Ada seseorang, tidak mau mengikuti adat istiadat di kampungnya, yang bertentangan dengan syariat padahal orang tuanya ini pemangku adat di daerah itu.
Akhirnya, setiap kejadian musibah yang menimpa orang kampungnya, dilimpahkan padanya. Ada orang celaka, ada orang sakit dan yang lainnya, orang kampung mengatakan, "Itu gara-gara si fulan yang tidak mau mengikuti adat."
Hal seperti itu pun pernah terjadi di zaman Nabi Musa alaihissalam, mereka orang-orang kafir menuduh, bahwa segala kesialan yang menimpa itu akibat Musa. Padahal musibah, bencana, kekeringan, paceklik dan apa saja yang menimpa itu merupakan ketetapan Allah Ta'ala, bukan karena Musa alaihissalam.
Allah Ta'ala berfirman:
فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُون
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 131).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,
Dan jika mereka ditimpa kesusahan. (Al-A'raf: 131)
Yakni kekeringan dan paceklik.
Mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. (Al-A'raf: 131)
Maksudnya, hal tersebut terjadi karena ulah Musa dan para pengikutnya serta apa yang dibawa oleh mereka.
Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah. (Al-A'raf: 131)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah (Al-A'raf: 131) Yakni musibah yang menimpa mereka itu berdasarkan ketetapan dari Allah. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-A'raf: 131). (Tafsir Ibnu Katsir).
Keyakinan masyarakat jahiliyah di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga seperti itu. Mereka menyakini ada sesuatu yang membuat sial atau untung. Ada hari baik, ada hari sial, ada bulan baik ada bulan sial. Ada burung hantu, itu pertanda sial. Burung terbang ke arah kanan, ini keberuntungan, kalau terbang ke arah kiri, ini kesialan, tabrak kucing, ini kesialan dan lain sebagainya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر،
"Tidak ada adwa (penularan penyakit. kecuali atas kehendak Allah), tidak ada thiyarah (merasa bernasib sial atau nasib buruk), tidak ada hamah (merasa bernasib sial apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah) dan tidak ada shafar (orang-orang beranggapan bahwa bulan tersebut adalah bulan sial)". (HR. Bukhari dan Muslim).
Menyakini bahwa sesuatu itu membawa sial atau keberuntungan, itu namanya tathayyur. Dan tathayyur adalah suatu kesyirikan.
Berkata An Nawawi rahimahullah rahimahullah,
والتطير: التشاؤم، وأصلُهُ الشيءُ المكروه من قول، أو فعل، أو مرئي
“At tathayyur adalah merasa sial, dan dasarnya sesuatu yang dibenci, baik berupa perkataan, perbuatan atau sesuatu yang dilihat” (Syarah Shahih Muslim, 4/2261).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Thiyarah (merasa sial atau meramal ada kesialan) itu SYIRIK, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (HR. Bukhari di Al-Adabul Mufrad dan Abu Daud).
Seseorang mengurungkan pernikahannya, mengurungkan kepergiannya, dan apa saja karena anggapan ada tanggal sial, hari sial, bulan sial dan sesuatu apa saja yang menjadikannya mengurungkan niatnya, maka ini pun jatuh pada kesyirikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
‘Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah (merasa sial atau meramal ada kesialan), maka ia telah berbuat syirik.”
Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (penyebab sial atau untung) melainkan makhluk-Mu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.’” ( HR. Ahmad. Berkata Syaikh Ahmad Syakir : Hadits Shahih).
Bertawakkal dan berserah dirilah kepada Allah Ta'ala dan mesti siap menerima dengan apa yang Allah Ta'ala tetapkan dan kehendaki, baik kebaikan maupun keburukan kalau mengaku beriman dengan qadha dan qadarnya Allah Ta'ala.
AFM
https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2022/09/orang-pembawa-sial.html
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.