Kita senantiasa memohon kepada Allah di dalam shalat agar kita selalu ditunjukkan kepada jalan yang lurus,
اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم
"(Ya Allah) tunjukilah kami kepada jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat." (QS. Al-Fatihah: 5-6)
Ada beberapa pendapat di antara para ulama dalam memaknai "Ash-Shirathal Mustaqim",
1). Jalannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabat beliau yakni cara beragama mereka.
2). Jalan yang mengantarkan kepada ilmu yang bermanfaat dan amalan yang saleh.
3). Jalannya para Nabi, para shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Ketiga pendapat diatas saling melengkapi karena inti dari jalan yang lurus itu adalah manhaj atau jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabat terutama jalan dalam berakidah.
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah (310 H) mengutip riwayat Abul Aliyah Ar-Riyahi (ulama generasi tabiin),
"Ash-Shirathal Mustaqim" adalah jalannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kedua shahabatnya sepeninggal beliau yaitu Abu Bakr dan Umar."
(Jami'ul Bayan 1/75)
Semua jalan yang menyalahi jalannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabat, baik itu jalannya tradisi, organisasi, pikiran atau pendapat maka semua itu jalan yang bengkok dan berliku.
Jalan bengkok itu yang diambil oleh "al-maghdhubi 'alaihim" (orang-orang yang dimurkai) mereka adalah Yahudi dan siapa saja yang meniru jalan mereka. Mereka tahu kebenaran tetapi membelakanginya.
Jalan bengkok itu juga diambil oleh "adh-dhallin" (orang-orang yang sesat) mereka adalah Nashara dan siapa saja yang meniru jalan mereka. Mereka berkeyakinan dan beramal tanpa dasar ilmu dan pemahaman yang benar.
Diterangkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan dari sahabat ‘Adi ibnu Hatim radhiallahu 'anhu di dalam hadits yang panjang, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Yahudi itu adalah yang dimurkai dan Nashara adalah orang-orang yang disesatkan.”
[At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 4029, Shahihul Jami’ no.8202, Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah no .811]
Imam ahli tafsir dan ahli hadits, Ibnu Abi Hatim, berkata: “Saya tidak mendapatkan perselisihan diantara ahli tafsir bahwasanya al-maghdhub ‘alaihim (di dalam ayat itu) adalah Yahudi dan adh-dhallun adalah Nashara, dan yang mempersaksikan perkataan para imam tersebut adalah hadits ‘Adi bin Hatim.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/40)
Siapa yang betul-betul menyadari makna ayat tersebut setiap kali membacanya di dalam shalat, kelak Allah menunjukinya kepada jalan yang lurus dan menjauhkannya dari jalan orang yang dimurkai dan sesat.
Semoga Allah memberi kita tawfiq, aamiin.
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.