Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, November 24, 2023

(HINDARI) Debat dan Diskusi Yang Penuh Caci Maki

(HINDARI) Debat dan Diskusi Yang Penuh Caci Maki
Bismillah...

Diskusi, dialog atau debat boleh-boleh saja, selama menjaga adab dan tatakramanya. Dalam diskusi tidak boleh menyerang lawan dengan caci maki, menjatuhkan kehormatan, merendahkan, memfitnah dan akhlak buruk lainnya.

Kalau seseorang merasa berilmu, tentulah tidak melakukan hal-hal di atas. Karena menyerang dengan cacian, menjatuhkan kehormatan, memfitnah dan lain sebagainya bisa dilakukan oleh semua orang, bahkan orang bodoh sekalipun. Itu merupakan hujjah orang-orang yang licik dan merupakan dagangan orang yang bangkrut.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

{ الشتيمة والوٓقيعة والتهجم عند النقاش حيلة العاجز وبضاعة المفلس، فإن الرد بمجرد الشتم والتهويل لا يعجز عنه أحد. }

Mencaci maki, menjatuhkan kehormatan, dan menyerang ketika diskusi merupakan cara licik untuk berkelit yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hujjah dan merupakan barang dagangan orang yang bangkrut, karena sesungguhnya membantah dengan semata-mata melontarkan caci makian dan ancaman bisa dilakukan oleh semua orang. [Majmu’ul Fatawa, jilid 4 hlm. 186]

Allah Ta'ala berfirman:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl 125).

Berkata Syekh Rabi hafidzahullah:

لا تجادل حتى الكافرين إلا بالأخلاق الطيبة وبالتي هي أحسن؛ لا سب، ولا شتم، لا احتقار، ولا ازدراء، ولا طعن، ولا صياح، ولا صخب، ولا شيء. مجموع كتب ورسائل وفتاوى الشيخ ربيع (ج2/484-49

Janganlah kamu berdebat sekalipun dengan orang kafir kecuali dengan akhlak yang baik dan debatlah dengan yang lebih baik, tidak boleh mencela, tidak boleh memaki, tidak boleh merendahkan, tidak boleh memfitnah, tidak boleh teriak, tidak boleh membentak dan sejenisnya. (Majmu' wa Risail wa Fatwa Asy Syekh Rabi).

Para ahli ilmu biasa berdebat dan berdiskusi untuk menegakkan hujjah dan menyampaikan kebenaran. Meluruskan kesesatan dan penyimpangan. Lihatlah kisah ulama terdahulu, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya.

Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah tentang masalah debat :

فالحاصل أن المجادلة إذا كان المقصود بها إثبات الحق وإبطال الباطل فهي خير، وتعودها وتعلمها خير لاسيما في وقتنا هذا، فإنه كثر فيه الجدال والمراء، حتى أن الشيء يكون ثابتًا وظاهرًا في القرآن

والسنة ثم يورد عليه إشكالات.

Kesimpulannya, berdebat jika maksudnya untuk menetapkan kebenaran dan meruntuhkan kebatilan, maka itu baik. Membiasakannya dan mempelajarinya itu baik. Apalagi, di zaman sekarang. Karena banyak sekali perdebatan. Sampai-sampai sesuatu yang ada dan jelas dalam Al-Quran dan As-Sunnah pun dipermasalahkan.

Beliau juga berkata :

وهنا مسألة: وهي أن بعض الناس يتحرج من المجادلة حتى وإن كانت حقًا استدلالاً بحديث: "أنا زعيم ببيت في ربض الجنة لمن ترك المراء وإن كان محقًا"  فيترك هذا الفعل.

فالجواب: من ترك المراء في دين الله فليس بمحق إطلاقًا؛ لأن هذا هزيمة للحق، لكن قد يكون محقًا إذا كان تخاصمه هو وصاحبه في شيء ليس له علاقة بالدين أصلاً، قال: رأيت فلانًا في السوق،

ويقول الآخر: بل رأيته في المسجد، ويحصل بينهما جدال وخصام فهذه هي المجادلة المذكورة في الحديث، أما من ترك المجادلة في نصرة الحق فليس بمحق إطلاقًا فلا يدخل في الحديث.

Disini ada pertanyaan yaitu sebagian orang merasa berat hati untuk berdebat walaupun ia benar, karena berdalil dengan hadits: "Aku menjamin rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan debat walaupun ia benar. " lalu ia pun meninggalkan debat ini.

Maka jawabannya adalah siapa yang meninggalkan perdebatan dalam agama Allah, itu bukanlah sikap yang benar secara mutlak. Sebab, ini merupakan kekalahan bagi al-hak (kebenaran).

Namun, bisa jadi (sikap meninggalkan debat itu) benar tatkala ia dan temannya berdebat dalam hal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama. Yang satu berkata, "Saya lihat si fulan di pasar." Sedangkan yang satunya berkata, "Tidak, bahkan saya lihat ia di masjid." Terjadilah perdebatan dan permusuhan. Maka debat seperti inilah yang dimaksudkan dalam hadits.

Adapun meninggalkan debat untuk membela kebenaran, maka itu bukan sikap yang benar secara mutlak, makanya tidak termasuk yang disinggung dalam hadits tadi.

(Majmu' Fatawa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Juz 26 hal 214)

Debat, diskusi dan bantah membantah bukan hanya saling berhadapan dengan ucapan, dengan tulisan pun itu termasuk. Karena banyak ulama yang mendebat dan membantah cukup dengan tulisan. 


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2075565539449369&substory_index=380100934371113&id=100009878282155


AFM

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive