Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Sunday, March 31, 2019

Terlanjur Menerima Uang Asuransi Jasa Raharja

Terlanjur Menerima Uang Asuransi Jasa Raharja
Assalamu’alaikum

Mau tanya Ustadz, sekitar 3 tahun yang lalu saya mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan anak kedua meninggal dunia dan istri harus dirawat karena patah lengan kirinya. Waktu itu polisi yang menangani kasus kecelakaan tersebut menguruskan klaim jasa raharja atas inisiatif Bapak polisi yang bersangkutan.

Singkat cerita kurang lebih 2 bulan berselang, klaim jasa raharjanya cair dan saya sangat kaget tidak menyangka angkanya sangat besar yaitu Rp 35.000.000 (Tiga puluh lima juta rupiah).

Dari total uang tersebut setelah dipotong buat pak polisi dan buat bayar utang, sisanya saya gunakan untuk renovasi rumah yang saya tempati sekarang. Pertanyaan saya:
  1. Apakah uang yang saya terima tersebut termasuk riba.
  2. Seandainya termasuk riba bagaimana cara mensucikannya?
Terima kasih atas jawabannya.

Dari: Mubasyir Atiq

Jawaban:

Wassalamu’alaikum

Benar, uang itu adalah riba, tapi karena dulu tidak tahu dan terlanjur habis dibelanjakan ya sudah beristighfar dan menyesali serta bertekad tidak mengulanginya.

Wassalamu’alaikum

👤 Dijawab oleh Ustadz Dr. Muhammad Arifin bin Baderi (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Apakah Asuransi Bisa Diwariskan?

Apakah Asuransi Bisa Diwariskan?
Assalamu’alaikum.

Penanya: Ustadz, saya seorang suami, istri saya 2 bulan lalu meninggal dunia, beliau meninggalkan harta berupa manfaat asuransi senilai 244 juta rupiah, di polis asuransi tertulis penerima manfaatnya adalah ibunya. Beliau ikut asuransi tersebut sebelum menikah sekitar 4 tahun dan terus berlanjut setelah menikah selama 1 tahun. Almarhumah meninggalkan suami dan 1 anak, Apakah saya dan anak ada hak atas uang tersebut? terima kasih.

Dari: Mohammad Halir Azzam

Konsultasi Syariah: Wa’alaikumussalam. Anak Anda laki-laki atau perempuan?
Apakah istri Anda pernah memberitakan tentang asuransi tersebut?

Penanya: Anak saya perempuan, sebelum menikah saya sebenarnya sudah tahu tentang asuransi. Pada saat itu calon istri saya, dan setelah menikah kemudian punya anak, saya lupa untuk memberitahu istri saya untuk paling tidak menambah atau merubah hak waris dan mungkin istri saya juga ada rencana ke arah itu tapi tidak sempat.

Jawaban:

Semoga Allah mengampuni dosa istri Anda dan semoga Allah segera menggantikan Anda dengan istri yang sholehah. Selanjutnya semua harta warisan yang ditinggal oleh istri Anda, maka Anda berhak mendapatkan bagian dari warisan tersebut, termasuk asuransi yang ia tinggalkan.

Namun perlu diketahui bahwa asuransi adalah haram karena itu riba. Solusinya, Anda pungut saja sebesar premi yang pernah dibayarkan oleh istri selebihnya salurkan kepada fakir miskin.

Adapun pembagian warisannya sebagai berikut:
  • Anak perempuan memdapat 1/2 harta
  • Suami mendapat 1/4 harta
  • Ibu istri mendapat 1/6 harta
  • Dan bila ada ayah istri, maka dia juga dapat 1/6
Wassalamu’alaikum

👤 Dijawab oleh Ustadz Muhammad Arifin bin Baderi (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Sunnah Banyak Anak dan Kewajiban Mendidik Mereka

Sunnah Banyak Anak dan Kewajiban Mendidik Mereka
Islam menganjurkan umat muslim agar punya banyak anak, karena jumlah yang banyak merupakan suatu kenikmatan bagi suatu kaum, terlebih disertai dengan pendidikan agama yang baik, adab mulia dan akhlak yang luhur pada anak-anak. Logika beberapa oknum manusia saat ini tidaklah sepenuhnya benar, mereka berkata “Banyaknya penduduk merupakan beban negara”. Tentu ini tidak benar, jumlah suatu kaum merupakan kenikmatan yang besar dan memiliki banyak keuntungan. Tentunya perlu dibarengi dengan perhatian besar untuk mendidik agama dan perhatian pada akhlak dan adab mereka.

Allah berfirman dalam Alquran yang menjelaskan bahwa jumlah yang banyak merupakan kenikmatan bagi suatu kaum.

Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً

Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar.” (QS. Al-Isra’: 6)

Allah Ta’ala juga memberikan nikmat kepada kaum Nabi Syu’aib akan jumlah kaumnya yang banyak, padahal sebelumnya sedikit.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ

Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al-A’raf: 86)

Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan umatnya agar memiliki banyak anak.

عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, ‘Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.’ ” (HR .Ibnu Hibban 9/338, Irwa’ no 1784)

Memiliki banyak anak saleh dan salehah merupakan harta terbesar bagi orang tua. Betapa banyak orang tua yang sudah tua renta dan sepuh, dahulunya menyesal hanya punya anak satu atau dua, karena kini mereka kesepian di usia senja mereka. Anak-anak mereka yang hanya sedikit dan sibuk dengan urusan masing-masing atau terpisah di pulau yang jauh. Mereka menyesal dan berangan-angan, sekiranya dahulu punya anak yang banyak sehingga mereka tidak kesepian dan banyak yang perhatian pada mereka di usia senja. Terlebih anak yang saleh berusaha menyenangkan orang tua dan mencari rida kedua orang tuanya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

Rida Allah bergantung kepada keridaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” (Shahih al-Adabil Mufrad no. 2)

Banyak anak perlu disertai dengan pendidikan dan perhatian kepada yang anak.

Hal ini cukup penting, karena “sunnah banyak anak” dianggap tidak baik oleh masyarakat, karena sebagian oknum kaum muslimin hanya berpikir bagaimana punya banyak anak saja, tetapi lupa bahkan lalai memberikan perhatian serta mendidik anak mereka.

Sumber utama kerusakan anak-anak dan kenakalan remaja dikarenakan kelalaian orang tua mereka. Pertama, orang tua tidak perhatian dengan pendidikan agama anak-anak. Kedua, orang tua tidak memperhatikan teman dan lingkungan sang anak.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan,

ﺍﻛﺜﺮ ﺍﻷﻭﻻﺩ ﺇﻧﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻓﺴﺎﺩﻫﻢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺍﻵﺑﺎﺀ, ﻭﺇﻫﻤﺎﻟﻬﻢ, ﻭ ﺗﺮﻙ ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻢ ﻓﺮﺍﺋﺾ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺳﻨﻨﻪ, ﻓﻀﺎﻋﻮﻫﻢ ﺻﻐﺎﺭﺍ

Kebanyakan kerusakan anak disebabkan karena orangtua mereka, mereka menelantarkannya dan tidak mengajarkan anak ilmu dasar-dasar wajib agama dan sunnah-sunnahnya. Mereka menyia-nyiakan anak-anak di masa kecil mereka.” (Tuhfatul Maulud hal. 387)

Orang tua juga sering lalai memperhatikan “teman dan pertemanan” serta lingkungan bermain sang anak. Bisa jadi anak dididik di rumah dengan baik, tetapi terpengaruh dengan jeleknya temannya. Kita diperintahkan untuk memperhatikan teman dan pertemanan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ

Seseorang akan sesuai dengan kebiasaan/sifat sahabatnya. Oleh karena jtu, perhatikanlah siapa yang akan menjadi sahabat kalian.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Mari kita ingat kembali, kewajiban kita sebagai orang tua (terutama sang ayah) agar menjaga anak dan keluarga kita dari api neraka yaitu dengan mendidik mereka.
Allah Ta’ala berfirman,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ ﻧَﺎﺭًﺍ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Taahrim: 6)

Ar-Razi menjelaskan ayat ini dengan mengutip perkataan Muqatil,

ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻣُﻘَﺎﺗِﻞٌ : ﺃَﻥْ ﻳُﺆَﺩِّﺏَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﺃَﻫْﻠَﻪُ، ﻓَﻴَﺄْﻣُﺮَﻫُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﺎﻫُﻢْ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﺮِّ

Seorang muslim hendaknya mendidik dirinya dan keluarganya, memerintahkan mereka kebaikan dan melarang dari keburukan”. (Mafaatihul Ghaib Tafsir Ar-Roziy 30/527)

Demikian semoga bermanfaat

-------------------------

Penyusun: Raehanul Bahraen
Sumber : https://muslim.or.id/44582-sunnah-banyak-anak-dan-kewajiban-mendidik-mereka.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Zakat Uang Pensiun dan Klaim Asuransi

Zakat Uang Pensiun dan Klaim Asuransi
Tidak ada seorang pun yang tidak tergiur dengan “uang kaget”. Semua akan merasa sangat gembira bila tiba-tiba menerima uang. Apalagi jika jumlahnya lumayan besar. Namun, seorang Muslim tidak serta merta lupa diri dan lupa daratan. Kegembiraan akibat faktor tertentu tetap membuatnya mawas diri. Karena seorang Muslim seharusnya memiliki standar syariat dalam sumber perolehan harta dan tujuan penyaluran harta yang diperolehnya.

Salah satu tujuan penyaluran harta seorang Muslim adalah zakat. Seluruh Muslim pasti sudah mengetahui hal ini, karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Tulisan ini akan membahas zakat dari dua sumber dana yang diperoleh seseorang, yakni tabungan pensiun dan klaim asuransi.

Sebelumnya kami ulang kembali syarat yang harus terpenuhi sehingga wajib mengeluarkan zakat dari uangnya. Berikut syaratnya:
  1. Uang tersebut adalah harta milik pribadi dan dimiliki secara sempurna.
  2. Jumlahnya sudah mencapai nishob (nishob mata uang seharga 85 gram emas murni).
  3. Jumlah uang yang mencapai nishob sudah tersimpan selama satu tahun Hijriyah. (disebut haul).
Jika syarat tersebut terpenuhi, uang tersebut wajib dizakati setiap haul sebesar 2,5%.

Tabungan Pensiun

Tabungan ini lebih ngetren dalam kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Bahkan tidak jarang orang termotivasi untuk menjadi PNS dengan tujuan memperoleh tabungan, walaupun gaji bulanan selalu menjadi “keluhan” dengan alasan kurang. Namun bayangan “hidup enak” dari gaji pensiun di masa tua menjadi mimpi indah yang menghapus masa kesulitan ekonomi bulanan.

Hakikat tabungan pensiun adalah sejumlah dana yang diperoleh seorang PNS dari instansinya ketika ia mengakhiri masa kerjanya. Tabungan tersebut sebenarnya bukan mutlak hadiah instansi kepada mantan pegawainya. Ia hasil kumpulan dana tertentu setiap bulan selama masa kerjanya ditambah kompensasi akhir masa kerja dari instansinya.

Dengan demikian, bila pensiun kelak dan tabungan pensiun yang diterima dalam jumlah yang sudah melebihi nishob, apakah wajib langsung dikeluarkan zakatnya ketika mendapatkan tabungan pensiun tersebut?

Mari kita simak, apakah uang pensiun tersebut sudah memenuhi syarat untuk dizakati atau belum.

Ada satu syarat yang tidak terpenuhi dalam kasus ini. Yakni uang pensiun itu belum mencapai haul. Mungkin ada yang menyanggah syarat yang tidak terpenuhi itu dengan mengatakan, uang pensiun itu kan potongan gaji bulan sejak bertahun-tahun ia bekerja. Potongan gaji itu disimpan dan ditabung oleh instansi.

Sanggahan

Selama pemilik tabungan pensiunan ini masih dalam masa aktif kerja, tabungan pensiun itu belum dimilikinya secara sempurna. Karena tabungan tersebut baru mutlak menjadi miliknya saat dia pensiun. Sedangkan sebelumnya, uang tersebut masih di bawah kepemilikan dan wewenang instansi; dan pegawai tidak berhak memiliki uang tersebut, apalagi mengambilnya.

Tabungan pensiunan sangat berbeda dengan tabungan pribadi di bank. Tabungan bank bisa ditarik tunai sesuka hati.

Dengan demikian, karena belum terpenuhi syarat untuk zakat, ia belum wajib menzakati uang tabungan pensiun saat pertama diterimanya. Namun, mulai hari itu ia sudah harus mulai menghitung haul tabungan tersebut, tahun depannya baru dizakati. Begitu juga tahun-tahun berikutnya selama nominalnya masih mencapai nishob.

Zakat Uang Klaim Asuransi

Secara garis besar, ada dua cara yang dilakukan nasabah asuransi. Pertama, ada nasabah yang sengaja bergabung dengan perusahaan asuransi, misalnya dengan cara mendaftar ke perusahaan atau lembaga finansial tertentu, untuk mengasuransikan rumah, atau kendaraannya. Kedua, ada nasabah yang bergabung dengan perusahaan asuransi karena “terpaksa” atau tanpa ada unsur sengaja.

Salah satu contohnya, perusahaan asuransi Jasa Raharja. Kita semua yang pernah mengendarai kendaraan umum, baik bus, kapal, maupun pesawat, secara otomatis ikut serta membayar dana asuransi saat membayar tiket, dan secara otomatis juga berhak mendapatkan klaim asuransi bila terjadi kecelakaan setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Dalam pembahasan ini, kami tidak sedang membahas hukum ikut serta dalam perusahaan asuransi. Dan tidak sedang membahas hukum uang “kaget” hasil klaim asuransi tersebut. Namun pembahasan kita adalah mengenai zakat uang dari hasil klaim asuransi tersebut.

Hukum zakat uang hasil klaim asuransi tidak berbeda dengan tabungan pensiun. Ia baru wajib dizakati, setelah diterima dan tersimpan selama satu haul di tangan si empunya. Walaupun ia telah membayar premi pada perusahaan selama bertahun-tahun. Akan tetapi uang premi tersebut tidak bisa dianggap sebagai uang tabungan. Karena premi yang sudah dibayarkan tidak bisa ditarik kembali, bahkan kemungkinan besar akan hangus bila tidak ada klaim.

Yang Perlu Diperhatikan

Ada sedikit salah paham di kalangan sebagian orang mengenai masalah zakat uang tabungan. Karena mereka mengira zakat berfungsi untuk mensucikan harta, yang mereka pahami, uang yang sudah mencapai nishob hanya wajib dizakati sekali saja. Sedangkan yang benar adalah wajib dizakati setiap tahun (haul) selama uangnya masih mencapai nishob.

Contoh: Suatu ketika, seseorang memperoleh uang Rp 50 juta. Sudah mencapai nishob (dengan asumsi nishob kurang lebih Rp 43 juta). Ia belum wajib menzakati uang tersebut. Namun ia sudah harus menghitung haul sejak hari itu. Bila tahun depan (tahun hijriyah) uang tabungannya masih mencapai nishob, saat itulah ia menzakati 2,5% dari uangnya. Begitu pula tahun berikutnya, ia menzakati 2,5% dari uangnya selama masih mencapai nishob. Jadi, mensucikan harta dengan zakat bukan hanya sekali seumur hidup. Tapi per tahun hijriyah.

👤 Ditulis oleh: Muhammad Yassir, L.c.  (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

April Mop, Bahaya Lelucon Penuh Dusta!

April Mop, Bahaya Lelucon Penuh Dusta!
Lelucon yang dibuat  pada 1 April (April Mop) adalah lelucon yang penuh kedustaan. Intinya hanya ingin membuat orang lain tertawa karena kebodohan orang lain. Dan ini pun menyakiti dan menakut-nakuti orang yang dicandai.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”  (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 2315. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Lihatlah orang yang membuat cadaan, lawakan dikatakan celaka. Ini adalah ancaman baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para pelawak yang hanya ingin membuat penonton tertawa.

Kadang candaan dan lelucon yang dibuat dengan mengambil lalu menyembunyikan barang orang lain. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا

Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Orang yang mengambil hendaklah mengembalikannya,

وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا

Siapa yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah mengembalikannya” (HR. Abu Daud no. 5003)

Membuat orang lain takut walau maksudnya bercanda termasuk dosa.

Pernah di antara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama beliau, lalu ada seseorang di antara mereka yang tertidur dan sebagian mereka menuju tali yang dimiliki orang tersebut dan mengambilnya. Lalu ia pun khawatir (takut). Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.”  (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kita sering dahulu melihat ada yang melakukan seperti itu. Ada yang sengaja menyembunyikan sendal temannya di masjid . Ketika ia keluar, ia pun kebingungan. Nah, ketika sudah pada puncak kebingungan setelah sejam mencari, barulah barang miliknya dikembalikan. Hal ini tidaklah dibolehkan. Sampai-sampai Imam Abu Daud (Sulaiman bin Al Asy’ats As Sajistaniy) membuat bab tersendiri dalam kitab sunannya dengan membawakan hadits-hadits yang penulis sebutkan di atas. Beliau membuat judul bab, “Siapa yang mengambil barang orang lain dalam rangka bercanda.”

Yang dahulu pernah melakukan seperti itu, maka minta maaflah pada saudaranya dan banyaklah bertaubat.

Ingat pula bahaya dusta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ

Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058).

Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.

"Intinya, april mop yang dirayakan adalah suatu yang diharamkan di dalam Islam. Tanpa kita menilik pada sejarah munculnya perayaan ini, intinya seorang muslim tidak boleh melegalkan bohong dan dusta pada saat April Mop, juga di hari lainnya."

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah. Wallahul muwaffiq.

-------------------------
@ Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 1 Jumadats Tsaniyah 1435 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : https://rumaysho.com/7094-april-mop-ingat-bahaya-lelucon-penuh-dusta.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Saturday, March 30, 2019

Apakah Asuransi Masuk Warisan?

Apakah Asuransi Masuk Warisan?
Suami meninggal dan beliau punya asuransi kesehatan dg nilai pertanggungan yg bsr (sdh diinfokan oleh agen asuransinya), asuransi pendidikan dan kesehatan utk anak2, dan dr kantornya jg mendpt jaminan asuransi jiwa. Sy blm paham apa hukum asuransi menurut syariah, halal/haram kah? Sy dan suami baru mengenal sunnah, ingin kehidupan yg berkah bebas dr harta yg haram.

Apakah uang asuransi itu tmsk harta peninggalan? Kalau ada santunan (krn suami meninggal krn kecelakaan tersengat listrik), uang santunan itu bisa diterima atau tdk? Trs bagaimana dg uang2 dr para pelayat, apakah halal sy gunakan utk keperluan sehari2 selama sy blm bs mengurus rekening tabungan dll?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelum mambahas masalah pembagian warisan, kita akan melihat lebih dekat mengenai asuransi dan konsekuensi yang harus dilakukan ketika orang mendapatkan klaim.

Salah satu yang bermasalah dalam asuransi adalah adanya riba. Dimana pada saat mengajukan klaim, peserta asuransi akan mendapatkan nilai uang yang lebih besar dibandingkan premi yang dia bayarkan. Padahal itu termasuk manfaat yang didapatkan dari utang. Sementara semua manfaat yang didapatkan dari utang termasuk riba.

Al-Baihaqi menyebutkan riwayat pernyataan sahabat Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu,

كُلُّ قَـرضٍ جَرَّ مَنفَـعَـةً فَهُوَ رِباً

Setiap piutang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.”

Kemudian al-Baihaqi mengatakan,

وروينا عن ابن مسعود ، وابن عباس ، وعبد الله بن سلام ، وغيرهم في معناه ، وروي عن عمر ، وأبي بن كعب ، رضي الله عنهما

Kami juga mendapatkan riwayat dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abdullah bin Sallam, dan yang lainnya, yang semakna dengan itu. Demikian pula yang diriwayatkan dari Umar dan Ubay bin Ka’b Radhiyallahu ‘anhu.” (as-Sunan as-Sughra, 4/353).

Oleh karena itu, ketika pengajuan klaim atau penutupan asuransi, nasabah asuransi HANYA boleh menerima senilai premi yang pernah dia bayarkan. Tidak lebih dari itu. Sehingga, tugas penting bagi para nasabah asuransi untuk mencatat premi yang pernah dia bayarkan. Jika nasabah hanya mengambil senilai premi, dia tidak dzalim dan tidak didzalimi.

Prinsip ini yang Allah ajarkan dalam al-Quran,

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak mendzalimi dan tidak pula didzalimi.” (QS. al-Baqarah: 277-278)

Dalam salah satu fatwa Lajnah Daimah mengenai orang yang sudah terlanjur mengikuti asuransi, boleh dia mengambil senilai haknya?

Jawaban Lajnah Daimah,

هذا النوع من التأمين التجاري ، وهو محرم ؛ لما فيه من الربا والغرر والجهالة ، وأكل المال بالباطل ، والمصاب بما ذكرتم له أن يأخذ ما يقابل الأموال التي بذلها للشركة ، والباقي يتصدق به على الفقراء، أو يصرفه في وجه آخر من وجوه البر، وينسحب من شركة التأمين

Asuransi perdagangan semacam ini hukumnya haram, karena di sana ada riba, gharar, dan ketidak jelasan, serta memakan harta dengan cara bathil. Sementara orang yang anda sebutkan mengalami klaim, dia hanya boleh mendapatkan senilai yang dia bayarkan ke lembaga asuransi. Sementara kelebihannya, dia bisa sedekahkan untuk fakir miskin, atau dia salurkan untuk kegiatan sosial lainnya. Selanjutnya dia tinggalkan lembaga asuransi. (Fatwa Lajnah Daimah, 15/260).

Apakah Asuransi dan Santunan Masuk Warisan?

Nilai klaim asuransi yang boleh diterima tidak lebih dari premi yang pernah dibayarkan. Jika orang telah mendapatkan itu, lalu bagaimana pengaturan hartanya? Apakah masuk hitungan warisan ataukah tidak?

Dr. Muhammad Ali Farkus pernah ditanya tentang wanita yang ditinggal mati suaminya, dan dia mendapat santunan dari lembaga kematian. Apakah uang ini boleh dimanfaatkan pribadi? Atau harus dibagi ke seluruh ahli waris?

Beliau menjelaskan,

Harta yang diterima oleh keluarga mayit ada 2 kemungkinan,

1. Harta itu murni hibah dan pemberian untuk keluarga mayit

Harta jenis ini tidak masuk dalam perhitungan warisan. Tapi diserahkan sesuai peruntukan dan sasaran yang diinginkan pemberi. Jika yang memberi mengarahkannya untuk istri atau anaknya, maka yang lain tidak mendapatkannya.

2. Harta itu diberikan karena jasa atau tabungan mayit ketika masih hidup

Harta jenis ini masuk dalam perhitungan warisan. Dibagi sesuai kaidah pembagian warisan sebagaimana yang dijelaskan dalam fiqh warisan.

Beliau memberikan jawaban,

فالحكم في هذه المسألة يختلف باختلافِ الجهة المقدِّمة للمال وصِفَةِ الحصول عليه: أهي المؤسَّسةُ المشغِّلة أم هي الضمانُ الاجتماعيُّ، والسؤال الذي يفرض نَفْسَه ويحتاج إلى تحقيقٍ هو: هل المؤسَّسةُ هي التي تمنح هذا المالَ هِبَةً، أم هو حقُّ الهالك المقتطَعُ مِنْ قِبَلِ الضمان الاجتماعيِّ مِنْ مُرَتَّبِه الشهريِّ الذي كان يتقاضاه طيلةَ فترةِ عمله؟

Hukum dalam masalah ini berbeda-beda melihat latar belakang yayasan yang memberi uang dan latar belakang harta yang diberikan. Apakah itu dari yayasan khusus menangani santunan bagi keluarga mayit ataukah jaminan sosial untuk mayit? Sehingga pertanyaan yang butuh kita pastikan jawabannya, apakah lembaga memberikan dana ini sebagai hibah ataukah itu hak orang yang mati yang diambilkan dari jaminan sosial melalui iuran bulanan dari potongan penghasilan bulanan yang dibayarkan mayit selama masa kerja ketika hidup?

Kemudian beliau memberikan rincian,

فإِنْ كان الأوَّلَ أي: منحةً مقدَّمةً مِنْ قِبَلِ المؤسَّسة التي كان يعمل فيها المتوفَّى باعتبارها شخصًا معنويًّا؛ مُساعَدةً لأهل الهالك وأبنائِه، …؛ ففي هذا الحال يُوزَّعُ المالُ على الموهوب لهم ممَّنْ عيَّنَتْهم المؤسَّسةُ المانحة في وثائقها، ولا تخضع الأموالُ للتركات

Jika bentuknya yang pertama, yaitu hibah atau santunan dari lembaga yang khusus menangani orang meninggal, sebagai bantuan kemanusiaan, dalam rangka membantu keluarga mayit, anak-anaknya… dalam kondisi ini, harta diserahkan kepada tujuan pemberian itu, sesuai yang telah ditentukan oleh lembaga pemberi donasi, dan tidak digabungkan dengan harta warisan.

أمَّا إذا كان الثاني أي: حقَّ الهالك المأخوذَ مِنْ أجرةِ عمَلِه مِنْ قِبَلِ الضمان الاجتماعيِّ؛ فإنَّ المال ـ حينئذٍ ـ يُعَدُّ تَرِكةً يخضع وجوبًا لأحكامِ الميراث الشرعيِّ

Namun jika bentuknya yang kedua, yaitu hak bagi mayit yang diambil dari gaji selama bekerja untuk jaminan sosial, maka dana ini masuk dalam hitungan warisan, yang harus dibagi sesuai aturan pembagian warisan dalam syariat.

🌐 Sumber: http://ferkous.com/home/?q=fatwa-310

Oleh karena itu,

✅ Pertama, untuk santunan dari lembaga asuransi, semuanya dihitung sebagai harta warisan. Dan dibagi sesuai kaidah pembagian warisan. Karena hakekatnya ini adalah tabungan mayit selama dia masih bekerja. Dan baru diserahkan setelah meninggal. Termasuk ketika mayit punya saham di sebuah perusahaan, dan berkembang. Semua hasil masuk dalam hitungan warisan. Ada kaidah mengatakan,

المال وما يتولد من المال لصاحب المال

Harta dan semua turunan perkembangan dari harta, menjadi hak pemilik harta

✅ Kedua, untuk dana santunan dari masyarakat, para pelayat atau yayasan sosial bisa diserahkan sesuai peruntukannya. Jika para pemberi santunan menyerahkan uang itu untuk ditujukan kepada anak jenazah, maka istri dan ortu jenazah tidak mendapatkannya. Sementara untuk tidak ada sasarannya, misal yang dimasukkan di kotak dana rumah duka, bisa dibagi untuk semua anggota keluarga. Bisa juga untuk menutupi kebutuhan selama prosesi jenazah, seperti pelayanan untuk tamu atau semacamnya.

Allahu a’lam.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Daftar Ojek Online Harus Ikut Asuransi

Daftar Ojek Online Harus Ikut Asuransi
Ana mau tanya mengenai ojek online, yang ana tau jika melamar ojek online dengan persyaratan akadnya adalah kerja sama kemudian jika terjadi kerusakan pada kendaraan operasional maka yang menanggung kerusakan adalah salah satu pihak yakni si ojek, apakah ini yang dinamakan gharar ustad, mohon penjelasanya, apakah boleh kami bekerja pada perusahaan ojek online seperti ini.. syukron jazakallah khair

manambahkan, pada online transport (gojek, dll) juga syaratnya kendaraan kita harus terasuransi, bgimnan itu hukumnya ?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita sepakat, akad asuransi komersil termasuk akad gharar. Peserta membayar premi dengan nilai tertentu, dan pihak asuransi akan memberikan jaminan resiko. Dalam bentuk, jika nasabah asuransi mengalami resiko maka pihak asuransi akan menyediakan dana untuk pengobatan atau santunan. Sementara keberadaan resiko sangat tidak pasti, mengikuti alur takdir. Dan siapapun manusia, dia buta dengan takdir.

Sehingga, pada saat nasabah membayar premi asuransi, dia mendapatkan sesuatu yang tidak pasti. Antara mendapat klaim besar atau premi yang dia bayarkan akan hangus. Dan itulah transaksi gharar.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara melempar kerikil dan melarang jual beli gharar. (HR. Ahmad 8884, Muslim 3881 dan yang lainnya)

Jual beli gharar dilarang, karena ada unsur mukhatharah (untung-untungan), dan itulah judi.

Allah befirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. al-Maidah: 90)

Syaikhul Islam mengatakan,

النبي صلى الله عليه وسلم حرم أشياء داخلة فيما حرمه الله في كتابه، فإن الله حرم في كتابه الربا والميسر، وحرم النبي صلى الله عليه وسلم بيع الغرر، فإنه من نوع الميسر

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan beberapa transaksi karena mengandung larangan Allah dalam al-Quran. Dalam kitab-Nya, Allah haramkan riba dan judi. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan jual beli gharar, karena termasuk bentuk judi. (al-Fatawa al-Kubro, 5/104).

Dan kita bisa lihat unsur judi itu dalam akad asuransi. Nasabah membayar premi yang nilainya kecil, dan dia mendapat janji dengan nilai besar. Sementara yang menjadi taruhannya adalah kesehatannya, keselamatannya, bahkan nyawanya.

Setelah nasabah bayar premi, jika dia sakit, dia dapat klaim polis dengan nilai besar. Jika dia kecelakaan, dapat klaim polis dengan nilai besar, dan jika dia mati, dapat klaim polis yang lebih besar lagi.

Lalu Bagaimana Jika itu Jadi Syarat Akad?

Mereka yang hendak mendaftar sebagai driver gojek atau uber atau layanan transportasi online lainnya, disyaratkan harus mengasuransikan kendaraannya. Apa yang harus dilakukan pihak driver?

Di tempat kita, ada banyak transaksi yang didampingi transaksi lain. Seperti mengirim barang via ekspedisi yang disitu disyaratkan harus ikut asuransi. Atau membeli tiket pesawat yang disyaratkan harus ikut asuransi.

Sehingga ada 2 transaksi, transaksi utama, dan ada transaksi kedua yang sifatnya mengikuti. Transaksi utama merupakan tujuan utama akad. Sementara transaksi kedua tidak akan ada ketika transaksi utama tidak ada.

Dalam transaksi kerjasama antara driver dengan penyedia layanan transportasi online yang mewajibkan adanya asuransi, kita memahami, bahwa asuransi di sini sifatnya mengikuti dan bukan tujuan utama transaksi. Karena akad utamanya adalah kerja sama layanan transportasi dan bukan asuransi.

Untuk akad pertama, driver dengan gojek, hukumnya mubah. Sementara akad kedua, asuransi, adalah akad batil, karena transaksi gharar.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah keberadaan akad kedua yang bermasalah, menyebabkan batalnya akad pertama yang hukumnya mubah?

Terdapat kaidah dalam masalah fiqh. Kaidah ini disampaikan al-Kurkhi – ulama Hanafiyah – (w. 340 H),

الأصل أنه قد يثبت الشيء تبعاً وحكماً وإن كان يبطل قصداً

Hukum asalnya, terkadang ada sesuatu dibolehkan karena mengikuti, meskipun batal jika jadi tujuan utama. (al-Wajiz fi Idhah Qawaid Fiqh, hlm. 340).

Karena itu, yang diperhitungkan adalah transaksi utamanya dan bukan transaksi yang mengikuti.

Sehingga dalam hal ini, kaum muslimin tetap dibolehkan mendaftarkan diri sebagai driver ojek online. Persyaratan batil yang diajukan pihak penyedia software, ini tanggung jawab mereka.

Allahu a’lam.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Friday, March 29, 2019

Kerja di Tempat Perjudian

Kerja di Tempat Perjudian
Assalamu’alaikum Ustazd

Saya tahu berjudi itu haram. Sudah lama saya berkerja di tempat perjudian walaupun saya tidak berjudi (berkerja di bahagian admin). Apakah rezeki yang saya dapat tiap-tiap bulan itu haram juga? Sekarang ini, saya sedang berusaha untuk berundur dari tempat itu. Harap dapat Ustaz terangkan pada saya. Syukran.

Dari: Lin Adnan

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Allah melarang kita untuk membantu melakukan kemaksiatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Janganlah tolong menolong dalam dosa dan tindakan melebihi batas.” (QS. Al-Maidah: 2)

Oleh karena itu, membantu orang lain untuk melakukan maksiat statusnya juga maksiat dan perbuatan dosa, meskipun dia sendiri tidak ikut dalam maksiat tersebut.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat banyak orang hanya gara-gara khamr. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَ إِلَيْهِ . زَادَ جَعْفَرٌ فِى رِوَايَتِهِ : وَآكِلَ ثَمَنِهَا

Allah melaknat khamr (minuman keras), peminumnya, penuangnya (pelayannya), penjualnya, pembelinya, pemerasnya (pabriknya), orang yang minta diperaskan (agen), pembawanya (distributor), dan orang yang dibawakan kepadanya.” Ja’far dalam riwayatnya menambahkan “Dan pemakan hasil penjualannya.”“ (Hadis Ibnu Umar dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 3674 —dishahihkan oleh Al-Albani—, Al-Hakim no. 7228, ia berkata sanadnya shahih, dan Al-Baihaqi no. 10828, lafal ini bagi Al-Baihaqi).

Padahal kita tahu, orang yang minum khamr itu hanya satu. Tapi semua yang menjadi perantara orang ini minum khamr, dilaknat oleh Allah Ta’ala. Dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan 9 orang yang terkena laknat.

Hal sama juga terjadi pada transaksi riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat beberapa orang, gara-gara transaksi riba. Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

لعن الرسول صلى الله عليه وسلم آكل الربا وموكله وكاتبيه وشاهديه. وقال : هم سواء

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba (nasabah), yang mencatat transaksinya, dan dua saksi transaksi.” (HR. Muslim)

Berapa orang yang menikmati riba itu? Semua akan sepakat menjawab: Satu orang. Tapi yang dilaknat ada empat orang. Karena yang lain menjadi sebab keberlangsungan transaksi riba ini.

Karena itu, jika penghasilan yang kita dapatkan ini diperoleh dari perbuatan maksiat atau dari membantu tindakan maksiat, maka uang yang kita dapatkan statusnya haram. Karena cara mendapatkan uang ini statusnya perbuatan terlarang. sebagaimana orang yang mendapatkan harta dari hasil korupsi, suap, atau mencuri. Dan termasuk dalam hal ini adalah GAJI PEGAWAI BANK, baik konvensional maupun syariah, karena dua-duanya masih penuh dengan riba.

Apa yang Harus Dilakukan Kerja di Tempat Perjudian

Tidak ada pilihan lain, selain keluar dari tempat kerja itu, meskipun belum mendapatkan pekerjaan yang lain. Karena jika kita sadar bahwa ternyata gaji itu haram, percuma saja kita bekerja, tapi nantinya kita tidak dibolehkan mengambil gaji itu. Akhirnya, yang kita lakukan hanyalah menumpuk dosa dengan ikut membantu perbuatan maksiat.

Pasti Ada Gantinya

Yakinkan pada diri kita semua, setiap kita meninggalkan sesuatu yang buruk karena Allah, padahal kita membutuhkannya, kita pasti akan mendapatkan ganti yang lebih baik, lebih halal, dan lebih berkah dari Allah Ta’ala. Yakinkan hal ini dan mengingat ini amal hati, mungkin kita butuh upaya keras untuk melatih hati kita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan Anda.

Mengapa harus yakin? Karena Allah telah menjanjikan, dan Allah tidak mungkin mengingkari janjinya:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Siapa yang bertakwa kepada Allah maka Dia akan memberikan jalan keluar baginya. Dan Allah akan memberi rezeki dari arah yang tidak dia duga. Dan siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Dia yang akan mencukupinya…” (QS. At-Thalak: 2 – 3).

Kaitannya dengan masalah ini, ada sebuah nasihat dan kaidah yang disampaikan para ulama. Kaidah ini cukup terkenal, namun ini bukan hadis:

من ترك شيئاً لله عوضه الله خيراً منه

Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dari hal itu.

Ada hadis yang menyebutkan tentang janji ini, yang kemudian disimpulkan oleh para ulama dengan ungkapan di atas.

Salah seorang ahli tafsir dan hadis dari kalangan tabi’in, muridnya anas bin malik, yaitu Qatadah bin Di’amah pernah menuturkan,

لا يقْدِرُ رَجلٌ على حَرَامٍ ثم يَدَعه ليس به إلا مخافة الله عز وجل إلا أبْدَله في عاجل الدنيا قبل الآخرة ما هو خيرٌ له من ذلك

Jika seseorang mampu untuk melakukan yang haram, kemudian dia tinggalkan hanya karena takut kepada Allah, maka Allah pasti akan memberikan ganti dengan segera ketika di dunia sebelum akhirat, yang lebih baik dari apa yang dia tinggalkan.”

Penghasilan Kita Harus Dilaporkan

Lebih dari itu, sesungguhnya semua penghasilan yang kita peroleh nantinya akan ditanya oleh Allah. Dari Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

: لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ…وَعَنْ مَالِهِ ، مِنْ أَيْنَ اكتَسَبه ؟ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ؟

Kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia ditanya 4 hal: (diantaranya), tentang hartanya: dari mana harta itu diperoleh dan untuk apa harta itu dibelanjakan…” (HR. Turmudzi, Ad-Darimi, At-Thabranni dalam Al-Ausath, Al-Bazzar dsb. Disahihkan Al-Albani)

Tidak bisa kita bayangkan, ketika kita berhadapan dengan Allah, kemudian ditanya, “Dari mana kamu mendapatkan penghasilan”. Akankah kita menjawab, dari bandar judi, dari meng-anak-kan uang (riba), dulu saya pegawai bank, dari korupsi, dst… sementara semua itu Allah haramkan. Bisa jadi kita tidak menyangka, ternyata permasalahannya belum selesai di dunia.

Ya, sudah saatnya kita menjadi hamba Allah yang rela berkorban. Meskipun kita akan mendapat ocehan dan kritik pedas di dunia karena tidak berpenghasilan, jangan khawatir, ini hanya sebentar. Pasti akan ada ganti yang lebih baik. Agar kita tidak terlantar di akhirat.

Ya Rabbi, berilah kekuatan bagi kami untuk menggapai ridha-Mu, dan mudahkanlah kami untuk mendapatkan keberkahan dari-Mu.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Undian Jalan Sehat Berhadiah

Hukum Undian Jalan Sehat Berhadiah
Ada jalan sehat di kampung, hadiah utamanya motor. Peserta ditarik iuran 20rb dan dapat fasilitas berupa kaos, snack, dan minum. Apakah hadiah ini boleh?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelumnya kita akan melihat batasan judi yang disampaikan para ulama.

Ibnu Qudamah mengatakan,

ومتى استبق الاثنان والجعل بينهما فأخرج كل واحد منهما لم يجز وكان قمارا لأن كل واحد منهما لا يخلو من أن يغنم أو يغرم وسواء كان ما أخرجاه متساويا مثل أن يخرج كل واحد منهما عشرة أو متفاوتا مثل أن أخرج أحدهما عشرة والآخر خمسة

Ketika 2 orang berlomba dan ada hadiahnya, namun masing-masing membayar iuran, hukumnya tidak dibolehkan. Dan termasuk judi. Karena masing-masing ada 2 kemungkinan, beruntung atau rugi. Baik iuran yang dikeluarkan nilainya sama, misalnya, masing-masing membayar 10 ribu. atau iurannya beda, misalnya, yang satu membayar 10 ribu sementara satunya membayar 5 ribu. (al-Mughni, 11/131).

Karena hakekat iuran hadiah yang dibayarkan adalah taruhan. Sehingga ada satu pihak yang diuntungkan, sementara pihak lain dirugikan. Berbeda jika yang terjadi adalah ada pihak yang diuntungkan, sementara pihak lain tidak dirugikan, ini bukan judi.

Terkait perlombaan, ada 2 kasus kegiatan berhadiah yang perlu kita bedakan,

☑ Pertama, hadiah yang diambil dari PIHAK LUAR, bukan dari iuran peserta. Peserta yang mendapat hadiah beruntung, sementara peserta yang tidak mendapat hadiah tidak dirugikan, karena mereka tidak mengeluarkan apapun.

Misal: kegiatan jalan sehat berhadiah yang diselenggarakan di RT, peserta bayar 3 ribu untuk biaya snack, minuman, dan  perlengkapan kegiatan. Hadiahnya beragam dari mulai motor dari sponsor sampai makanan. Kita bisa memastikan, hadiah yang diberikan bukan dari iuran peserta, karena hadiah itu sudah habis untuk biaya snack dan keperluan panitia.

☑ Kedua, hadiah yang diambil dari IURAN PESERTA kegiatan, sehingga ada sebagian yang diuntungkan sementara di saat yang sama, ada pihak yang dirugikan.

Misal: jalan sehat yang diselenggarakan perusahaan x, tiap peserta bayar 100 ribu dan hanya mendapat 1 botol air mineral. Ada 300 peserta, hadiah utama motor dan hadiah terkecil setrika.

Kita bisa memastikan, hadiah yang dibagikan peserta diambil dari biaya pendaftaran. Sehingga peserta yang mendapat hadiah beruntung, sementara peserta yang tidak mendapat hadiah rugi 97 ribu (yang 3 ribu biaya air).

Berdasarkan batasan yang disampaikan Ibnu Qudamah, untuk kasus kegiatan yang pertama dibolehkan, karena tidak ada taruhan, sehingga bukan termasuk judi. Sementara kasus kedua, iuran yang dibayarkan peserta merupakan taruhan dan termasuk judi.

Acuannya adalah jika hadiah itu diambilkan dari iuran peserta, berarti iuran itu menjadi taruhan. Namun jika hadiah tidak diambil dari iuran peserta, tidak termasuk taruhan karena tidak ada yang dirugikan.

Jika jalan sehat membayar 20 ribu, dengan fasilitas berupa kaos, snack, dan minum, tentu sudah habis. Sehingga hadiah bukan dari peserta.

Kecuali Lomba yang Mendukung Jihad

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan adanya taruhan untuk lomba yang mendukung jihad, yaitu memanah, menunggang kuda, dan pacuan onta. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ، أَوْ نَصْلٍ، أَوْ حَافِرٍ

Tidak boleh ada taruhan kecuali untuk pacuan onta, memanah, dan pacuan kuda. (HR. Ahmad 10138, Nasai 3604 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dan kita bisa memastikan, jalan sehat bukan termasuk perlombaan yang mendukung jihad.

Terkait lomba yang mendukung jihad, ulama berbeda pendapat apakah harus ada muhallil ataukah tidak?

Jumhur ulama mengatakan, harus ada muhallil. Dan pendapat kedua mengatakan, tidak harus ada muhallil. Dan ini merupakan pendapat Syaikhul Islam.

Yang dimaksud muhallil adalah pihak yang dilibatkan dalam lomba, namun sama sekali tidak ditarik iuran hadiah (taruhan). (al-Musabaqah, Dr. Sa’d as-Satsri, 76 – 77).

Allahu a’lam.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Thursday, March 28, 2019

Non Muslim Tanya tentang Salam

Non Muslim Tanya tentang Salam
Pertanyaan:

Saya adalah seorang non muslim. Suatu ketika, saya bertemu dg seorang muslim yg mana baru kami bertemu hari itu dan seorang muslim tadi tidak tahu bahwa saya adalah non muslim. Setahu saya, bagi muslim, mengucapkan salam adalah doa. Seorang muslim tadi mengucapkan kepada saya ‘Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh’. Saya dg bingung langsung menjawabnya ‘Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh’. Setelah selesai kami berbincang-bincang, seorang muslim tadi mengucapkan salam kembali. ‘Wassalamu’alaikum’. Dg bingung lagi saya menjawabnya ‘Waalaikumsalam’. Saya sgt bingung dan memang saya blm mengerti mengenai hal ini dlm ajaran agama saya sendiri. Apakah ada dlm Islam ttg salam ini? Lalu apakah yg saya lakukan (dg menjawab salam tadi) itu adalah dosa? Mohon penjelasannya..

Mohon maaf bila ada salah dlm penulisan atau salah-salah kata. Terima kasih.

Dari Lauren

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Sebelumnya perkenankan kami menyampaikan keheranan atas pertanyaan yang anda sampaikan. Seorang non muslim mengajukan pertanyaan melalui situs Islam.

Meskipun sebenarnya hal ini bukan sesuatu yang aneh, mengingat sejak masa silam, umat beragama selain islam, diantaranya kaum musyrikin Quraisy, umat Nasrani, dan umat Yahudi, telah mengakui bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki aturan paling lengkap dan paling sempurna.

Abu Thalib yang termasuk tokoh orang musyrik, dan sekaligus paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membuat syair, memuji agama yang didakwahkan oleh keponakannya:

ولقد علمت بـأن دين محمد                       من خير أديان البرية دينا

لولا الملامة أو حذاري سبة                     لوجدتني سمحا بذاك مبينا

Sungguh saya sadar, bahwa agama Muhammad adalah agama terbaik di muka bumi ini.

Andai bukan karena celaan dan takut hinaan, tentu engkau akan melihatku menerima agamamu ini dengan penuh kelapangan dada dan secara terang-terangan.

Demikian pula yang dilakukan umat Nasrani, Raja Najasyi – raja yang beragama nasrani – menangis ketika beliau mendengar bacaan surat Maryam yang disampaikan Ja’far bin Abi Thalib.

Demikian pula orang yahudi, mereka mengagumi kesempurnaan ajaran islam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari jalur Thariq bin Syihab, bahwa pernah ada orang Yahudi yang datang menemui Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, lalu mengatakan,

يا عمر، إنكم تقرءون آية في كتابكم، لو علينا معشر اليهود نزلت لاتخذنا ذلك اليوم عيدا

Wahai Umar, kalian membaca satu ayat di kitab kalian, andaikan ayat ini turun kepada kami kaum Yahudi, tentu akan kami jadikan hari turunnya ayat itu sebagai hari raya.

Umar bertanya: “Ayat apa itu?

Jawab Yahudi: “Firman Allah,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي

Pada hari dimana Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian, dan aku penuhi nikmat-Ku (nikmat hidayah) untuk kalian…” (QS. Al-Maidah: 3)

Selanjutnya, khalifah Umar berkomentar,

والله إني لأعلم اليوم الذي نزلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم، والساعة التي نزلت فيها على رسول الله صلى الله عليه وسلم، نزلت عَشية عَرَفَة في يوم جمعة

Demi Allah, saya tahu hari dimana ayat ini turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, waktu dimana ayat ini turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat ini turun di siang hari Arafah, pada hari Jumat.” (HR. Ahmad no. 188).

Dua Sumber yang Terjaga

Diantara sisi keunggulan, mengapa islam lebih lengkap dan sempurna dibandingkan ajaran agama lain, karena islam memiliki dua panduan yang menjadi sumber agama, yang keduanya otentik: al-Quran dan hadis. Semuanya terjaga keasliannya.

Kita bisa bandingkan, al-Quran ditulis dalam bahasa arab. Dan dimanapun al-Quran ini berada, teks arab tidak pernah lepas. Sekalipun harus menyesuaikan bahasa lokal, teks arab tetap ada dan hanya ditambahkan terjemahannya.

Berbeda dengan perjanjian baru dan perjanjian lama. Kitab ini pada asalnya berbahasa ibrani. Dan bisa kita lihat, hampir tidak dijumpai Bible yang mencantumkan bahasa aslinya. Sampaipun Bible yang berbahasa inggris, tidak ada teks ibraninya. Sementara kita sangat yakin bahwa yang namanya terjemahan adalah interpretasi dari penerjemah terhadap teks yang dia pahami. Kita tidak tahu, apakah Bible Indonesia itu terjemahan dari bahasa ibrani langsung ataukah terjemahan dari Bible bahasa inggris atau bahasa itali?

Demikian halnya panduan kedua. Dalam islam, hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjaga keotentikannya. Ada teks arabnya, dan semuanya disampaikan melalui sanad, yaitu hirarki para periwayat yang membawakan hadis itu hingga sampai pada Nabi Muhammad. Selanjutnya hadis-hadis ini dikodifikasi dalam kitab-kitab hadis, sehingga umat islam bisa dengan mudah mengetahui bagaimana perilaku dan budi pekerti nabi mereka. Karena itulah, pakar sejarah di seluruh dunia mengakui, tidak ada sosok individu yang sejarahnya paling lengkap melebihi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan saya kira, semacam ini tidak ada dalam agama lain untuk saat sekarang.

Panduan Ulama

Di samping dua sumber yang otentik, umat islam juga mendapatkan bimbingan dari karya para ulama. Melalui bimbingan mereka, kaum muslimin bisa memahami al-Quran dan hadis. Dan karya mereka luar biasa banyaknya. Hingga membuat barat merasa kalah dalam karya, dan mengambil sebagian manuskrip karya para ulama. Mengapa diambil? Ya, setidaknya dengan cara ini mereka bisa menjauhkan kaum muslimin dari bimbingan ulamanya.

Karena itu, ketika kami menyebutkan dasar dari al-Quran dan hadis, terkadang kami juga mencantumkan keterangan ulama.

Doa Untuk Non Muslim

Umat islam meyakini bahwa hanya islam agama yang benar, yang bisa mengantarkan manusia menuju surga. Dan saya kira, ini bukan hanya doktrin islam, tapi doktrin seluruh agama. Tak terkecuali umat nasrani. Semua meyakini bahwa agama merekalah satu-satunya yang benar, yang akan mengantarkan menuju surga, dan selain mereka akan masuk ke neraka.

Karena itulah, umat islam diajarkan bahwa tidak semua doa boleh diberikan kepada orang non muslim. Bukan karena kita pelit dalam memberi kebaikan, namun karena non muslim adalah orang yang durhaka kepada Tuhan, sehingga mereka tidak berhak mendapatkan kasih sayang Tuhan, jika mereka mati di atas agama selain islam.

Dalam islam, ada doa yang boleh diberikan kepada non muslim dan ada yang tidak boleh diberikan kepada mereka.

Diantara doa yang boleh diberikan kepada orang non muslim, yaitu;

  • Mendoakan Agar Orang Non-Muslim Mendapat Hidayah
  • Mendoakan Non-Muslim untuk Kebaikan Dunia

Sementara mendoakan agar dosa non muslim diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir, hukumnya dilarang. Dalam al-Quran, Allah berfirman,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. (QS. at-Taubah: 113)

Para ulama kami juga sepakat bahwa doa semacam ini dilarang.

Imam Nawawi -rohimahulloh- menjelaskan,

وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع

Menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, hukumnya haram, berdasarkan dail al-Qur’an dan sepakat ulama. (al-Majmu’ 5/120).

Tidak Boleh Memulai Salam

Kami juga diajarkan agar merasa percaya diri dan lebih mulia dari pada penganut agama lain. Karena hanya umat islam yang patuh kepada Tuhan, sementara umat lain membangkang kepada Sang Pencipta. Sehingga mereka tidak selayaknya dihormati, sampaipun dalam bentuk memulai memberikan salam kepada mereka.

Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang yahudi dan nasrani. (HR. Muslim 5789).

Umat islam tidak diajarkan menghina orang non muslim, namun kita diajarkan untuk tidak memuliakan mereka, karena pertimbangan agama dan keyakinan.

Kita juga diajarkan, ketika ada orang yahudi atau nasrani yang memberi salam, agar kita cukup menjawab: ‘Wa alaikum’ yang artinya, “semoga juga untukmu.”

Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ

Apabila ahli kitab memberi salam kepada kalian, jawablah, “Wa alaikum” (dan juga untukmu). (HR. Bukhari 6259 dan Muslim 5780)

Bagaimana jika tidak tahu?

Karena tidak tahu, maka itu diluar tanggung jawab. Karena itu, tidak istilah dosa bagi muslim yang menjawab salam nasrani. Kejadian semacam ini pernah dialami sahabat Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu.

Diceritakan bahwa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka beliaupun menjawabnya dengan ucapan: “Wa’alaika wa rohmatulloh wabarokatuh”… Maka pelayannya mengatakan padanya, Dia itu nasrani!… Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga dia berhasil menyusulnya. Kemuduian beliau mengatakan,

إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك

Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu” (HR. Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan dihasankan oleh Syeikh Albani)

Apa yang beliau sampaikan ini sebagai nasehat bagi orang nasrani, bahwa muslim tidak diperkenankan untuk menjawab salam dari orang nasrani dengan jawaban lengkap. Namun boleh mendoakan kebaikan untuk mereka.

Sementara apa yang sudah terjadi karena tidak tahu, tidak menjadi tanggung jawab muslim.

Apakah orang nasrani juga turut berdosa?

Sebenarnya yang lebih penting bukan ini. Yang lebih penting, bagaimana dia bersedia masuk islam, karena itu agama paling sempurna.

Semoga Allah memberi hidayah kita semua.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Ingin Hijrah, Kenapa Ragu?

Ingin Hijrah, Kenapa Ragu?
Diriwayatkan dari seorang Sahabat bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza Wa Jalla melainkan Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik darinya untukmu."

HR. Ahmad no. 21966. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali berkata bahwa sanad hadits ini shahih. Adapun tidak disebutnya nama sahabat tetap tidak mencacati hadits tersebut karena seluruh sahabat itu ‘udul yaitu baik

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Barangsiapa yang (berniat) hijrah kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa (berniat) hijrah karena dunia yang bakal diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya itu."

HR. Bukhari no. 6195 | Fathul Bari no. 6689

https://www.instagram.com/p/BvKuQQjn4lz/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1r2c0ggp1aqzl

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Wednesday, March 27, 2019

Tadabur Al-Qur'an, Surah Al-Mulk (6-11)

Tadabur Al-Qur'an, Surah Al-Mulk (6-11)
Surah Al-Mulk, 6:

وَلِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapat azab Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.

Surah Al-Mulk, 7:

اِذَآ اُلْقُوْا فِيْهَا سَمِعُوْا لَهَا شَهِيْقًا وَّهِيَ تَفُوْرُۙ

Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu membara,

Surah Al-Mulk, 8:

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِۗ كُلَّمَآ اُلْقِيَ فِيْهَا فَوْجٌ سَاَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ اَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيْرٌۙ

hampir meledak karena marah. Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?"

Surah Al-Mulk, 9:

قَالُوْا بَلٰى قَدْ جَاۤءَنَا نَذِيْرٌ ەۙ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍۖ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ كَبِيْرٍ

Mereka menjawab, "Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, "Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya di dalam kesesatan yang besar."

Surah Al-Mulk, 10:

وَقَالُوْا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ اَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِيْٓ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِ

Dan mereka berkata, "Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala."

Surah Al-Mulk, 11:

فَاعْتَرَفُوْا بِذَنْۢبِهِمْۚ فَسُحْقًا لِّاَصْحٰبِ السَّعِيْرِ

Maka mereka mengakui dosanya. Tetapi jauhlah (dari rahmat Allah) bagi penghuni neraka yang menyala-nyala itu.

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. "Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya". [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Mengucapkan Salam Ketika Masuk Masjid

Hukum Mengucapkan Salam Ketika Masuk Masjid
Syekh ‘Abdul Karim Khudair ditanya,

“Sebagian orang ketika memasuki masjid selalu mengucapkan salam. Padahal, ada orang-orang yang sibuk beribadah, ada yang sedang shalat, dan ada yang sedang baca Alquran. Apakah boleh mengucapkan salam kala itu? Lalu, bagaimana orang-orang yang sedang duduk tadi membalasnya?”

Beliau hafizhahullah menanggapinya,

Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disalami ketika sedang shalat, beliau membalas salam tersebut dengan memberi isyarat. Ini menunjukkan bahwa orang yang masuk kala itu, mengucapkan salam. Oleh karena itu, orang yang sedang baca Alquran diperintahkan untuk membalasnya, demikian pula dengan yang sedang duduk. Adapun orang yang sedang shalat, dia juga membalasnya dengan isyarat.

🌐 Sumber: http://www.khudheir.com/text/4086

Terdapat hadis yang dikeluarkan oleh Abu Daud, no. 927 dan At-Tirmidzi, no. 368, dari hadis Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma disebutkan,

قُلْتُ لِبِلَالٍ كَيْفَ كَانَ النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم- يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِينَ كَانُوا يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ؟ قَالَ: كَانَ يُشِيرُ بِيَدِهِ

Aku bertanya pada Bilal, ‘Bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam sedangkan saat itu beliau sedang shalat lalu disalami?’ Ia menjawab, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membalasnya dengan berisyarat dengan tangannya.’” [1]

Kebiasaan memberi salam pada jamaah atau ketika masuk masjid sering kami temukan di setiap masjid saat shalat.


[1] أخرجه أبو داود: (927) والترمذي: (368) من حديث عبد الله بن عمر -رضي الله عنه- وفيه: (قُلْتُ لِبِلَالٍ كَيْفَ كَانَ النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم- يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِينَ كَانُوا يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ؟ قَالَ: كَانَ يُشِيرُ بِيَدِهِ).

🌐 Sumber: rumaysho.com

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Salam Hanya dengan Kata ‘Salam’

Hukum Salam Hanya dengan Kata ‘Salam’
Assalamualaikum ustadz saya mau menanyakan bagaimana hukum menyebutkan salam selain ‘assalamualaikum’, misal dengan kata ‘salam pramuka’ atau dengan kata ‘salam tauhid’ yang sekarang sedang ramai dipakai? Apakah boleh?

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Allah sebutkan dalam al-Quran, beberapa ungkapan salam hanya dengan kata ‘Salam’. Diantaranya,

🔰 Pertama, Salam yang diberikan kepada orang beriman, ketika mereka bertemu Allah,

تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلَامٌ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا

Ucapan penghormatan untuk mereka (orang mukmin) pada hari mereka ketemu Allah adalah salam. Dan Dia menjanjikan untuk mereka pahala yang besar. (QS. al-Ahzab: 44)

Ada perbedaan pendapat tentang siapakah yang memberikan salam untuk orang mukmin dalam ayat ini. Ada yang mengatakan, yang memberi ucapan salam itu adalah Allah. Ada yang mengatakan, yang memberi ucapan salam itu adalah malaikat. Dan ada yang mengatakan, ucapan ‘salam’ itu adalah kalimat yang mereka sampaikan antar-sesama mukmin ketika mereka bertemu Allah. (Zadul Masir, 5/140).

Apapun perbedaan itu, kepentingan kita ada pada kesimpulan, Allah hanya menggunakan kata ‘Salam’ ketika menyebutkan ucapan penghormatan mereka.

Allah juga berfirman di ayat lain,

وَأُدْخِلَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ

Dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam syurga itu ialah “Salam”. (QS. Ibrahim: 23)

🔰 Kedua, ucapan salam antara Ibrahim dengan malaikat yang berkunjung ke rumahnya

Allah berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ . إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salam.” Ibrahim menjawab: “Salam, (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.” (QS. az-Zariyat: 24 – 25).

Ayat di atas, dijadikan dalil oleh sebagian ulama untuk menunjukkan boleh menyampaikan salam hanya dengan kalimat singkat ‘Salam’. Diantaranya, Imam Ibnu Utsaimin. Dalam fatwa Nur ‘ala ad-Darb, beliau ditanya tentang hukum mengucapkan salam hanya dengan kata ‘Salam’. Jawaban beliau,

وينبغي أن نعلم بشيء من أحكام السلام فالسلام تحية المسلمين وصيغته أن يقول السلام عليك إن كان يسلم على واحد أو السلام عليكم إن كان يسلم على جماعة

Selayaknya kita mengetahui bagian dari hukum masalah salam. Salam adalah ucapan penghormatan bagi kaum muslimin. Redaksinya, bisa dengan ucapan: Assalammu alaik, jika yang diberi salam hanya satu orang atau Assalamu alaikum, jika yang diberi salam sekelompok orang.

Kemudian beliau memberikan rincian,

ويكون بلفظ التعريف السلام عليكم أو السلام عليك ويجوز أن يكون بلفظ سلام سلامٌ عليكم وإن اقتصر على قوله السلام فلا بأس فإن إبراهيم عليه الصلاة والسلام لما رد السلام على الملائكة حين قالوا سلاماً قال سلامٌ أي عليكم سلام وكذلك الابتداء يقول المسلم سلام يعني سلامٌ عليكم أو السلام يعني السلام عليكم ولا بأس في هذا

Hendaknya dengan menggunakan kalimat ‘Assalamu alaikum’ atau ‘Assalamu alaik’. Boleh juga dengan kata; ‘Salam’, ‘Salam alaikum’. Jika hanya dengan kalimat AsSalam, juga boleh. Karena Nabi Ibrahim ketika menjawab salam kepada Malaikat, pada saat malaikat itu mengucapkan ‘Salam’, Ibrahim menjawab ‘Salam’. Maksudnya, ‘Alaikum Salam’ demikian pula, ketika memulai salam. Seorang muslim mengucapkan ‘Salam’, artinya ‘Salam alaikum’. Atau dia mengucapkan, ‘Assalam’, dengan maksud ‘Assalamu alaikum.’ Ini tidak masalah.

🌐 Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article8357.shtml

Sekalipun kita menyampaikannya dengan satu kata, sebenarnya dia tidak sendirian. Ada sambungannya.

Sebagai ilustrasi, ketika kita bertanya kepada seseorang, ‘Ke mana?’ Ini kalimat tidak lengkap. Tapi kita bisa memahami, maksud ucapan ini adalah ‘Anda mau pergi ke mana?’

Atau kita nunjuk barang di depan penjual, ‘Berapa?’ kita bisa memahami, maksudnya dia bertanya, ‘Barang ini harganya berapa?’

Demikian pula kata ‘Salam’ atau ‘Assalam’. Maksud kita adalah Salam ‘alaikum atau Assalamu alaikum. Sekalipun hanya dengan satu kata, tapi aslinya dia tidak sendirian.

Inilah yang mendasari pendapat Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah.

Allahu a’lam.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Tuesday, March 26, 2019

Mengenggam Dunia, Ketika Meninggal Hanya Membawa Kafan

Mengenggam Dunia, Ketika Meninggal Hanya Membawa Kafan
Saudaraku, kita perlu sadari dan selalu ingat bahwa dunia ini hanya sementara saja. Hendaknya kita sadar bahwa dunia yang kita cari dengan susah payah ini tidak akan bisa kita bawa menuju kampung abadi kita yaitu kampung akhirat.

Ibnu Sammak Muhammad bin Shubaih rahimahullah berkata,

هب الدنيا في يديك ، ومثلها ضم إليك ، وهب المشرق والمغرب يجيء إليك ، فإذا جاءك الموت ، فماذا في يديك

Anggaplah dunia ada di genggaman tanganmu dan ditambahkan yang semisalnya. Anggaplah (perbendaharaan) timur dan barat datang kepadamu, akan tetapi jika kematian datang, apa gunanya yang ada di genggamanmu?” (Siyarul A’lam An-Nubala 8/330)

Banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara saja. Janganlah kita lalai dan tertipu seolah-olah akan hidup di dunia selamanya dengan mengumpulkan dan menumpuk harta yang sangat banyak sehingga melalaikan kehidupan akhirat kita.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ

Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.” (Luqmaan: 33)

Allah juga berfirman,

ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺘَﺎﻉُ ﺍﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)

Allah juga berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al Hadid: 20)

Jika direnungi, ternyata harta kita yang sesungguhnya hanya tiga saja. Selain itu, bukan lah harta kita, walaupun hakikatnya itu adalah milik kita di dunia, karena MAYORITAS harta sejatinya hanya kita tumpuk saja dan bisa jadi BUKAN kita yang menikmati, hanya sekedar dimiliki saja atau KOLEKSI saja.

Tiga harta sejati yang kita nikmati, itupun menikmati sementara saja yaitu

1. Makanan yang kita makan

Makanan yang di kulkas belum tentu kita yang menikmati semua. Makanan yang di gudang belum tentu kita yang menikmati semua. Uang yang kita simpan untuk beli makanan belum tentu kita yang menikmati. Ketika menikmati makanan pun ini hanya sesaat dari keseharian kita, hanya melewati lidah dan kerongkongan sebentar saja

2. Pakaian yang kita pakai

Termasuk sarana yang kita pakai seperti sepatu, kendaraan serta rumah kita. Ini yang kita nikmati. Akan tetapi inipun sementara saja karena pakaian bisa usang sedangkan rumah akan diwariskan

3. Sedekah

Ini adalah harta kita yang sebenarnya, sangat berguna di akkhirat kelak. Inipun berlalu sebentar dari genggaman kita di dunia

Selebihnya harta yang kita tumpul hakikatnya bukan harta kita, kita tidak menikmatinya atau hanya menikmati sesaat saja. Misalnya menumpuk harta:
  • Rumah ada dua atau tiga, yang kita nikmati utamanya hanya satu rumah saja
  • Uang tabungan di bank beratus-ratus juta atau miliyaran, yang kita nikmati hanya sedikit saja selebihnya kita hanya kita simpan
  • Punya kebun yang luas, punya toko yang besar, hanya kita nikmati sesaat saja
Inilah yang dimaksud hadits, harta sejati hanya tiga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ – ﻗَﺎﻝَ – ﻭَﻫَﻞْ ﻟَﻚَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺴْﺖَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖَ ﻓَﺄَﻣْﻀَﻴْﺖَ

Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja? ” (HR. Muslim no. 2958)

Riwayat yang lain,

ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ

Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan. ” (HR. Muslim no. 2959)

Dunia memang kita butuhkan dan tidak terlalrang kita mencari harta dan dunia akan tetapi harus kita tujukan untuk orientasi akhirat.

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber : https://muslim.or.id/42115-mengenggam-dunia-ketika-meninggal-hanya-membawa-kafan.html
===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Menjawab Salam di Radio atau Televisi

Hukum Menjawab Salam di Radio atau Televisi
Wajibkah menjawab salam presenter TV atau radio? Trim’s

Salam

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Berdasarkan waktu tayang, acara TV atau radio: langsung dan tidak langsung.

Dalam Fatwa Islam dinyatakan,

إذا كان البث على الهواء مباشرة شرع رد السلام ؛ لعموم الأدلة الدالة على وجوب رد السلام على المسلم ، لكنه وجوب كفائي ، إذا قام به البعض سقط عن الباقين. أما إذا كان مسجلاً ، فلا يجب الرد في هذه الحالة .

Jika siarannya langsung, disyariatkan menjawab salam, berdasarkan keumuman dalil yang menunjukkan wajibnya menjawab salam kepada setiap muslim. Hanya saja, statusnya wajib kifayah, jika sudah ada sebagian yang mengamalkan, yang lain menjadi gugur. Jika yang disiarkan adalah rekaman, tidak wajib menjawab salamnnya. (Fatwa Islam no. 128737).

Kesimpulan di atas, berdasarkan beberapa keterangan ulama berikut,

🔘 Pertama, keterangan An-Nawawi,

قال الإمام أبو سعد المتولي وغيره : إذا نادى إنسان إنسانا من خلف ستر أو حائط فقال : السلام عليك يا فلان ، أو كتب كتابا فيه : السلام عليك يا فلان ، أو السلام على فلان ، أو أرسل رسولاً وقال : سلم على فلان ، فبلغه الكتاب أو الرسول ، وجب عليه أن يرد السلام . وكذا ذكر الواحدي وغيره أيضا أنه يجب على المكتوب إليه رد السلام إذا بلغه السلام

Imam Abu Saad al-Mutawalli dan yang lainnya mengatakan, ‘Apabila seseorang memanggil orang lain dari balik tabir atau tembok, kemudian dia mengucapkan ‘Assalamu alaika, wahai fulan..’ atau ada orang yang menulis surat, dan ada kalimat salam, ‘Assalamu alaika, wahai fulan..’ atau ‘‘Assalamu ala fulan..’ atau dia menyuruh orang untuk menyampaikan salam kepada si fulan, kemudian surat atau utusan ini sampai ke sasaran, maka wajib bagi yang mendapatkannya untuk menjawab salamnya.

Demikian pula yang disebutkan oleh Al-Wahidi dan yang lainnya, bahwa wajib bagi orang yang menerima surat untuk menjawab salamnya, apabila pengirim menyampaikan salam. (Al-Adzkar, hlm. 247).

🔘 Kedua, keterangan Imam Ibnu Baz

Beliau ditanya tentang salam yang disampaikan oleh penulis di artikel, majalah, di buku, atau yang disiarkan di radio atau TV. Apakah wajib dijawab salamnya,

Jawaban Imam Ibnu Baz,

رد السلام في مثل هذا من فروض الكفاية ; لأنه يسلم على جم غفير فيكفي أن يرد بعضهم، والأفضل أن يرد كل مسلم سمعه لعموم الأدلة

Menjawab salam semacam ini hukumnya fardhu kifayah, karena dia menyampaikan salam kepada banyak masyarakat. Sehingga cukup sebagian yang menjawab. Namun yang lebih afdhal, setiap muslim menjawab salam yang dia dengar, berdasarkan keumuman dalil.

(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 9/396)

🔘 Ketiga, keterangan Dr. Soleh Al-Fauzan,

Pertanyaan, apabila ada orang menyampaikan salam di TV, radio, atau penulis menyampaikan salam melalui artikelnya di majalah, apakah wajib menjawab salam dalam kondisi ini?

Jawab beliau,

يجب رد السلام إذا سمعه الإنسان مباشرة ، أو بواسطة كتاب موجه إليه ، أو بواسطة وسائل الإعلام الموجهة إلى المستمعين ؛ لعموم الأدلة في وجوب رد السلام

Wajib menjawab salam apabila seseorang mendengarkannya secara langsung, atau melalui tulisan yang diarahkan kepadanya, atau melalui media informasi yang disampaikan kepada para pendengar, berdasarkan keumuman dalil tentang wajibnya menjawab salam.

(Al-Muntaqa Fatawa Al-Fauzan, volume 63, no. 8)

Allahu a’lam

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Bolehkah Mengucap Salam dengan Isyarat Tangan?

Bolehkah Mengucap Salam dengan Isyarat Tangan?
Apa hukum salam dengan menggunakan isyarat tangan?

Syekh bin Baz menjawab,

Mengucapkan salam dengan isyarat TIDAK DIPERBOLEHKAN dalam syariat Islam. Sunnahnya, salam itu hanya diucapkan dengan kata-kata saja, baik untuk melontarkan salam atau untuk menjawabnya.

Adapun salam dengan isyarat saja, maka tidak diperbolehkan. Dikarenakan, hal itu menyerupai kebiasaan sebagian orang-orang kafir, dan karena itu bertentangan dengan syariat Allah.

Namun, jika seseorang menyampaikan salam dengan isyarat salam kepada orang lain agar ia mengerti bahwa ia sedang mengucapkan salam karena jauhnya (jarak), dengan tetap mengucapkan salam tersebut melalui kata-kata, maka melakukan isyarat tangan tersebut tidaklah menjadi masalah. Terdapat riwayat hadits yang mengindikasikan ke arah itu.

Demikian juga, apabila orang yang diberi salam sedang sibuk shalat, ia bisa menjawabnya dengan isyarat, seperti yang disebutkan dalam sunnah yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

📚 Sumber: Fatawa Syekh Bin Baz Jilid 1, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pustaka at-Tibyan.

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir

Hukum Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir
Pada masa ini, sebagai akibat melakukan kontak langsung dengan orang-orang Barat dan Timur yang kebanyakan mereka dari kalangan kaum kafir yang berbeda-beda agama mereka, kita lihat mereka sering mengucapkan salam Islam kepada kita, ketika kita bertemu mereka di suatu tempat. Lantas, apa kewajiban kita dalam menyikapi mereka?

Jawaban:

Diriwayatkan dari Nabi, beliau bersabda,

Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada kaum yahudi dan Nashrani. Jika kalian bertemu dengan mereka di jalan, maka paksalah mereka ke tempat yang paling sempit.” (HR. Muslim dalam Shahihnya)

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah: Wa’alaikum (dan atas kalian).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ahli kitab adalah kaum Yahudi dan Kristen. Hukum kaum kafir yang lain seperti hukum Yahudi dan Kristen dalam masalah ini, karena tidak ada dalil yang membedakan sepanjang yang kami ketahui.

Tidak dibolehkan memulai ucapan salam kepada orang kafir. Jika orang kafir memulai mengucapkan salam kepada kita, maka wajib menjawabnya dengan ucapan, wa’alaikum, karena mengamalkan perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada larangan untuk mengucapkan selain itu, seperti: Bagaimana kabar Anda atau bagaimana kabar anak-anak Anda? Sebagaimana sebagian ulama membolehkan hal tersebut, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Apalagi bila kemaslahatan Islam menuntut demikian, seperti membuatnya tertarik kepada Islam dan menyenangkan orang yang mendengarnya agar mau menerima dakwah Islam dan mendengarkannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ

Serulah (manusian) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125)

وَلاَتُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ

Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka.” (Al-Ankabut: 46)

📚 Sumber: Anda Bertanya Ulama Menjawab, Bimbingan untuk Orang yang Masuk Islam, Pustaka Imam Ahmad

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive