Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Wednesday, July 26, 2023

Kebid'ahan di Hari 'Asyura

Kebid'ahan di Hari 'Asyura
Bismillah...

Diantara amalan yang tidak di syari'atkan dengan menkhususkannya di hari 'Asyura, namun banyak diantara kaum Muslimin yang melakukannya :

[1] Menghidupkan malam ‘Asyura dengan mengkhususkan beribadah padanya :

Syaikh Bakar Abu Zaid rahimahullah berkata :

"وَمِنْ بِدَعِ الذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ فِيْهِ : إِحْيَاءُ لَيْلَتِهِ بِالذِّكْرِ وَالتَّعَبُدِ وَتَخْصِيْصِ دُعَاءٍ لَهُ بِاسْمِ (دُعَاءِ عَاشُوْرَاءَ) وَأَنَّ مَنْ قَرَأَهُ لَمْ يَمُتْ تِلْكَ السَّنَةَ وَقَراءة سورةً فيها ذكر موسى عليه السلام في صلاة الصبح يوم عاشوراء والاجتماع ذلك اليوم للذكر والدعاء ونعي الحسين ذلك اليوم على المنابر وأن البخور يوم عاشوراء رقيةٌ لدفع الحسد والسحر والنكد..وغير ذلك مما يأباه الله ورسوله والمؤمنون.."

Termasuk bentuk bid’ah dzikir dan do’a adalah menghidupkan malam hari ‘Asyura dengan dzikir dan ibadah, mengkhususkan do’a pada malam hari ini dengan nama doa hari ‘Asyura, yang konon katanya barang siapa yang membaca doa ini tidak akan mati di tahun tersebut. Atau membaca surat al Quran yang disebutkan nama Musa pada shalat subuh hari ‘Asyura, atau berkumpul pada hari tersebut untuk berdzikir, berdoa serta meratapi al Husain diatas mimbar, dan bahwasanya bukhur pada hari ‘Asyura adalah sebagai ruqyah untuk mencegah hasad, sihir dan gangguan…dan lainnya dari hal yang Allah dan Rasul Nya serta kaum mukmini tidak meridhainya” ([1])

[2] Shalat ‘Asyura :

Mereka melakukannya beralasan dengan beberapa hadits hadits namun semua hadits hadits tersebut tidak shahih bahkan kebanyakannya hadits hadits palsu (maudhu’), diantaranya :

Hadits pertama :

مَنْ صَلَّى يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ مَا بَيْنَ الظُهْرِ وَالْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ مَرَّةً وَآيَةِ الْكُرْسِي عَشْرَ مَرَّاتٍ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ إِحْدَى عَشَرَةَ مَرَّةً وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ خَمْسَ مَرَّاتٍ فَإِذَا سَلَّمَ اسْتَغْفَرَ اللهَ سَبْعِيْنَ مَرَّةً أَعْطَاهُ اللهُ فِيْ الْفِرْدَوْسِ قُبَّةَ بَيْضَاءَ فِيْهَا بَيْتٌ مِنْ زَمْرُدَةٍ خُضْرَاءَ سَعَةَ ذَلِكَ الْبَيْتِ مِثْلُ الدُّنْيَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

Barangsiapa yang shalat pada hari ‘Asyura antara dzuhur dan ashar 4 roka’at setiap rokaatnya membaca al fatihah satu kali dan ayat kursi 10 kali, Qul huwallahu ahad 11 kali dan al falaq serta an Naas 5 kali, dan Ketika salam istigfar 70 kali Maka di dalam Surga Firdaus Allah akan memberi Qubbah putih yang didalamnya terdapat rumah terbuat dari zamrud hijau, dimana luasnya rumah tersebut tiga kali lipat luasnya dunia” ([2])

Hadits kedua :

صَلَاةُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ سِتُّ رَكَعَاتٍ فِيْ الْأُوْلَى بَعْدَ الْفَاتِحَةِ سُوْرَةَ الشَّمْسِ وَفِيْ الثَّانِيَّةِ إِنَا أَنْزَلْنَاهُ وَفِيْ الثَّالِثَةِ إِذَا زُلْزِلَتِ وَفِيْ الرَّابِعَةِ سُوْرَةَ الْإِخْلَاصِ وَفِيْ الْخَامِسَةِ سُوْرَةَ الْفَلَقِ وَفِيْ السَّادِسَةِ سُوْرَةَ النَّاسِ وَيَسْجُدُ بَعْدَ السَّلَامِ وَيَقْرَأُ فِيْهَا قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَيَسْأَلُ اللهَ حَاجَتَهُ

"Shalat ‘Asyura itu enam rokaat di rakaat pertama setelah membaca surat al Fatihah membaca surat As Syamsu dan dirakaat kedua membaca surat al Qodar, dirakaat ketiga membaca al zalzalah, dirakaat kelima membaca surat al Falaq dan dirakaat keenam membaca surat an Naas dan sujud setelah salam dengan membaca dalam sujud surat al Kafirun 7 kali serta meminta kepada Allah hajat kebutuhannya” Riwayat ini palsu ([3])

Hadits ketiga :

وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يقْرَأ فِي كل رَكْعَة {بِالْحَمْد} مَرَّةً وَمَرَّةً {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَ خَمْسِينَ عَامًا مَاضِيَةً وَخَمْسِينَ عَامًا مُسْتَقْبلَة وَبنى الله لَهُ فِي الْمَلأِ الأَعْلَى أَلْفَ مِنْبَرٍ مِنْ نُورٍ وَمَنْ سَقَى شَرْبَةً مِنْ مَاءٍ فَكَأَنَّمَا لَمْ يَعْصِ اللَّهَ طَرْفَةَ عَيْنٍ....

"Dan barang siapa yang shalat 4 rokaat pada setiap rokaat membaca al fatihah sekali dan surat al Ikhlas sekali maka dosanya selama 10 tahun yang lalu dan yang akan datang diampuni oleh Allah, serta akan dibangunkan baginya di tempatnya para Malikat seribu mimbar dari cahaya, dan barang siapa memberi minum air di hari ‘Asyura maka sesolah olah ia tidak pernah berbuat maksiat kepada Allah sekejap matapun….”. Riwayat ini palsu. ([4])

Hasits keempat :

صَلَاةُ لَيْلَةِ عَاشُوْرَاءَ مِائَةُ رَكْعَةٍ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ بَعْدَ الْفَاتِحَةِ سُوْرَةُ الْإِخْلَاصِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

Shalat malam Asyura itu 100 rokaat disetiap rokaatnya membaca surat al ikhlash 3 kali setelah membaca al Fatihah”. Riwayat ini palsu ([5])

Hadits kelima :

صَلَاةُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عِنْدَ الْإِشْرَاقِ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ فِيْ الْأُوْلَى بَعْدَ الْفَاتِحَةِ آيَةَ الْكُرْسِي وَفِيْ الثَّانِيَةِ (لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ) إِلَى آخِرِ سُوْرَةِ الْحَشْرِ وَيَقُوْلُ بَعْدَ السَّلَامِ يَا أَوَّلَ الْأَوَّلِيْنَ وَيَا آخِرَ اْلآخِرِيْنَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَ أَوَّلَ مَا خَلَقْتَ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَتَخْلُقُ آخِرَ مَا تَخْلُقُ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ أَعْطِنِيْ فِيْهِ خَيْرَ مَا أَوَّلَيْتَ فِيْهِ أَنْبِيَائَكَ وَأَصْفِيَائَكَ مِنْ ثَوَابِ الْبَلَايَا وَأَسْهَمَ لَنَا مَا أَعْطَيْتَهُمْ فِيْهِ مِنَ الْكَرَامَةِ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ}

Shalat hari Asura pada waktu syuruq (dhuha), shalat 2 rokaat dirakaat pertama setelah al fatihah membaca ayat kursi, dan dirakaat kedua membaca surat al hasyr dari mulai ayat yang artinya “Seandainya al Quran diturunkan kepada gunung” sampai akhir surat al Hasyr dan setelah salam membaca Wahai Dzat yang yang paling awal diantara yang awaal, wahai Dzat yang paling akhir diantara yang akhir, Tidak ada Ilah selain Engkau, yang telah menciptakan yang pertama kali dihari Asyura ini dan yang menciptakan yang akhir di hari ini berilah aku padanya kebaikan yang Engkau telah anugerahkan kepada Nabi nabi Mu dan orang orang pilihan Mu, berupa pahala dari bencana bencana, dan gabungkanlah kami dalam mendapatkan kemuliaan melalui haq Nabi Muhammad ﷺ Riwayat ini palsu ([6])

Hadits keenam :

صَلَاةُ وَقْتِ السَّحَرِ مِنْ لَيْلَةِ عَاشُورَاءَ وَهِيَ أَرْبَعُ رَكْعَاتٍ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ بَعْدَ الْفَاتِحَةِ يَقْرَأُ آيَةَ الْكُرْسِيِّ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَسُوْرَةَ الْإِخْلَاصِ إِحْدَى عَشَرَ مَرَّةً وَبَعْدَ الْفَرَاغِ يَقْرَأُ سُوْرَةَ الْإِخْلَاصِ مِائَة مَرَّةً.

Shalat waktu menjelang subuh di malam Asyura yaitu 4 rokaat disetiap rokaatnya membaca ayat kursi 3 kali setelah membaca al Fatihah dan membaca surat al Ikhlash sebanyak 11 kali dan setelah shalat membaca surat al ikhlash 100 kali”. Riwayat ini palsu([7])

[3] Do’a hari ‘Asyura :

Syaikh Ahmad Abdullah As Sulami hafidzahullah berkata,

ذَكَرَ بَعْضُهُمْ أَنَّ مَنْ قَالَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ سَبْعِيْنَ مَرَّةً حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ, نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْر كَفَاهُ اللهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ

Sebagian mereka mengatakan bahwa siapa yang pada hari Asyura membaca sebanyak 70 kali : Hasbiyallahu wani’mal wakil ni’mal maula wani’man Nashir, maka Allah akan pelihara dari keburukan pada hari tersebut" ([8])

[4] Memperingati kematian Husein (Bid’atul Huzni wal Maatim)

Syaikh ‘Utsman al Khamis berkata :

المَوْقِفُ النَّاسِ مِن قَتْلِ الْحُسَيْنِ : لاشَكَّ وَلَا رَيْبَ أَنَّ مَقْتَلَ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ مِنَ الْمَصَائِبِ الْعَظِيمَةِ الَّتي أُصِيبَ بِهَا الْمُسْلِمُونَ فَلَمْ يَكُنْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ ابْنُ بِنْتِ نَبِيٍ غَيْرُهُ وَقَدْ قُتِلَ مَظْلُومًا رَضِيَ اللهُ عَنه وَعَن أَهْلِ بَيْتِهِ،

Sikap manusia terhadap pembunuhan al Husain : Tidak diragukan lagi bahwasanya peristiwa terbunuhnya al-Husain radhiyallahu anhu merupakan musibah besar yang menimpa umat Islam. Karena tidak ada lagi cucu laki-laki dari anak perempuan Rasulullah yang masih hidup, selain dia. Kini ia telah terbunuh secara teraniaya dan sebagaimana yang juga menimpa ahli baitnya.

وَقَتْلُهُ بِالنِّسْبَةِ لِأَهْلِ الْأَرْضِ مِن الْمُسْلِمينَ مُصِيبَةٌ، وَفِي حَقِّهِ شَهَادَةٌ وَكَرَامَةٌ وَرَفْعُ دَرَجَةٍ وَقُرْبَى مِنَ اللهِ حَيْثُ اخْتَارَهُ لِلْآخِرَةِ وَلِجَنَّاتِ النَّعِيمِ بَدَلَ هَذِهِ الدُّنْيَا الْكَدِرَةِ.

Peristiwa terbunuhnya al-Husain ini, bagi dunia Islam mempakan sebuah musibah. Namun bagi al-Husain sendiri, ini adalah mati syahid, kemuliaan, pengangkatan derajat, dan kedekatan kepada Allah. Sebab, Allah ta’ala telah memilihkannya negeri akhirat menuju Surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan sebagai pengganti dari dunia yang keruh ini.

ونَحْنُ نَقُولُ: لَيْتَهُ لَمْ يَخْرُجْ، وَلِذَلِكَ نَهَاهُ أَكَابِرُ الصَّحَابَةِ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ،

Kita juga mengatakan, alangkah baiknya jika ia tidak Pergi ke Kufah. Oleh karena itulah para pembesar Sahabat melarangnya pergi ke sana pada saat itu.

بَلْ بِهَذَا الْخُرُوجِ نَالَ أُولَئِكَ الظَّلَمَةُ الطُّغَاةُ مِن سِبْطِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى قَتَلُوهُ مَظْلُومًا شهِيدًا، وَكَانَ فِي قَتْلِهِ مِنَ الْفَسَادِ الَّذِي مَا لَمْ يَكُنْ يَحْصُلُ لَوْ قَعَدَ فِي بَلَدِهِ.

Dengan perginya al Husain radhiyallahu anhu, orang-orang zhalim dan keji itu mendapat kesempatan menyakiti cucu Rasulullah sampai mereka membunuhnya dalam keadaan teraniaya dan syahid. Peristiwa terbunuhnya al-Husain melahirkan kerusakan yang tidak akan terjadi seandainya ia tetap di Madinah.

وَلَكِنَّه أَمْرُ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، مَا قَدَّرَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كَانَ وَلَوْ لَمْ يَشَأِ النَّاسُ.

Akan tetapi, ini adalah takdir Allah Tabaroka wata’ala. Apa yang Allah Tabaroka wata’ala takdirkan pasti terjadi, walaupun manusia tidak menghendakinya.

وَقَتْلُ الْحُسَيْنِ لَيْسَ بِأَعْظَمَ مِن قَتْلِ الْأَنْبِيَاءِ، وَ قَدَ قُدِّمَ رَأْسُ يَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّا صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْه مَهْرًا لِبَغِيٍّ، وَقُتِلَ زَكَرِيَّا، وَكَذَلِكَ قُتِلَ عُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ، وَهَؤُلَاءِ كُلُّهُم أَفْضَلُ مِنَ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَعَنْهُ،

Peristiwa terbunuhnya al-Husain tidak lebih dahsyat daripada terbunuhnya para Nabi. Kepala Yahya bin Zakariya dijadikan bayaran kepada seorang pelacur, dan Nabi Zakariya juga dibunuh. Demikian juga dengan ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, Mereka semua lebih utama dibandingkan dengan al-Husain radhiyallahu anhum.

فَلِذَلِكَ لَا يَجُوزُ لِلْإِنْسَانِ إِذَا تَذَكَّرَ مَقْتَلَ الْحُسَيْنِ أَنْ يَقُومَ بِاللَّطْمِ وَالشَّقِّ وَمَا شَابَهَ ذَلِكَ، بَلْ كُلُّ هَذَا مَنْهِيٌّ عَنْهُ فَإِنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَ شَقَّ الْجُيُوبَ »

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menampar-nampar wajahnya atau merobekrobek pakaiannya dan lain-lainnya jika mengingat terbunuhnya al-Husain, bahkan semua itu terlarang darinya, karena sesungguhnya Nabi i bersabda : “Bukan termasuk golonganku orang yang menampar-nampar pipinya dan merobek-robek pakaiannya (ketika ada yang meninggal dunia) ([9])

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « أَنَا بَرِيءٌ مِنَ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ »

Beliau juga bersabda: “Aku berlepas diri dari as Shaliqah (menjerit), al-Haaliqah (memotong rambut), dan As Syaaqqah Merobek baju) saat ada musibah ([10])

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّ النَّائِحَةَ إِذَا لَمْ تَتُبْ فَإِنَّهَا تُلْبَسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ دِرْعًا مِنْ جَرَبٍ وَسِرْبَالًا مِنْ قَطِرَانٍ»

Beliau ﷺ juga bersada : “Sungguh, jika orang yang meratapi mayit tidak bertaubat maka pada hari Kiamat nanti dia akan memakai baju dari kudis dan pakaian dari ter yang panas ([11])

فَالوَاجِبُ عَلَى الْمُسْلْمِ إِذَا جَاءَتْ أَمْثَالُ هَذِهِ الْمَصَائِبِ أَنْ يَقُولَ كَمَا قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : {الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}

Kewajiban seorang Muslim saat tertimpa musibah seperti ini adalah mengatakan apa yang difirmankan oleh Allah Tabaroka wata’ala : “(Yaitu) orang-omng yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji‘uun (sesunggubnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali).’” ([12])

Syaikh Utsman al Khamis melanjutkan :

النَّاسُ فِي قَتْلِ الْحُسَيْنِ عَلَى ثَلَاثِ طَوَائِفَ: الطَّائِفَةُ الْأُولَى : يَرَونَ أَنَّ الْحُسَيْنَ قُتِلَ بِحَقٍّ وَأَنَّه كَانَ خَارِجًا عَلَى الْإِمَامِ وَأَرَادَ أَن يَشُقَّ عَصَا الْمُسْلِمِينَ، وَقَالُوا: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ جَاءَكُم وَأَمْرُكُم عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ كَائِنًا مَنْ كَانَ »

Menanggapi peristiwa ini, orang-orang terpecah menjadi 3 golongan. Pertama : golongan yang memandang bahwa pembunuhan al-Husain radhiyallahu anhu merupakan tindakan yang tidak bisa disalahkan, karena ia memberontak kepada pemimpin dan ingin memecah persatuan kaum Muslimin. Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah , “Barang siapa mendatangi kalian untuk memecah-belah, persatuan kalian, sedangkan kalian telah bersatu di bawah satu pemimpin, maka bunuhlah dia, siapa pun orangnya. ([13])

وَالْحُسَيْنُ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمينَ وَالرَّسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كَائِنًا مَنْ كَانَ» اقْتُلُوهُ فَكَانَ قَتْلُهُ صَحِيحًا، وَهَذَا قَوْلُ النَّاصِبَةِ وَالنّاصبة : همُ الَّذِينَ ناصبوا عَلِيّا وَأهلَ بَيْتهِ الْعداءَ. الَّذِينَ يُبْغِضُونَ الْحُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ رَضِي اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْهُ وَعَنْ أَبِيهِ.

Al-Husain radhiyallahu anhu di sini dinilai ingin memecah-belah persatuan kaum Muslimin, sementara Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa pun orangnya”. Maka, peristiwa pembunuhan al-Husain di sini merupakan sebuah kebenaran. Ini adalah pendapat kelompok Nashibiyyah (Kaum yang mencapkan kebencian kepada Ali dan ahli bait) yang membenci al-Husain dan ayahnya.

الطَّائِفَةُ الثَّانِيَةُ : قَالُوا: هُوَ الْإِمَامُ الَّذِي تَجِبُ طَاعَتُهُ، وَكَانَ يَجِبُ أَنْ يُسَلَّمَ إِلَيْهِ الْأَمْرُ. وَهُوَ قَوْلُ الشِّيعَةِ.

Kedua, golongan yang mengatakan bahwa al-Husain radhiyallahu anhu adalah pemimpin yang wajib ditaati. Dan seharusnya segala urusan harus diserahkan kepadanya. Ini adalah pendapat Syi ah.

الطَّائِفَةُ الثَّالِثَةُ : وَهُم أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ قَالُوا: قُتِلَ مَظْلُومًا، وَلَمْ يَكُنْ مُتَوَلِّيًا لِلْأَمْرِ أَي: لَمْ يَكُنْ إِمَامًا، وَلَا قُتِلَ خَارِجِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بَلْ قُتِلَ مَظْلُومًا شَهِيدًا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «الْحسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ»

Ketiga, golongan Ahlus Sunnah wal Jama‘ ah. Mereka berpendapat bahwa al-Husain terbunuh dalam keadaan teraniaya. Ketika itu ia bukanlah khalifah, bukan pula terbunuh Sebagai pemberontak. Akan tetapi, ia terbunuh dalam keadaan teraniaya dan syahid, sebagaimana sabda Nabi ﷺ : “Al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemimpin para pemuda penduduk Surga. ([14])

وَذَلِكَ أَنَّهُ أَرَادَ الرُّجُوعَ أَوِ الذَّهَابَ إِلَى يَزِيدَ فِي الشَّامِ وَلَكِنَّهُم مَنَعُوهُ حَتَّى يَسْتَأْسِرَ لِابْنِ زِيَادٍ.

Dan yang demikian itu, bahwasanya al-Husainradhiyallahu anhu ingin kembali atau pergj menuju Yazid di Syam, akan tetapi orang-orang Kufah melarangnya sampai ia harus menjadi tawanan ‘Ubaidullah bin Ziyad.

[5] Peringatan hari suka cita (Bid’atul Farhi was Surur)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :

«بَعْدَ مَقْتَلِ الْحُسَيْنِ أَحْدَثَ النَّاسُ بِدْعَتَيْنِ: الْأُولَى: بِدْعةُ الْحُزْنِ وَالنَّوْحِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ اللَّطْمِ وَالصُّرَاخِ وَالبُكَاءِ وَالْعَطَشِ وَإِنْشَادِ الْمَرَاثِي،

Setelah peristiwa terbunuhnya al-Husain, orang-orang membuat dua bid‘ah: Pertama, bid‘ah kesedihan dan ratapan yang dilakukan pada setiap hari ‘Asyura’ dengan menampar-nampar wajah, tangisan, kehausan, dan lantunan syair kesedihan.

وَمَا يُفْضِي إِلَيْهِ ذَلِكَ مِنْ سَبِّ السَّلَفِ وَلَعْنَتِهِمْ وَإِدْخَالِ مَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ مَعَ ذَوِي الذُّنُوبِ حَتَّى يُسَبَّ السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ، وَتُقْرَأُ أَخْبَارُ مَصْرَعِهِ الَّتِي كَثِيرٌ مِنْهَا كَذِبٌ،

Juga, hal-hal lain yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan ini, seperti mencaci dan melaknat para Salaf dan memasukkan orang yang tidak berdosa bersama pelaku yang sebenarnya, sampai mencela para Sahabat. Kemudian dibacakan cerita terbunuhnya al-Husain radhiyallahu anhu yang kebanyakannya adalah kebohongan.

وَكَانَ قَصْدُ مَنْ سَنَّ ذَلِكَ فَتْحَ بَابِ الْفِتْنَةِ وَالفُرْقَةِ بَيْنَ الْأُمَّةِ وَإِلَّا فَمَا مَعْنَى أَنْ تُعَادَ هَذِهِ الذَّكْرَى فِي كُلِّ عَامٍ مَعَ إِسَالَةِ الدِّمَاءِ وَتَعْظِيمِ الْمَاضِي وَالتَّعلُّقِ بِهِ وَالالْتِصَاقِ بِالْقُبُورِ».

Tujuan orang yang membuat acara ini adalah membuka pintu fitnah dan perpecahan umat. Kalau tidak demikian, maka apa maksud mereka mengulang-ulang pembacaan peristiwa ini setiap tahun dengan melukai diri sampai berdarah, mengagungkan dan bergantung kepada masa lampau, serta mengusap-usap kuburan.

الثَّانِيَةُ: بِدْعَةُ الْفَرَحِ وَالسُّرُورِ وَتَوزِيعُ الْحَلْوَى وَالتَّوسِعَةِ عَلَى الْأَهْلِ يَوْمَ مَقْتَلِ الْحُسَيْنِ. وَكَانَتِ الْكُوفَةُ بِهَا قَوْمٌ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ لِآلِ الْبَيْتِ وَكَانَ رَأْسُهُمُ الْمُخْتَارُ بْنُ أَبِي عُبَيْدِ الْمُتَنَبِّىءُ الْكَذَّابُ

Kedua, bid‘ah senang-senang dan gembira ria, membagi: bagikan manisan, dan menggembirakan keluarga pada hariterbunuhnya al-Husain. (Kedua bid‘ah itu dibuat karena pada saat itu) di Kufah ada orang-orang yang membela Ahlul Bait, yang dipimpin oleh al-Mukhtar bin Abu ‘Ubaid, seorang pendusta yang mengaku dirinya sebagai Nabi,

وَقَوْمٌ مِنَ الْمُبْغِضِينَ لِآلِ الْبَيْتِ وَمِنْهُمُ الْحَجَّاجُ بْنُ يُوسُفَ الثَّقَفِيُّ وَلَا تُرَدُّ الْبِدْعَةُ بِالْبِدْعَةِ بلْ تُرَدُّ بإِقَامَةِ سُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُوَافِقَةِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى : {الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}

Dan ada pula orang-orang yang membenci Ahlul Bait, di antaranya al-Hajjaj bin Yusuf at Tsaqafi. Padahal bid‘ah tidak boleh diberantas dengan bid‘ah serupa, tetapi dengan menegakkan sunnah Nabi ﷺ sesuai dengan perintah Allah ta’ala (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, merekea mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji‘uun (sesunggubnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). ” ([15])

[6] Mengkhususkan hari ‘Asyura dengan amalan tertentu seperti mandi, bercelak, menafkahi keluarga, mengusap kepala anak yatim dll

Amalan amalan tersebut memang ada sumbernya hanya saja semuanya riwayat riwayat yang palsu diatas namakan kepada Rasulullah ﷺ diantara riwayat riwayat tersebut :

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمْرَضْ إِلَّا مَرَضُ الْمَوْتِ، وَمَنِ اكْتَحَلَ بِالْإِثْمِدِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ تَرْمَدْ عَيْنُهُ، وَمَنْ أَشْبَعَ أَهْلَ بَيْتِ مَسَاكِيْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ مَرَّ عَلَى الصِّـرَاطِ كَالْبَرْقِ الْخَاطِفِ، وَمَنْ عَادَ مَرِيْضًا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَكَأَنَّمَا عَادَ مَرْضَى وَلَدِ آدَمَ كُلِّهِـمْ.

Barang siapa yang mandi pada hari ‘Asyura maka tidak akan sakit kecuali sakit yang membawa pada kematiannya, barangsiapa yang bercelak dengan itsmid pada hari asyura maka tidak akan kena penyakit mata, barangsiapa yang mengenyangkan keluarga yang miskin pada hari asyura maka akan melintasi sirat seperti kilatan cahaya, barangsiapa yang menjenguk orang sakit pada hari ‘Asyura maka seolah telah menjenguk seluruh anak cucu adam yang sakit” ([16])

Para ulama mengatakan :

جَمِيْعُ الْأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ فِيْ الْاِغْتِسَالِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَالْكُحْلِ وَالْخِضَابِ ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا يَفْعَلُهُ أَهْلُ السُّنَّةِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ ضِدُّ الشِّيْعَةِ : كُلُّهُ مَوْضُوْعٌ مَا عَدَا الصِّيَامِ.

Seluruh hadits hadits yg datang tentang mandi hari asyura, bercelak, memakai semir rambut atau mengenakan inai dan yg lainnya yang dilakukan ahlus sunnah pada hari asyura selain orang syiah, semuanya hadits palsu kecuali tentang puasa, termasuk masalah yg ditanyakan yaitu memberi atau menambah belanja istri dan keluarga pada hari Asyura, juga tdak benar alias palsu, dimana ada riwayat yang berbunyi :

«مَنْ وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ»

Barang siapa yg melapangkan belanja keluarganya di hari Asyura maka akan lapangkan keluarganya sepanjang tahunnya ([17])

Imam Ibnu Jauzi rahimahullah (w 597 H) berkata tentang hadits melapangkan keluarga dengan tambahan redaksi dalam kitab Al Maudhu'at (kumpulan hadits hadits palsu)

لاَ يَشُكُّ عَاقِلٌ فِيْ وَضْعِهِ

Akal pun tidak meragukan akan kepalsuan hadits tersebut ([18])

Syaikhul Islam rahimahullah (w 728 H) mengatakan tentang hadits diatas :

وَهَذَا الْحَدِيثُ كَذِبٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَرْبٌ الْكِرْمَانِيُّ : سُئِلَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ، فَقَالَ: لَا أَصْلَ لَهُ

Hadits ini bentuk kedustaan atas nama Nabi ﷺ Harb al Kirmani berkata : Ahmad bin hanbal ditanya tentang hadits ini, maka beliau menjawab : Tidak ada asal usulnya. ([19])

Diantara hadits hadits palsu seputar bulan muharram dan hari ‘Asyura :

1-عَنْ جَابِرٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ

Dari Jabir ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda “Barang siapa yang melapangkan nafkahnya kepada keluarganya pada hari ‘Asyura maka Allah akan mekapangkan rizkinya sepanjang tahun” ([20])

2-عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرْفُوعًا : ....مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَبَدَ الله مثل عبَادَة أهل السَّمَوَات السَّبْعِ وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يقْرَأ فِي كل رَكْعَة {بِالْحَمْد} مَرَّةً وَمَرَّةً {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَ خَمْسِينَ عَامًا مَاضِيَةً وَخَمْسِينَ عَامًا مُسْتَقْبلَة وَبنى الله لَهُ فِي الْمَلأِ الأَعْلَى أَلْفَ مِنْبَرٍ مِنْ نُورٍ وَمَنْ سَقَى شَرْبَةً مِنْ مَاءٍ فَكَأَنَّمَا لَمْ يَعْصِ اللَّهَ طَرْفَةَ عَيْنٍ....

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu diriwayatkan secara marfu’ : …Barangsiapa menghidupkan ibadah di malam Asyura’ maka seolah olah ia beribadah seperti ibadahnya seluruh penduduk tujuh lapis langit, dan barang siapa yang shalat 4 rokaat pada setiap rokaat membaca al fatihah sekali dan surat al Ikhlas sekali maka dosanya selama 10 tahun yang lalu dan yang akan datang diampuni oleh Allah, serta akan dibangunkan baginya di tempatnya para Malikat seribu mimbar dari cahaya, dan barang siapa memberi minum air di hari ‘Asyura maka sesolah olah ia tidak pernah berbuat maksiat kepada Allah sekejap matapun….” ([21])

3-عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرْفُوعًا : إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى افْتَرَضَ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ صَوْمَ يَوْمٍ فِي السَّنَةِ وَهُوَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَهُوَ الْيَوْم الْعَاشِر من الْمُحَرَّمِ

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda : “Sesungguhnya Allah ﷻ telah mewajibkan kepada Bani Israil puasa satu hari dalam setahun, hari ‘Asyura’, yaitu hari kesepuluh dari bulan Muharram

فَصُومُوهُ وَوَسِّعُوا عَلَى أَهْلِيكُمْ فِيهِ فَإِنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ مِنْ مَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ

Oleh karena itu, hendaklah kalian berpuasa ‘Asyura dan lapangkanlah nafkah kalian terhadap keluarga kalian pada hari itu, karena sesungguhnya barangsiapa melapangkan nafkah kepada keluarganya dari harta bendanya pada hari ‘Asyura, niscaya Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun.

فَصُومُوهُ فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي تَابَ اللَّهُ فِيهِ عَلَى آدَمَ وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي رَفَعَ اللَّهُ فِيهِ إِدْرِيسَ مَكَانًا عَلِيًّا وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي نَجَّى فِيهِ إِبْرَاهِيمَ مِنَ النَّارِ وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَخْرَجَ فِيهِ نُوحًا مِنَ السَّفِينَةِ

Lakukanlah puasa Asyura’, karena pada hari itu Allah menerima taubat nabi Adam Dan Allah mengangkat nabi Idris hari itu pada kedudukan yang tinggi Dan Allah menyelamatkan nabi Ibrahim dari kobaran api Dan Allah mengeluarkan nabi Nuh dari kapalnya

وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى وَفِيهِ فَدَى اللَّهُ إِسْمَاعِيلَ مِنَ الذَّبْحِ وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَخْرَجَ اللَّهُ فِيهِ يُوسُفَ مِنَ السِّجْنِ

Dan Allah, menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa Dan Allah yang menukar Ismail dengan sembelihan Dan dialah hari yang Allah mengeluarkan nabi Yusuf dari penjara

وَهُوَ الْيَوْمُ الِذِي رَدَّ اللَّهُ عَلَى يَعْقُوبَ بَصَرَهُ وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي كَشَفَ اللَّهُ فِيهِ الْبَلاءَ عَنْ أَيُّوبَ الْبلَاء وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي أَخْرَجَ اللَّهُ فِيهِ يُونُسَ مِنْ بَطْنِ الْحُوتِ

Dan Allah mengembalikan penglihatan nabi Ya’qub Dan Allah membebaskan nabi Ayyub dari bencana (penyakit) Dan dialah hari yang Allah mengeluarkan nabi Yunus dari perut ikan

وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي فَلَقَ اللَّهُ فِيهِ الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي غَفَرَ اللَّهُ فِيهِ لِمُحَمَّدٍ ذَنْبَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْهُ وَمَا تَأَخَّرَ وَفِي هَذَا الْيَوْمِ عَبَرَ مُوسَى الْبَحْرَ وَفِي هَذَا الْيَوْمِ أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ التَّوْبَةَ عَلَى قَوْمِ يُونُسَ

Dan sialah hari yang Allah membelah lautan (menjadi daratan) bagi bani Israil Dan Allah pada hari itu mengampuni dosa Nabi Muhammad baik yang telah berlalu ataupun yang akan datang dan pada hari ini pula Allah menyebrangkan Nabi Musa ke lautan dan pada hari ini juga Allah menurunkan taubat kepada kaum Nabi Yunus

فَمَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمَ كَانَ لَهُ كَفَّارَةَ أَرْبَعِينَ سَنَةً وَهُوَ أَوَّلُ يَوْمٍ خَلَقَ اللَّهُ مِنَ الدُّنْيَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَأَوَّلُ مَطَرٍ نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ يَوْمُ عَاشُورَاءَ فَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ وَهُوَ صَوْمُ الأَنْبِيَاءِ

Barang siapa puasa pada hari ‘Asyura maka baginya kafarat (penebus dosa) 40 tahun dan Allah menciptakan dunia pertama kalinya pada hari Asyura, dan hujan pertamakali turun, barangsiapa yang berpuasa pada hari Asyura maka seolah olah telah berpuasa sepanjang tahun dan dia adalah puasanya para Nabi.

وَمَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَبَدَ الله مثل عبَادَة أهل السَّمَوَات السَّبْعِ وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يقْرَأ فِي كل رَكْعَة بِالْحَمْد مَرَّةً وَمَرَّةً {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَ خَمْسِينَ عَامًا مَاضِيَةً وَخَمْسِينَ عَامًا مُسْتَقْبلَة وَبنى الله لَهُ فِي الْمَلأِ الأَعْلَى أَلْفَ مِنْبَرٍ مِنْ نُورٍ

Dan barangsiapa menghidupkan ibadah di malam Asyura’ maka seolah olah ia beribadah seperti ibadahnya seluruh penduduk tujuh lapis langit, dan barang siapa yang shalat 4 rokaat pada setiap rokaat membaca al fatihah sekali dan surat al Ikhlas sekali maka dosanya selama 10 tahun yang lalu dan yang akan datang diampuni oleh Allah, serta akan dibangunkan baginya di tempatnya para Malikat seribu mimbar dari cahaya,

وَمَنْ سَقَى شَرْبَةً مِنْ مَاءٍ فَكَأَنَّمَا لَمْ يَعْصِ اللَّهَ طَرْفَةَ عَيْنٍ وَمَنْ أَشْبَعَ أَهْلَ بَيْتٍ مَسَاكِينٍ يَوْمَ عَاشُورَاء مَرَّ عَلَى السِّرَاطِ كَالْبَرْقِ الْخَاطِفِ وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَكَأَنَّمَا لَمْ يَرُدَّ سَائِلا قَطُّ

Barangsiapa memberi seteguk air minum maka seakan akan tidak pernah bermaksiat kepada Allah sekejap matapun, barangsiapa yang mengenyangkan keluarga miskin pada hari Asyura maka akan melintasi shirat seperti kilat yang menyambar dan barangsiapa yang bersedekah dengan suatu sedekah maka seolah olah ia tidak pernah menolak peminta minta seorangpun.

وَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ يَمْرَضْ إِلا مَرَضَ الْمَوْتِ وَمَنِ اكْتَحَلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ تَرْمَدْ عَيْنَاهُ تِلْكَ السَّنَةَ كُلَّهَا وَمَنْ أَمَرَّ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ فَكَأَنَّمَا أَمَرَّهَا عَلَى يَتَامَى وَلَدِ آدَمَ كُلِّهِمْ وَمَنْ عَادَ مَرِيضًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَادَ مَرْضَى وَلَدِ آدَمَ كُلِّهِمْ،

Barangsiapa mandi pada hari Asyura’, maka ia tidak akan mengalami sakit apapun kecuali kematian Barangsiapa yang bercelak pada hari Asyura maka tidak akan sakit mata sepanjang tahun itu, siapa yang tangannya mengusap kepala anak yatim maka seakan-akan ia ia telah mengusap kepada semua anak yatim bani Adam. Dan barangsiapa menjenguk orang sakit pada hari Asyura’, maka seakan-akan ia telah menjenguk semua orang sakit dari keturunan nabi Adam. ([22])

Dan masih banyak lagi hadits hadits yang tidak shaiih serta yang palsu lainnya, silahkan merujuk kepada kitab kitab yang mengumpulkan hadits hadits lemah dan palsu diantaranya :

[1] Silsilah al ahadits Ad Dha’ifah wal maudhu’ah karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani (w 1420 H)

[2] Al Maudhu’at karya Imam Ibnu Jauzi (w 543 H)

[3] Al Aalaa-i Al Mashnu’ah ‘alal ahadits al Maudhu’ah, karya Imam Jalaludin As Suyuthi (w 911 H)

[4] Al Fawaid Al Majmu’ah Fil Ahadits Al Maudhu’ah, karya Imam Muhammad bin Ali Abu Abdullah As Syaukani (w 1255)

[5] Tanzihus syari’ah karya Al Hafidz Abul Hasan Ali bin Muhammad bin ‘Araq Al Kinani (w 963)

[6] Tamyizul Marfu’ ‘Anil Maudhu’, karya ‘Ali al Qori al Harawi al Makky (w 1014 H)

[7] Al Manarul Munif fis shahih wad dha’if, karya Imam Ibnul qoyyim al jauziyyah (w 751 H)

[8] Tadzkiratul Maudhu’at, karya Imam Al Hafidz Muhammad bin Thahir al Maqdisiy (w 507 H)

[9] Al Maudhu’at Minal Ahadits Al Marfu’at, karya Imam Abu Abdillah Al Husain Bin Ibrahim Al Juzqani (w 543 H).

[10] Al Atsar al Marfu’ah fil Akhbar al Maudhu’ah, karya Imam Abul Hasanat muhammad Al Hindi (w 1304 H)

Dan masih banyak lagi kitab kitab lainnya yang membahas dan mengumpulkan hadits dan riwayat palsu, hal ini disampaikan agar umat berhati hati dalam meyakini dan mengamalkan ibadah dalam beragama.


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid031XYrXXpXigGn4RUCc9zbpYDDMxHPc76RjfvUtjYGwHJC5EG2SgpYQAvU2d9rt7rJl&id=100010496524332


Oleh : Abu Ghozie As Sundawie

----------------------------

[1] (Tashhihud Du’a, hal. 109)

[2] (Al Alaail Mashnu’ah fil Ahadits Al maudhu’ah 2/46)

[3] [Al Atsar al Marfu’ah dil Akhbar al maudhu’ah 1/110

[4] [Hadits Palsu, lihat Kitab Al Alaai al mashnu’ah fil Ahadits al maudhu’ah 2/93, Tanzihus Syari’ah al marfu’ah 2/150, Al Maudhu’at 2/45]

[5] Al Atsaar al Marfu’ah fil Akhbar al Maudhu’ah 1/110

[6] Al Atsaar al Marfu’ah fil Akhbar al Maudhu’ah 1/110

[7] Al Atsaar al Marfu’ah fil Akhbar al Maudhu’ah 1/110

[8] (Bida’ wa akhtha’ hal. 229)

[9] (HR Bukhari : 1294, Muslim : 103)

[10] (HR Bukhari : 1296, muslim : 140/176)

[11] (HR muslim : 934)

[12] (QS. Al-Baqarah: 156)

[13] (HR Muslim : 1852)

[14]

[15] (QS. Al-Baqarah: 156, lihat Minhajus Sunnah 5/554)

[16] [Hadits Palsu, lihat Kitab Al Alaai al mashnu’ah fil Ahadits al maudhu’ah 2/93, Tanzihus Syari’ah al marfu’ah 2/150, Al Maudhu’at 2/45]

[17] (HR Al Baihaqi, Sya'ubul Iman no 3791), Sanadnya Dho'if (lemah)

[18] (Al Maudhu'at 2/856)

[19] (Minhajus Sunnah 8/149)

[20] (Hadits Palsu, lihat : Al Mudhu’at, Ibnu Jauzi 2/572, Al manrul Munif, Ibnu Qayyim 1/111, Misykatul Mashabih 1/601, Al Fawaid Al majmu’ah, As Syaukani 1/98, Al Kaamil fi Dhu’afar Rijal, Ibnu ‘Adi 5/211)

[21] [Hadits Palsu, lihat Kitab Al Alaai al mashnu’ah fil Ahadits al maudhu’ah 2/93, Tanzihus Syari’ah al marfu’ah 2/150, Al Maudhu’at 2/45]

[22] [Hadits Palsu, lihat Kitab Al Alaai al mashnu’ah fil Ahadits al maudhu’ah 2/93, Tanzihus Syari’ah al marfu’ah 2/150, Al Maudhu’at 2/45]

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive