Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Sunday, January 22, 2023

3 Sebab Tersesatnya Manusia Dari Jalan Lurus

3 Sebab Tersesatnya Manusia Dari Jalan Lurus
Bismillah...

Ada orang mengatakan, "Jangan suka nyesat-nyesatkan orang, yang tahu sesatnya orang itu hanya Allah."

Perkataan itu benar adanya. Untuk itu Allah Ta'ala utus para Rasul dan menurunkan kitabnya untuk menjelaskan kepada manusia, mana jalan yang lurus yang bisa menyampaikannya ke surga dan mana jalan yang menyimpang, yang sesat yang mengantarkannya ke neraka.

Pada tulisan kali ini penulis akan menuliskan beberapa sebab tersesatnya manusia dari jalan yang lurus.

Pertama, Tidak mengikuti alquran dan as sunnah.

Didalam hidup beragama, supaya tidak tersesat jalan, maka berpegang teguhlah dengan alquran dan as sunnah, kalau tidak, maka akan tersesat.

Dari Anas Bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ (رواه الموطأ مالك).

Aku tinggalkan dua perkara, kalian tidak akan sesat selama-lamanya selama kalian berpegang teguh dengan keduanya, yakni kitab Allah (alquran) dan sunnah NabiNya (al hadits). (HR. Imam Malik - Al Muwaththo).

Allah Ta'ala berfirman:

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى. وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ ٰ

Maka jika datang dariku petunjuk kepada kalian, maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS. Thaha 123).

Petunjuk yang datang kepada para nabinya berupa kitabullah dan sunnaturrasul untuk membimbing umatnya agar tidak tersesat dari jalan yang benar.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat di atas:

Allah Ta'ala berfirman:

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى

Maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku. (QS. Thaha: 123)

Abul Aliyah mengatakan yang dimaksud dengan petunjuk ialah melalui para nabi dan para rasul serta keterangan yang disampaikan mereka.

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى

Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS. Thaha: 123)

Ibnu Abbas mengatakan, bahwa dia tidak akan sesat di dunia ini dan tidak akan celaka di akhiratnya nanti.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku. (QS. Thaha: 124)

Yaitu menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya.

فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (QS. Thaha: 124)

Yakni kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya; walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang disukainya. Sekalipun hidup dengan semua kemewahan itu, pada hakikatnya hatinya tidak mempunyai keyakinan yang mantap dan tidak mempunyai pegangan petunjuk, bahkan hatinya selalu khawatir, bingung, dan ragu. Dia terus-menerus tenggelam di dalam keragu-raguannya. Hal inilah yang dimaksudkan dengan penghidupan yang sempit. (Tafsir Ibnu Katsir Surah Thaha 123-124).

Berkata As Syaikh Rabie hafidzahullah :

"دليلنا هو القرآن والسنة فمن فقدهما في أي ميدان من الميادين ضل" مرحباً يا طالب العلم ٢٤٥

"Dalil kami adalah Al Qur'an dan Sunnah, maka barangsiapa yang mengilangkan keduanya di salah satu bidang dari semua bidang (agama) maka dia sesat " ( kitab marhaban yaa thalibin ilmi: halaman 245).

Kedua, Mengikuti alquran dan as sunnah tetapi tidak mengikuti pemahaman salaf.

Kembali kepada alquran dan as sunnah tidaklah cukup bisa menyelamatkan dari kesesatan dan penyimpangan. Karena banyak orang yang menyimpang dikarenakan memahami ayat-ayat Allah dan sunnah-sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang keliru.

Allah Ta'ala berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An Nisa 115).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:

Allah Ta'ala berfirman:

وَمَنْ يُشاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدى

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. QS. (An-Nisa: 115)

Barang siapa yang menempuh jalan selain jalan syariat yang didatangkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka ia berada di suatu belahan, sedangkan syariat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di belahan yang lain. Hal tersebut dilakukannya dengan sengaja sesudah tampak jelas baginya jalan kebenaran.

Allah Ta'ala berfirman:

وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِين

َDan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. (An-Nisa: 115)

Makna firman ini saling berkaitan dengan apa yang digambarkan oleh firman pertama tadi. Tetapi adakalanya pelanggaran tersebut terhadap nash syariat, dan adakalanya bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh umat Muhammad dalam hal-hal yang telah dimaklumi kesepakatan mereka (para sahabat) secara' nyata. Karena sesungguhnya dalam kesepakatan mereka telah dipelihara dari kekeliruan, sebagai karunia Allah demi menghormati mereka dan memuliakan Nabi mereka. (Tafsir Ibnu Katsir Surah An Nisa 15).

Para salaf mengatakan tentang ayat di atas, siapa orang-orang mukmin yang dimaksud dan siapa orang-orang mukmin di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tentulah yang di maksud dan yang ada pada zaman itu adalah para sahabat. 

Maka karena itulah, siapa yang tidak mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berupa alquran dan as sunnah serta pemahaman para sahabat, pastilah tersesat jalan dan termasuk ahlul bid'ah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berkata:

من ظن أنه يأخذ من الكتاب والسنة بدون أن يقتدي بالصحابة ويتبع غير سبيلهم، فهو من أهل البدع.

Siapa yang menyangka bahwa dia cukup mengambil al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa perlu meneladani para Shahabat dan dia mengikuti selain jalan yang mereka tempuh, maka dia termasuk ahli bid’ah.” (Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyyah, hlm. 556)

Kesimpulannya adalah, 1. Orang yang tidak mengikuti alquran dan as sunnah pasti sesat. 2. Orang yang hanya mengikuti salah satunya pastilah sesat. 3. Orang yang mengikuti alquran dan as sunnah, tetapi bukan dengan pemahaman salaf, tetapi pemahaman akal dan perasaannya, pemahaman guru-gurunya dan para pemimpin mereka, yang pemahamannya mereka berdasarkan pikiran dan perasaannya, pastilah sesat.

Contoh misalkan, ada sebuah ayat dalam alquran dalam surah Thaha ayat 14:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Orang-orang shufi dan para pemimpinnya menafsirkan dan memahami ayat ini, bahwa kalau sudah ingat Allah atau istilah jawa sudah ILING, tidak perlu lagi shalat, yang masih shalat itu masih tingkatkan syariat, tingkatan paling rendah menurut mereka.

Contoh lain misalkan tentang surah albaqarah 115:

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Orang-orang yang menyimpang menafsirkan ayat ini, bahwa shalat menghadap kemana pun tidak masalah berdasarkan ayat ini yang mereka pahami.

Nah, kalau kita kembalikan kepada petunjuk Rasulullah dan praktek dari para sahabat, mengenai kedua ayat di atas, betulkah mereka mengamalkan demikian? Tentulah tidak demikian, mereka tetap shalat dan mereka tetap shalat menghadap kiblat (kabah) kecuali memang kalau tidak tahu arah sama sekali.

Dan masih banyak ayat lain yang penafsirannya menurut hawa nafsu mereka, Mereka sesat dan menyesatkan karena memahami dalil dengan hawa nafsunya, akal pikiran dan perasaannya, bukan bagaimana para salaf memahaminya.

Allah Ta'ala berfirman tentang orang yang mengikuti hawa nafsunya:

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ حَتَّىٰ إِذَا خَرَجُوا مِنْ عِنْدِكَ قَالُوا لِلَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مَاذَا قَالَ آنِفًا ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka. (QS. Muhammad 16).

Dan Allah Ta'ala berfirman:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS Al Qasas 50).

Berkata Al 'Allaamah Asy syaatibiy rahimahullah: 

قال الشاطبي رحمه الله : العقل إذا لم يكن متبعا للشرع، لم يبق له إلا الهوى والشهوة،وأنت تعلم ما في اتباع الهوى وأنه ضلال مبين. الإعتصام ٦٧/١

"Akal itu, apabila tidak mengikuti syariat maka tidak ada tersisa baginya melainkan hawa dan syahwat". Dan tidaklah engkau mengetahui siapa yg mengikuti hawa nafsu, maka sesungguhnya kesesatan yg nyata. Al I'tishoom: 1/67

Ketiga, Karena membuat perkara baru.

Orang-orang nasrani tersesat dari jalan yang benar karena mereka beramal tanpa ilmu. Mereka beramal ibadah tanpa ada landasan dalil. Mereka sangat kreatif memodifikasi amal ibadah. Mereka berkreasi membuat inovasii hal-hal yang baru dalam beragama. Mereka melampaui batas dan berlebih-berlebihan dalam beragama.

Berkata Ibnu Qayyim rahimahullah:

من لم يعرف الحق فهو ضال ومن عرفه وآثر غيره عليه فهو مغضوب عليه ومن عرفه واتبعه فهو مُنعم عليه. [اغاثة اللهفان (٢٤/١)]

Barangsiapa tidak mengenal kebenaran, maka dia adalah orang yang sesat. Barangsiapa mengetahui kebenaran, sementara dia lebih mengutamakan selainnya, maka dia menjadi orang yang dimurkai (oleh Allah). Dan barangsiapa yang mengenal kebenaran dan mengikutinya, maka dia lah orang yang diberi nikmat (oleh Allah). Ighatsatul Lahafaan 1/24 .

Allah Ta'ala berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS. Al Maidah 77).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat ini:

Yakni janganlah kalian melampaui batas dalam mengikuti kebenaran, dan janganlah kalian menyanjung orang yang kalian diperintahkan untuk menghormatinya, lalu kalian melampaui batas dalam menyanjungnya hingga mengeluarkannya dari kedudukan kenabian sampai kepada kedudukan sebagai tuhan. Yaitu seperti yang kalian lakukan terhadap Al-Masih, padahal dia adalah salah seorang dari nabi-nabi Allah, tetapi kalian menjadikannya sebagai tuhan selain Allah. Hal ini tidak kalian lakukan melainkan hanya semata-mata kalian mengikuti guru-guru kalian, yaitu guru-guru sesat yang merupakan para pendahulu kalian dari kalangan orang-orang yang sesat di masa lalu.

وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah: 77)

Yakni mereka menyimpang dari jalan yang lurus dan benar, menuju kepada jalan kesesatan dan kesalahan.

Ar-Rabi’ ibnu Anas rahimahullah mengatakan: Bahwa dahulu ada seorang alim yang mengajarkan Al-Kitab dan Sunnah kepada banyak kaum selama suatu masa. Kemudian datanglah setan dan mengatakan (kepadanya), "Sesungguhnya yang kamu ajarkan hanyalah peninggalan atau perintah yang telah diamalkan sebelum kamu, maka kamu tidak beroleh pujian karenanya. Tetapi buatlah suatu perkara dari dirimu sendiri, lalu ajaklah manusia, dan paksa mereka mengamalkannya." Kemudian orang itu melakukan hal tersebut, tetapi setelah lewat suatu masa ia sadar, Ia bermaksud bertobat dari perbuatannya itu, maka ia melucuti semua kekuasaan dan kerajaannya; dan ia bermaksud melakukan ibadah hingga akhir hayatnya agar semua dosanya terhapus. Setelah beberapa hari dalam ibadahnya, ia didatangi, lalu dikatakan kepadanya, "Sekiranya tobatmu menyangkut dosa antara kamu dengan Tuhanmu (hak Tuhan), maka ada kemungkinan tobatmu dapat diterima. Tetapi kamu harus ingat bahwa si anu dan si anu serta lain-lainnya telah sesat dalam membelamu, sedangkan mereka telah meninggal dunia da­lam keadaan sesat. Maka mana mungkin kamu dapat memberikan petunjuk kepada mereka. Karena itu, tiada tobat bagimu selama- lamanya." (Tafsir Ibnu Katsir Surah Al Maidah 77).

Begitu pula ada sebagian dari kaum muslimin yang meniru orang-orang nasrani. Mereka begitu kreatif berinovasi dalam beramal ibadah. Mereka modifikasi perkara-perkara agama yang sudah ada untuk menarik manusia mengikutinya. Mereka mengira bahwa itu perkara yang baik. Dan mereka pun mengira bahwa amal ibadahnya diterima. Padahal semua amal ibadah yang tidak ada dalil perintahnya dan dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam semuanya tertolak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ». (رواه متفق عليه).

Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Bukhari Muslim dari Aisyah radhyallahu ‘anha).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ ». (رواه متفق عليه).

Barangsiapa mengada-mengada perkara baru dalam urusan (agama) kami ini, apa yang tidak ada darinya (perintahnya) maka dia (amalan tersebut) tertolak. (HR. Bukhari Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha).

Membuat perkara baru dalam urusan agama adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di neraka.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah).” Kemudian beliau melanjutkan bersabda: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ ).

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ».

"Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah al-Khulafâ’ al-Muhtadîn ar-Râsyidîn yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian (maksudnya peganglah dengan teguh). Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dari Irbadh bin Sariyah)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. (رواه النسائي و ابن خزيمة. قال الشيخ الألباني: صحيح).

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muahammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek urusan adalah perkara baru (dalam agama). Dan setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka. (HR. An Nasai dan Ibnu Khuzaimah Dari Jabir Muhammad Abdullah radhiyallahu ‘anhu).

Ada yang mengatakan bahwa tidak setiap bid'ah adalah sesat. Mereka mengatakan bahwa kata كل (kullu) tidak menunjukkan keseluruhan, namun sebagian. Mereka juga berdasarkan perkataan Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu yang mengatakan bahwa shalat tarawih adalah bid'ah hasanah.

Sehingga perkataan Umar Bin Khaththab radhiyallahu anhu tentang shalat tarawih itu bid'ah hasanah, bukan dari segi syariah, tapi dari segi bahasa.

Kalau pengertian dari segi syariah, tidak mungkin beliau menyelisihi Rasulullah. Disamping itu pula shalat tarawih berjamaah bukan perkara baru, karena ini pernah dilakukan dan dicontohkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sekalipun seandainya perkataan Umar ini benar ada bid'ah hasanah, tentulah kita akan membuangnya dan kita mengambil perkataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang mengatakan SETIAP BID'AH ADALAH SESAT, dan Umar sudah dipastikan tidak akan menyelisihi Rasulullah.

Ini dalil yang ahlul bid'ah pakai untuk pembenaran adanya bid'ah hasanah.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ, وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ. فَقَالَ عُمَرُ: وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَانِي لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ, فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ. قَالَ: ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ, فَقَالَ عُمَرُ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ, وَالَّتِي تَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي تَقُومُونَ, يَعْنِي آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ

Dari Abdurrahman bin Abdil Qaary katanya; aku keluar bersama Umar bin Khatthab di bulan Ramadhan menuju masjid (Nabawi). Sesampainya di sana, ternyata orang-orang sedang shalat secara terpencar; ada orang yang shalat sendirian dan ada pula yang menjadi imam bagi sejumlah orang. Maka Umar berkata: “Menurutku kalau mereka kukumpulkan pada satu imam akan lebih baik…” maka ia pun mengumpulkan mereka –dalam satu jama’ah– dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya di malam yang lain, dan ketika itu orang-orang sedang shalat bersama imam mereka, maka Umar berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini, akan tetapi saat dimana mereka tidur lebih baik dari pada saat dimana mereka shalat”, maksudnya akhir malam lebih baik untuk shalat karena saat itu mereka shalatnya di awal malam. Imam Malik-Al Muwaththa.

Berkata Ibnu Taymiyah rahimahullah:(Iqtidha', 2:589):

وهذه تسمية لغوية لا تسمية شرعية، وذلك أن البدعة في اللغة تعم كل ما فعل ابتداء من غير مثال سابق

Dan bid'ah disini yang dimaksud adalah bid'ah secara bahasa bukan secara syariah, dan sesungguhnya bid'ah di dalam segi bahasa mencakup seluruh apa yang diperbuat yang tidak ada contoh sebelumnya. (Iqtidha' : 2/589)

Berkata Ibnu Rajab rahimahullah:

وأما وقع في كلام السلف من استحسان بعض البدع فإنما ذلك في البدع اللغوية لا الشرعية

Dan adapun perkataan salaf yang mengaitkan hasanah dengan sebagian bid'ah, maka sesungguhnya yang dimaksud bid'ah disitu adalah dari segi bahasa bukan dari syariah. Jami' al-Uloom, 233).

Berkata Syekh Shaleh Al Fauzan hafidzahullah:

الرسول صلى الله عليه وسلم يقول كل بدعة ضلالة وأنت تقول توجد بدعة حسنة؟ افتح المجيد ٠٨-٠٦-١٤٣٨

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Setiap bid'ah adalah sesat, dan kamu mengatakan ada bid'ah hasanah? (Iftah Al Majid - 08-06-1438).

Mereka juga beralasan, bahwa Imam Syafii rahimahullah membagi bid'ah menjadi dua bagian, bid'ah terpuji dan bid'ah tercela, namun sebagaimana prilaku ahlul bid'ah, mereka memotong perkataan Imam Syafii rahimahullah ini sampai disitu tidak meneruskannya untuk pembenaran penyimpangannya, inilah lengkapnya perkataan beliau:

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

البدعة بدعتان: بدعة محمودة، وبدعة مذمومة، فما وافق السنة، فهو محمود، وما خالف السنة، فهو مذموم

Bid’ah itu ada dua macam yaitu bid’ah mahmudah (yang terpuji) dan bid’ah madzmumah (yang tercela). Jika suatu amalan bersesuaian dengan tuntunan Rasul, itu termasuk amalan terpuji. Namun jika menyelisihi tuntunan, itu termasuk amalan tercela” Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 9: 113.

Kesimpulannya, siapa saja yang menyelisihi alquran dan as sunnah maka dia ahlul bid'ah, walaupun ilmunya banyak dan gelarnya berderet serta kitab-kitab bertumpuk di perpustakaan pribadinya.

Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah:

ومن خالف الكتاب و السنة فهو صاحب بدعة و ان كان كثير العلم و الكتب 

Dan barangsiapa menyelisihi al kitab (al quran) dan as sunnah maka dia adalah pelaku bid'ah, walaupun ilmu dan kitab-kitabnya banyak. Syahrus Sunnah hal 104.

Agama Islam ini telah sempurna, tidak perlu lagi berkreasi dan berinovasi, tinggal menjalankan.

Allah Ta'ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ 

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al Maidah : 3).

Kalau pelaku bid'ah itu tetap saja memandang baik amalan bid'ahnya, berarti mereka telah menuduh bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mengajarkan islam semuanya. Mereka telah menuduh beliau khianat terhadap risalah.

Imam Malik rahimahullah berkata:

مَنِ ابْتَدَعَ فِيْ اِلإِسْلاَمِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعِمَ أَنَّ مُحَمَّدًا خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: (الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا) فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَيَكُنِ اْليَوْمَ دِيْنًا

"Barangsiapa mengada-adakan dalam Islam suatu bid'ah dia melihatnya sebagai suatu kebaikan maka dia telah menuduh Muhammad menghianari risalah, karena Allah telah berfirman: "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku ridhoi Islam menjadi agamamu." Maka sesuatu yang bukan termasuk ajaran agama pada hari itu (saat hidup Rasul), bukan pula termasuk ajaran agama pada hari ini." (Dakwatul Kholaf Ila Thoriqis Salaf, Muhammad bin Ali bin Ahmad Bafadhl.).


https://www.facebook.com/100009878282155/posts/pfbid02w3R7uGrpDM3NuziPQixvGvoQCJcmGszWEvyjqXKgknYqAVJyjpUpDfYcHEqAQe9il/


AFM

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

 

Share:

Popular Posts

Blog Archive