puasa kafarat, atau yang semisalnya, maka ini diperbolehkan oleh mayoritas ulama. 

3.Ketiga: Dia berpuasa dengan niat puasa sunnah mutlak, maka ini dibenci (makruh), kecuali apabila bertepatan dengan kebiasaan puasanya, atau ia telah mendahului puasanya lebih dari 2 hari sebelum akhir Sya’ban dan menyambungnya dengan Ramadhan. 

[ Lihat: Syarh Nawawi VII/194 dan  Latha'iful Ma’arif Hal: 144] 

Diantara hikmah dilarangnya berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan adalah: agar puasa Ramadhan tidak tertambah dengan sesuatu yang tidak berasal darinya, sebagai bentuk kehati-hatian dari perilaku ahli kitab di dalam puasa mereka, yang gemar menambah-nambahkan sesuatu dengan akal-akalan dan hawa nafsu. 

Selain itu juga untuk memisahkan antara puasa fardhu (wajib) dengan puasa nafilah (sunnah). Karena memisahkan jenis ibadah wajib dan sunnah itu sesuatu yang disyariatkan. Karena itulah Nabi ﷺ melarang menyambung shalat fardhu dengan shalat sunnah sampai dipisah dengan ucapan atau perpindahan tempat.

(Shahih Muslim: 883)

 

- Bersambung ke Bag. 10/10 -


📎 Sumber : 32 Fa'dah fii Syahri Sya'ban Karya Syaikh Shalih al-Munajjid, penerbit: Majmu'ah Zad di bawah lisensi Syaikh Shalih al-Munajjid

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive