Kalau memang tampak jelas secara dzahir kesesatan seseorang dan melenceng aqidahnya, baik dari lisannya, tulisannya di sosial media (hukum tulisan sama dengan hukum lisan) dan juga perbuatannya, bahkan mendakwahkan kesesatannya, memperlihatkannya dan juga memperdengarkannya. Maka ia divonis sesat tanpa ada pengecualian.
Kaidahnya :
“Wajib memutuskan hukum dari perbuatan dan ucapan dzahir (amal lahir) seseorang yang tampak terlihat dan terdengar dengan mata dan telinga secara jelas dan terang benderang, bukan yang terhalangi oleh mata dan pendengaran, adapun yang terdapat dalam batin (hati) maka diserahkan kepada Allah.”
Dalil Pertama
Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman,
وَإِن مَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ ٱلَّذِى نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ ٱلْبَلَٰغُ وَعَلَيْنَا ٱلْحِسَابُ
“Dan sungguh jika Kami perlihatkan kepadamu (Muhammad) sebagian (siksaan) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan engkau, maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, dan Kami-Lah yang memperhitungkan (amal mereka)” - QS. A Ra’d [13] : 40
Dalil Kedua
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan, engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, kecuali (jika ada) orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. Sungguh kepada Kamilah mereka kembali, kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka.” - QS. Al Ghasyiyah [88] : 21-25
Dalil Ketiga
Telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Abu Bakar bin an-Nadlr serta Abd bin Humaid dan lafazh tersebut milik Abd. Mereka berkata : telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd dia berkata : telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih bin Kaisan : dari al-Harits : dari Ja'far bin Abdullah bin al-Hakam : dari Abdurrahman bin al-Miswar : dari Abu Rafi' : dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seorang Nabi yang diutus Allah kepada suatu kaum sebelumku kecuali dia memiliki para pengikut (pembela) dan para sahabat dari umatnya, dimana mereka mengambil Sunnahnya dan menjalankan perintahnya, kemudian datang setelah mereka generasi penerus yang tidak baik, mereka mengatakan apa yang tidak mereka amalkan dan mengamalkan apa yang tidak diperintahkan, maka barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati (doa) melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan sebiji sawi.” - HR. Muslim no. 71 | Syarh Shahih Muslim no. 50
Dalil Keempat
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib : telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Isma'il bin Raja dari Ayahnya dari Abu Sa'id Al Khudri dan Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran dan ia mampu merubah dengan tangannya, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu hendaklah dengan lisan, apabila tidak mampu hendaklah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman." - HR. Ibnu Majah no. 4003 | no. 4013 dan Abu Dawud no. 963, 3777 | no. 1140, 4340. Lafazh dan sanad di atas milik Ibnu Majah
Dalil Kelima
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah : telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dan Abu Usamah dari Isma'il bin Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim, ia berkata : Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berdiri sambil bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dia berkata, "Wahai sekalian manusia, kalian membaca ayat ini “(Wahai orang-orang yang beriman ! Jagalah dirimu (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk -Qs. Al Maidah [5] : 105)”, dan sesungguhnya kami mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya manusia apabila melihat kezaliman (kemungkaran), kemudian mereka tidak menghentikan (merubah) nya, dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab-Nya kepada mereka." - HR. Ibnu Majah no. 3995 | no. 4005, Abu Dawud no. 3775 | no. 4338, Tirmidzi no. 2094, 2983 | no. 2168, 3057 dan Ahmad no. 1, 16, 29, 30, 50. Lafazh dan sanad di atas milik Ibnu Majah
Dalil Keenam
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahim : telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Sulaiman : telah menceritakan kepada kami Husyaim : telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Abi Bakr bin Anas dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Tolonglah saudaramu baik ia zalim atau dizalimi.”
Ada seorang laki-laki bertanya : “Ya Rasulullah, saya maklum jika ia dizhalimi, namun bagaimana saya menolong padahal ia zhalim?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : "Engkau mencegahnya atau menahannya dari kezaliman, itulah cara menolongnya."
- HR. Bukhari no. 2263, 2264, 6438 | Fathul Bari no. 2443, 2444, 6952, Tirmidzi no. 2181 | no. 2255 dan Ahmad no. 11511, 12606. Lafazh dan sanad di atas milik Bukhari no. 6438 | Fathul Bari no. 6952
Dalil Ketujuh
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi : telah mengabarkan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari Zainab binti Salamah dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Kalian mengadukan perkara kepadaku (karena minta diadili), padahal aku hanyalah manusia biasa, mungkin salah satu pihak lebih pandai memberikan alasannya (hujjah) dari pada yang lain, lalu AKU PUTUSKAN PERKARANYA SESUAI DENGAN YANG AKU DENGAR, jika aku memberi putusan dengan mengorbankan hak saudaranya maka janganlah ia mengambilnya, sesungguhnya aku telah memberinya potongan api neraka." - HR. Muslim no. 3231 | Syarh Shahih Muslim no. 1713, Bukhari no. 2278, 2483, 6452, 6634 | Fathul Bari no. 2680, 6967, 7169, Abu Dawud no. 3112 | no. 3583, Ibnu Majah no. 2308 | no. 2317, Tirmidzi no. 1259 | no. 1339, Malik no. 1205 | no. 1462 dan Ahmad no. 24490, 25286, 25402. Lafazh dan sanad di atas milik Muslim
Dalam hadits di atas terdapat hukum bahwasannya untuk menempatkan dan memutuskan hukum itu berdasarkan perbuatan dan ucapan dzahir (amal lahir) seseorang yang tampak terlihat dan terdengar dengan mata dan telinga secara jelas dan terang benderang, dan begitu juga Sunnah-Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lainnya.
Adapun perkara batin (hati) nya, maka diserahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh jika Kami perlihatkan kepadamu (Muhammad) sebagian (siksaan) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan engkau, maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, dan Kami-Lah yang memperhitungkan (amal mereka)” - QS. A Ra’d [13] : 40
Begitu pun juga yang dipahami oleh Khulafa Ar Rasyidin, Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya wajib bagi seseorang untuk memutuskan dan menetapkan hukum dari perbuatan dan ucapan dzahir (amal lahir) seseorang yang tampak terlihat dan terdengar dengan mata dan telinga secara jelas dan terang benderang, bukan yang terhalangi oleh mata dan pendengaran, adapun yang terdapat dalam batin (hati) maka diserahkan kepada Allah.
Telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Nafi' : telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata : telah menceritakan kepadaku Humaid bin 'Abdurrahman bin 'Auf bahwa 'Abdullah bin 'Utbah berkata, aku mendengar 'Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,
"Sesungguhnya orang-orang telah mengambil wahyu (sebagai pedoman) pada masa hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan hari ini wahyu sudah terputus. Dan hari ini kita menilai kalian berdasarkan amal amal yang nampak (dzahir). Maka siapa yang secara dzahir menampakkan perbuatan baik kepada kita, kita percaya kepadanya dan kita dekat dengannya dan bukan urusan kita apa yang tersembunyi darinya karena hal itu sesuatu yang menjadi urusan Allah dan Dia yang akan menghitungnya. Dan siapa yang menampakkan perbuatan yang jelek kepada kita, maka kita tidak percaya kepadanya dan tidak membenarkannya sekalipun dibalik itu ada yang mengatakan baik.” - HR. Bukhari no. 2447 | Fathul Bari no. 2641
Begitu pun juga Imam Asy Syafi’i rahimahullah, beliau berkata,
“Para imam hanya dibebankan untuk memberi keputusan menurut perkara yang nampak” - Al Umm, XXXIX/1494. Kitab Pembahasan Tentang Peradilan, Bab : Pengakuan, Ijtihad Dan Menetapkan Keputusan Berdasarkan Hal Yang Nampak
Beliau, Imam Asy Syafi’i rahimahullah, juga berkata,
“Allah menguasai hal-hal yang batin serta memberi penilaian atasnya, dan Allah tidak menjadikan seorang pun di antara makhluk-Nya kecuali dalam perkara yang nampak. Apabila Imam memutuskan berdasarkan perkara yang nampak, yang dikemukakan kepadanya tanpa mengutik perkara batin yang menjadi urusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” - Al Umm, XXXIX/1492. Kitab Pembahasan Tentang Peradilan.
Sehingga, jika perbuatan dan perkataan seseorang yang tampak terlihat atau terdengar dengan jelas dan terang benderang adalah kemungkaran, kemaksiatan, kekafiran, kebidahan ataupun kesyirikan, maka kita katakan –berlandasan dengan ilmu- bahwa perbuatan dan perkataan tersebut adalah kemungkaran, kemaksiatan, kekafiran, kebidahan ataupun kesyirikan, adapun perkara batinnya diserahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Atha bin Yussuf
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.