Lanjutan dari Bagian-4...
● Wanita yang diajak berhubungan badan oleh suaminya, namun dia enggan tanpa uzur.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya untuk digauli di tempat tidurnya, lalu istrinya enggan dan suaminya murka, maka malaikat melaknatnya sampai pagi." ([19])
Sungguh celaka, wanita yang seperti ini. Bayangkan, jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan badan pada malam hari, tetapi istri menolaknya, sehingga semalaman suami tidak menggauli istrinya dalam keadaan marah. Maka, selama itu pula istri mendapatkan laknat dari malaikat sampai waktu subuh. Bagaimana bisa wanita seperti ini ingin mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah ﷻ dari malam sampai pagi hari. Oleh karenanya, bagi para kalangan wanita, jika suaminya mengajaknya untuk berhubungan badan, maka janganlah menolaknya.
Dalam masalah ini, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
هَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ امْتِنَاعِهَا مِنْ فِرَاشِهِ لِغَيْرِ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ وَلَيْسَ الْحَيْضُ بِعُذْرٍ فِي الِامْتِنَاعِ لِأَنَّ لَهُ حَقًّا فِي الِاسْتِمْتَاعِ بِهَا فَوْقَ الْإِزَارِ
“Ini menjadi dalil bahwa haram bagi para wanita untuk menolak ajakan suaminya tanpa uzur syar’i. Haid bukanlah uzur untuk menolak ajakan suaminya, karena suaminya masih bisa menikmati istrinya pada bagian tubuh yang lain." ([20])
Jika seorang istri sedang sakit atau tertimpa suatu musibah dan yang semisalnya, maka tidak masalah baginya menolak ajakan suaminya. Namun, jika tidak ada uzur yang menghalangi untuk melayani suaminya, maka dia tidak boleh menolak ajakan suaminya tersebut. Bahkan, haid tidak menjadi penghalang istri untuk menolak ajakan suaminya, karena seorang suami bisa bersenang-senang dengan bagian lain dari tubuh istrinya.
Oleh karenanya, hendaknya istri sungguh-sungguh dalam memperhatikan kondisi suaminya. Terutama pada zaman sekarang ini, di mana para suami setiap keluar dari rumahnya, baik ketika bekerja atau dalam suatu urusan tertentu, membuatnya tak luput dari pandangan wanita. Apalagi jika seorang suami yang bekerja di kantor, di mana lelaki dan wanita berbaur di dalam kantor tersebut, sedangkan suami tidak bisa lepas dari memandang, bertemu atau bermuamalah dengan mereka, namun jika ketika dia pulang ke rumahnya mendapati istrinya tidak menyambutnya dengan ramah, aroma badan yang tidak sedap, apalagi ketika diajak berhubungan badan, lalu menolaknya, kemudian suami menjadi murka, maka sungguh celaka seorang istri tersebut, karena mendapatkan laknat dari malaikat sejak malam harinya hingga waktu pagi.
Tentu saja, hal ini menjadi perkara yang menyedihkan bagi para wanita. Maka, hendaknya seorang istri memberikan perhatian lebih kepada suaminya, menyambutnya dengan hangat dan senyuman, memberikan aroma yang harum pada tubuhnya, dan ketika suaminya mengajaknya untuk berhubungan badan, maka dia tidak menolaknya. Hendaknya dia selalu berjuang untuk meraih surga Allah ﷻ yang di antaranya dengan mencari keridaan suaminya dengan melayaninya ketika dia mengajaknya untuk berhubungan badan.
Di dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi ﷺ bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا تُرْفَعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا: رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ
“Ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat dari atas kepalanya meskipun hanya sejengkal (tidak diterima), yaitu: lelaki yang mengimami kaumnya, sedangkan mereka membencinya, wanita yang bermalam sementara suaminya dalam keadaan marah kepadanya dan dua saudara yang saling bermusuhan." ([21])
Di antara tiga golongan yang tidak diterima shalatnya adalah wanita yang suaminya marah kepadanya, karena ketika diajak berhubungan badan, dia menolak ajakannya ([22]).
Sebagai seorang suami saleh yang berharap agar istri tidak dilaknat oleh para malaikat, hendaknya banyak memberikan maaf atas uzur dari istrinya. Terutama ketika suami ingin berhubungan badan dengan istrinya, namun ternyata istri sedang tidak mampu melayaninya. Jika ajakan seorang suami ditolak oleh istrinya, kemudian dia tidak marah karenanya, maka malaikat tidak melaknat istrinya. Akan tetapi, jika suami mengeluh dan marah, maka istri akan mendapatkan laknat oleh malaikat.
Bahkan, disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang lelaki yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya (untuk berhubungan badan), lalu dia menolaknya, kecuali yang ada di langit murka kepadanya, sehingga suaminya meridainya." ([23])
Sebagai seorang istri yang salihah, hendaknya tidak memaparkan dirinya kepada laknat para malaikat, sebagaimana dia tidak memaparkan dirinya kepada kemurkaan Allah ﷻ. Kehidupan istri harus diperjuangkan untuk bisa memberikan pelayanan kepada suaminya. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata bahwa jika seorang istri sudah menikah, maka harus lebih berbakti kepada suaminya dari pada kepada orang tuanya ([24]).
Wanita salihah harus bisa mengamalkan perkara ini. Tidak hanya pintar dalam hal belajar, diskusi, mencari dalil, rajin dalam penyelenggaraan acara sosial, ramah terhadap gurunya atau rajin menuntut ilmu saja, tetapi ternyata tidak perhatian kepada suaminya, bahkan menolak ajakannya, sehingga dia mendapatkan laknat dari para malaikat. Oleh karenanya, tidak ada uzur bagi mereka untuk tidak melayani para suaminya. Karena percuma saja bagi wanita yang rajin beribadah, tetapi amalannya tidak diterima oleh Allah ﷻ sehingga menyesal pada hari kiamat, disebabkan menolak ajakan suaminya untuk berhubungan badan.
Bersambung ke Bagian-6...
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
-------------------------
Footnote:
([19]) HR. Bukhari No. 3237.
([20]) Al-Minhaj, Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, (10/7).
([21]) HR. Ibnu Majah, No. 971.
([22]) Mirqah Al-Mafatih, karya Mulla Al-Qari, (3/865).
([23]) HR. Muslim, No. 1436.
([24]) Majmu’ Al-Fatawa, (32/263).
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.