Al-Imam Abu Hatim bin Hibban al-Busti rahimahullah berkata,
ﻟﺴﺎﻥ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﻳﻜﻮﻥ ﻭﺭﺍﺀ ﻗﻠﺒﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺭﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻗﺎﻝ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ
"Lisannya orang berakal ada di belakang hatinya, apabila ingin mengutarakan sesuatu ia rujukkan kepada hatinya, jikalau pantas maka ia ucapkan, jika tidak, maka ia diam.
ﻭﺍﻟﺠﺎﻫﻞ ﻗﻠﺒﻪ ﻓﻲ ﻃﺮﻑ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻣﺎ ﺃﺗﻰ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﺗﻜﻠﻢ ﺑﻪ ﻭﻣﺎ ﻋﻘﻞ ﺩﻳﻨﻪ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻔﻆ ﻟﺴﺎﻧﻪ
Sedangkan hati orang yang pandir berada di ujung lisannya, apa saja yang datang kepada lisannya langsung ia utarakan, sungguh tidaklah paham agama orang yang tidak mampu menjaga lisannya."
Raudhatul 'Uqala (hlm. 49)
Orang yang paham itu bukan yang banyak ilmunya, panjang lebar menjelaskan, bukan...
Orang yang paham itu yang sanggup mengontrol lisannya terutama masalah besar yang menyangkut darah dan kemaslahatan banyak orang yang semestinya para ahlinya yang berbicara yaitu para ulama.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim no. 5).
Imam Nawawi rahimahullah membawakan hadits di atas pada Shahih Muslim dalam judul Bab “Larangan membicarakan semua yang didengar.”
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.
