Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Thursday, November 9, 2023

Shalat-shalat Sunnah 4

Shalat Rawatib – Shalat Sunnah Harian
Bismillah...

Shalat Rawatib – Shalat Sunnah Harian

Permasalahan

Waktu pelaksanaan

Batas waktu mengerjakan shalat sunnah qobliyyah adalah dimulai ketika sudah masuk waktu shalat fardhunya sampai ditegakkan shalat fardhu tersebut. Adapun shalat sunnah ba’diyyah dimulai ketika selesai shalat fardhu tersebut sampai waktu shalat tersebut habis. ([23])

Qodho’ shalat rowatib

Mengqodho shalat sunnah rowatib hukumnya boleh, ([24]) berdasarkan beberapa hadits berikut:

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَي الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ

Siapa yang belum shalat dua raka’at sebelum Shubuh, maka hendaklah ia mengerjakannya setelah terbitnya matahari.” ([25])

Hadits Ummu Salamah

يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ، سَأَلْتِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ العَصْرِ، وَإِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ القَيْسِ، فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ

Wahai puteri Abu Umayah (maksudnya Ummu Salamah), engkau menanyakan tentang dua rakaat setelah shalat Ashar. Sesungguhnya orang-orang dari kabilah Abdil-Qais datang menemuiku, yang menyebabkan aku tidak sempat melaksanakan dua rakaat tersebut setelah Zuhur. Maka kedua rakaat tersebut adalah yang aku lakukan ini.” ([26])

Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْر،ِ صَلاَّهُنَّ بَعْدَهُ

Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat rawatib 4 raka’at sebelum Zhuhur, maka beliau melakukannya setelah shalat Zhuhur.” ([27])

Hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَامَ عَنِ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَ وَإِذَا اسْتَيْقَظَ

Siapa yang ketiduran sehingga terluput dari shalat witir atau lupa mengerjakannya, maka kerjakanlah shalat tersebut ketika ingat atau ketika bangun.” ([28])

Tempat pelaksanaan

Tempat paling utama untuk mengerjakan shalat sunnah adalah di rumah dan shalat rawatib termasuk shalat sunnah.

Dalilnya:

adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Zaid Bin Tsabit bahwa Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam bersabda:

«قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ، فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ، فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ»

Aku sudah tahu apa yang aku lihat dari perbuatan kalian, wahai manusia shalatlah kalian di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.” ([29])

Dan juga riwayat lain dari Ibnu Umar:

«اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا»

Jadikanlah shalat-shalat (sunnah) kalian di rumah-rumah kalian, dan jangan menjadikan (rumah-rumah kalian) seperti kuburan.” ([30])

Dan juga terdapat riwayat dari Jabir:

«إِذَا قَضَى أَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ فِي مَسْجِدِهِ، فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ صَلَاتِهِ، فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلَاتِهِ خَيْرًا»

Jika salah seorang di antara kalian telah menunaikan shalat di masjidnya, maka hendaklah ia memberi jatah shalat bagi rumahnya. Karena sesungguhnya Allah menjadikan kebaikan dalam rumahnya melalui shalatnya.” ([31])

Hikmahnya:

Hikmah mengerjakan shalat sunnah di rumah adalah lebih mendekati keikhlasan. ([32])


Footnote:

([23]) Ibnu Qudamah berkata:

” كل سنة قبل الصلاة فوقتها من دخول وقتها إلى فعل الصلاة، وكل سنةٍ بعدها فوقتها من فعل الصلاة إلى خروج وقتها ”

Seluruh shalat sunnah qobliyyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu shalat hingga ditegakkannya shalat, dan seluruh shalat sunnah ba’diyyah makan waktunya dari selesai shalat hingga habis waktunya.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah 2/95)

([24]) Khilaf pada qodho rowatib

Pendapat pertama: Semua shalat sunnah rowatib bisa diqodho walaupun di waktu terlarang. Berdasarkan beberapa hadits secara umum maupun khusus yang menyebutkan adanya qodho shalat rowatib.

Secara umum ketika seseorang terlupa terhadap suatu shalat maka boleh baginya untuk mengqodho shalat tersebut, hal ini berdasarkan hadits Anas Bin Malik:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ قَالَ قَتَادَةُ: وَ {أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي}

Siapa yang lupa terhadap suatu shalat maka hendaknya ia kerjakan jika ia mengingatnya, dan tidak ada kaffaroh untuknya kecuali itu. Berkata Qotadah: {dan tegakkanlah shalat untuk mengingatku} QS. Thaha 14.” (HR. Muslim No. 684)

Sisi pendalilannya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata shalat dengan bentuk nakiroh yang menunjukkan keumuman, sehingga shalat sunnah rowatib masuk ke dalam keumuman lafaz ini.

Adapun secara khusus, Hadits Ummu Salamah ketika Rasulullah shalat dua raka’at setelah ashar, beliaupun menjawab:

»يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ، سَأَلْتِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ العَصْرِ، وَإِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ القَيْسِ، فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ«

Wahai puteri Abu Umayah (maksudnya Ummu Salamah), engkau menanyakan tentang dua rakaat setelah shalat Ashar. Telah datang menemuiku orang-orang dari kabilah Abdil-Qais, sehingga aku tidak sempat melaksanakan kedua rakaat tersebut setelah Zuhur. Maka itulah kedua rakaat (yang aku lakukan setelah shalat Ashar).” (HR. Bukhāri No. 1233)

Dan dalil secara khusus juga, pernah terjadi pada zaman Rasulullah tertidur dari shalat subuh, diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

إِذْ كُنَّا قَدْ رَأَيْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا نَامَ عَنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى طَلَعَتِ الشَّمْسُ صَلَّى حِينَ حَلَّتِ الصَّلَاةُ لَهُ بَعْدَ آذَانِ بِلَالٍ لَهَا رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ، ثُمَّ صَلَّى صَلَاةَ الْفَجْرِ

Kami melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertidur dari shalat subuh hingga matahari terbit, kemudian beliau shalat dua raka’at sunnah subuh setelah adzan Bilal kemudian shalat subuh.” (Syarhu Musykilil Atsar no. 4132)

Dan juga hadits ‘Abdurrahman Bin Abu Layla:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَاتَتْهُ أَرْبَعٌ قَبْلَ الظُّهْرِ، صَلَّاهَا بَعْدَهَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika luput darinya shalat sunnah empat raka’at sebelum zhuhur, maka beliau kerjakan setelah zhuhur.” (Mushonnaf Ibnu Abu Syaibah no. 5973)

Sisi pendalilannya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits yang disebutkan diatas mengqodho shalat sunnah subuh dan shalat sunnah zhuhur, maka sunnah-sunnah rowatib yang lain pun bisa diqiyaskan.

Juga perbuatan sahabat Qois:

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: «مَهْلًا يَا قَيْسُ، أَصَلَاتَانِ مَعًا»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ: «فَلَا إِذَنْ»

Rasullullah keluar (dari rumah), lalu iqamat dikumandangkan, maka aku shalat shubuh bersama beliau, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beranjak (setelah selesai shalat) dan mendapatiku melaksanakan shalat (lagi), lalu beliau menegurku: “Sebentar wahai Qais, apakah engkau melakukan dua kali shalat bersamaan? Lalu aku menjawab: “Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan shalat sunnah dua rakaat (sebelum) shubuh. “Nabi bersabda: “Kalau begitu tidak mengapa. (HR. At-Tirmidzi no 422, dan hadits ini dishohihkan oleh Al-Albani).

Berkata imam An-Nawawi: “Telah kami sebutkan bahwa yang shohih menurut madzhab kami adalah qodho nafilah rowatib mustahab, dan ini adalah pendapat Muhammad, Al-Muzani, dan salah satu riwayat Ahmad. (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab 4/43)

Al-Mirdawi menjelaskan tentang shalat-shalat sunnah rowatib: “Dan barang siapa terluput darinya shalat-shalat sunnah ini maka disunnahkan untuk mengqodhonya”. (Al-Inshof fii ma’rifati ar-roojih minal khilaf 2/177)

Dan ini pendapat yang dipilih oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang dijelaskan ketika ada yang menanyakan kepada beliau: Apakah shalat-shalat sunnah rowatib diqodho?

Beliau menjawab: Adapun jika shalat rowatib telah luput, seperti rowatib zhuhur, maka apakah diqodho setelah ashar? Terdapat dua pendapat dan semuanya ada riwayat dari Imam Ahmad, salah satunya: tidak diqodho dan ini adalah madzhab Abu Hanifah dan Malik. Kedua: diqodho, ini adalah perkataan imam Asy-Syafi’i. Dan dia lebih kuat. Wallahu a’lam. (Majmu’ Al-fatawa 23/127)

Pendapat kedua: shalat sunnah rowatib tidak bisa diqodho. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, dan Abu Yusuf dalam riwayat yang paling masyhur dari keduanya.

([25]) HR. Tirmidzi no. 423. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini.

([26]) HR. Bukhāri no. 1233

([27]) HR. Tirmidzi no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

([28]) HR. Tirmidzi no. 465 dan Ibnu Majah no. 1188. Syaikh Al Albani menshahihkan.

([29]) HR. Bukhori no. 731

([30]) HR. Bukhori no. 423. Imam Bukhāri memasukkan hadits ini dalam bab “At-Tathawwu’ fil bait”.

([31]) HR. Muslim no. 778

([32]) Ibnu Qudamah menjelaskan alasan mengapa shalat di rumah lebih baik:

وَالتَّطَوُّعُ فِي الْبَيْتِ أَفْضَلُ…. وَلِأَنَّ الصَّلَاةَ فِي الْبَيْتِ أَقْرَبُ إلَى الْإِخْلَاصِ. وَأَبْعَدُ مِنْ الرِّيَاءِ، وَهُوَ مِنْ عَمَلِ السِّرِّ، وَفِعْلُهُ فِي الْمَسْجِدِ عَلَانِيَةٌ وَالسِّرُّ أَفْضَلُ

dan shalat sunnah di rumah lebih utama, … karena shalat di rumah lebih mendekati keikhlasan, lebih jauh dari riya’, dan termasuk amalan tersembunyi karena mengerjakannya di masjid adalah perbuatan terang-terangan, dan amalan yang tersembunyi lebih utama (dari amalan terang-terangan).” (Al-Mughni libni Qudamah 2/104)


https://bekalislam.firanda.net/2961-shalat-rawatib-shalat-sunnah-harian.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive