Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Thursday, August 2, 2018

Saudaraku, Amal Ibadah Terbaik Adalah Dzikir

Amal Ibadah Terbaik Adalah Dzikir
Ketahuilah bahwa Dzikir merupakan amal ibadah terbaik yang sangat disukai oleh Allah Azza Wa Jalla.

‎أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَ أَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَ أَرْفَعِهَا فِيْ دَرَجَاتِكُمْ وَ خَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَ الْفِضَّةِ وَ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَ يَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: ذِكْرُ اللهِ

Maukah kamu aku beritahukan sebaik-baik amal perbuatan sekaligus yang paling suci di mata Tuhan dan paling tinggi dalam (mengangkat) derajat serta yang lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik pula bagi kalian daripada berhada-hadapan dengan musuh kemudian kalian menebas leher mereka dan mereka juga menebas leher kalian?” Para sahabat menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Dzikir (kepada) Allah.” (H.R. Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim).

Makna hadits

Lafazh (بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ) “Sebaik-baik amal perbuatan kalian” memuat dalil bahwa dzikir adalah sebaik-baik amal perbuatan manusia secara umum, sebagaimana ditunjukkan oleh penyertaan (idhāfah) lafal (أَعْمَال) (dalam bentuk plural) pada kata ganti (dhamīr) (كُمْ). Begitu juga penyertaan lafal (أَزْكَى) (yang lebih suci) dan (أَرْفَعُ) (yang lebih tinggi) pada kata ganti orang ketiga tunggal untuk jenis perempuan (هَا). Ini semua menegaskan bahwa di mata Allah dzikir lebih utama daripada amalan-amalan yang dilakukan para hamba (manusia), juga yang paling besar berkahnya serta paling tinggi derajatnya.

Di samping itu, hadits ini juga mengandung anjuran berdzikir, sebab aktivitas dzikir masuk dalam semua ini amal perbuatan yang dilakukan oleh hamba manapun.

Lafazh (وَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَ الْفِضَّةِ)

Lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak.”

Dalam redaksi lain diungkapkan dengan lafazh (وَ خَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَ الْوَرَقِ). Sementara dalam redaksi lain diungkapkan dengan menggabungkan kata (الْفِضَّة وَ الْوَرَق).

Penyambungan (peng-‘athaf-an) mata uang pada emas dan perak merupakan bentuk penyambungan kata yang bersifat khusus pada kata yang bersifat umum. Peng-‘athaf-an lafazh “menginfakkan emas dan perak” pada lafazh sebelumnya mengenai keumuman amal perbuatan, sementara infak sendiri termasuk amal perbuatan yang mengindikasikan adanya amal ulama yang melebihi seluruh amal perbuatan, (yakni dzikir). Begitu juga dengan kasus peng-‘athaf-an kata yang bersifat khusus pada (kata) yang bersifat umum, dan seterusnya.

Lafazh (وَ خَيْرٌ لَكُمْ أَنْ تَلْقَوْا الْعَدُوَّ) “Lebih baik pula bagi kalian daripada berhadap-hadapan dengan musuh”. Penggalan kalimat ini juga termasuk jenis peng-‘athaf-an sesuatu yang bersifat khusus pada sesuatu yang bersifat umum, sebab jihad termasuk amal perbuatan yang mulia, dan tingkatannya relatif tinggi di atas rata-rata amal.

Penyebutan kedua amal di atas secara khusus (infak dan jihad melawan musuh) setelah menyebutkan secara umum seluruh amal, semakin mempertegas pesan yang disampaikan pertama: “Maukah kalian aku beritahukan sebaik-baik amal perbuatan?” kemudian diikuti dengan penyebutan keutamaan dzikir atas seluruh amal. Hal ini juga menunjukkan adanya gaya bahasa hiperbola yang digunakan untuk menyerukan keutamaan dzikir di atas yang lain, sekaligus membangun persepsi bahwa yang dimaksud dengan amal-amal perbuatan (yang berada di bawah level dzikir) di sini adalah amal-amal yang berada di puncak keutamaan dan memiliki ketinggian derajat, yakni jihad menghadapi musuh secara frontal dan mensedekahkan jenis harta yang sangat digandrungi manusia, yakni emas dan perak.

Sanggahan Ulama Terhadap Pendapat yang Mengatakan bahwa Ibadah Dzikir Lebih Utama dari Jihad.

Jika sebelumnya ada yang mempermasalahkan pengistimewaan dzikir atas sedekah, kini ada lagi ulama yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengistimewaan dzikir atas jihad kendati banyak dalīl shaḥīh yang menyatakan bahwa dzikir merupakan sebaik-baik amal perbuatan.

Menurut penyanggah, sebagian kalangan ahli ilmu telah mencoba menggabungkan hadits-hadits yang menyatakan keistimewaan beberapa amal atas amal yang lain dengan hadits-hadits yang menunjukkan pengutamaan beberapa amal atas amal yang diutamakan. Mereka pun menyimpulkan bahwa suatu amal dianggap lebih utama dari yang lain tergantung pada individu dan kondisi (tidak secara mutlak berdasarkan amal itu sendiri).  Barang siapa yang mampu berjihad dan memiliki pengaruh kuat di dalamnya, maka amal terbaiknya adalah jihad. Sementara bagi orang yang banyak harta, amal terbaiknya adalah sedekah. Sedangkan bagi orang yang tidak memiliki kedua kategori (tersebut), maka amal terbaiknya adalah dzikir, shalat, dan sejenisnya.

Sanggahan ini bisa dimentahkan dengan kelugasan pernyataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebut keutamaan dzikir atas jihad itu sendiri (tanpa mempertimbangkan pelaku dan kondisinya) dalam hadits ini dan hadits-hadits lainnya.

Misalnya, hadits riwayat Abu Sa‘id al-Khudri r.a. yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: “Siapa gerangan manusia yang paling utama derajatnya di sisi Allah pada hari kiamat?” Beliau menjawab: “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah.” Aku (Abu Sa‘id al-Khudri) bertanya: “(Apakah mereka lebih utama) dibanding orang yang berperang di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Seandainya dia menebaskan pedangnya (berperang dengan) orang-orang kafir dan kaum musyrikin hingga pedangnya patah dan ia (atau pedangnya) berlumuran darah sekalipun, maka orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah tetap lebih utama derajatnya daripada dia.” Setelah meriwayatkan hadits ini, At-Tirmidzi berkomentar bahwa ini adalah hadits gharīb.

Hadits yang sama juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amru (bin al-‘Ash) secara marfū‘. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih mampu menyelamatkan (seseorang) dari siksa neraka daripada dzikir (kepada) Allah.” Para sahabat bertanya: “Tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Meski ia berperang dengan menggunakan pedangnya hingga patah sekalipun.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dan al-Baihaqi dari jalur Sa‘id bin Sinan. Dan akan dijelaskan sebentar lagi hadits “Kecuali jika ia berperang menebaskan pedangnya hingga pedang tersebut patah.”

Adapun hadits yang menunjukkan keutamaan dzikir atas sedekah (sebagai obyek, tanpa mempertimbangkan pelaku dan kondisi) antara lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dengan status yang dinyatakan at-Tirmidzi sebagai hadits hasan, dari riwayat Tsauban. Ia mengatakan: “Ketika turun ayat: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak.” (at-Taubah [9]: 34), kami tengah bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu perjalanan beliau. Seorang sahabat berkata: “Telah turun wahyu mengenai emas dan perak. Seandainya kami tahu harta apakah yang paling baik, niscaya kami akan menyimpannya.” Beliau menjawab:

‎أَفْضَلُهُ لِسَانٌ ذَاكِرٌ، وَ قَلْبٌ شَاكِرٌ، وَ زَوْجَةٌ مُؤْمِنَةٌ تُعِيْنُهُ عَلَى إِيْمَانِهِ

Harta yang paling baik adalah lisan yang senantiasa berdzikir, hati yang senantiasa bersyukur, dan istri beriman yang membantunya dalam menjalankan keimanannya.”

Selain itu, ada pula hadits lain yang menceritakan mengenai seorang pria yang membagi-bagikan uang yang dimilikinya, sementara yang lain sibuk berdzikir kepada Allah.

Sementara hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan dzikir dibanding jihad, sedekah, dan amalan-amalan lainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dari Mu‘adz r.a. dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada beliau: “Siapa gerangan mujahid (pejuang) yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab: “Yang paling banyak berdzikir kepada Allah.” Kemudian sahabat tersebut menanyakan ihwal shalat, zakat, haji, dan sedekah, dan di sini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap memberikan satu jawaban: “Yang paling banyak berdzikir kepada Allah.”

Suatu ketika Abu Bakar r.a. berkata pada ‘Umar: “Hai Abu Hafsh, orang-orang yang gemar berdzikir telah pergi membawa segala kebaikan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menimpali: “Benar.”

Dari Buku Mutiara Ahli Hadits

Oleh: Ibnu Al-Jazari

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive