Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Wednesday, November 8, 2023

Shalat-shalat sunnah 3

Shalat Rawatib – Shalat Sunnah Harian
Bismillah...

Shalat Rawatib – Shalat Sunnah Harian

Shalat sunnah Jum’at

Yang dimaksud disini adalah sholat yang dilakukan sebelum dan setelah sholat jum’at.

Sholat sunnah sebelum sholat jum’at

Para ulama berbeda pendapat tentang sholat sunnah yang dilakukan sebelum sholat jum’at, apakah shalat termasuk sunnah rawatib qobliyah (sebelum) Jum’at ataukah tidak? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan tentang hal ini:

وَأَمَّا سُنَّةُ الْجُمُعَةِ الَّتِي قَبْلَهَا فَلَمْ يَثْبُتْ فِيْهَا شَيْءٌ

Adapun shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at, maka tidak ada hadits shahih yang mendukungnya.” ([18])

dan ini dikuatkan dengan dalil-dalil yang ada yang menunjukkan bahwa sholat sunnah sebelum sholat juma’at adalah sholat sunnah muthlak yang dilakukan sebelum imam naik keatas mimbar atau sebelum dikumandangkannya adzan sholat jum’at, dan adzan sholat jum’at di zaman Nabi hanya 1 kali, diantara dalil yang menunjukan bahwa yang dimaksud adalah sholat mutlaq:

عَنْ سَلْمَانَ الفَارِسِيِّ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ الأُخْرَى»

Dari Salmaan Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu ia memakai minyak atau ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia keluar, lantas ia tidak memisahkan di antara dua jama’ah (di masjid), kemudian ia melaksanakan shalat yang ditetapkan untuknya, lalu ia diam ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang lainnya. ([19])

Dan juga perbuatan para sahabat di zaman Umar ibn Al-Khottob -radhiyallahu ‘anhu-

أَنَّهُمْ كَانُوا فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، يُصَلُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، حَتَّى يَخْرُجَ عُمَرُ

mereka di zaman ‘Umar bin Al Khottob melakukan shalat (sunnah) pada hari Jum’at hingga keluar ‘Umar (yang bertindak selaku imam) ([20])

Dan secara logika juga bagaimana bisa terbayangkan ada shalat qobliyah jumát. Karena shalat qobliyah waktu mengerjakannya adalah jika telah masuk waktu shalat. Sementara di zaman Nabi, Abu Bakar, dan Umar adzan Jumát tidak dikumandangkan kecuali hanya sekali, dan itu ketika khotib naik mimbar dan setelah adzan khothib langsung berkhutbah. Jika ada shalat qobliyah maka mestinya setelah adzan sang imam (khothib) shalat qobliyah terlebih dahulu baru naik mimbar. Atau setelah adzan para jamaáh shalat qobliyah dahulu sementara khothib sudah mulai khutbahnya. Karenanya di zaman Nabi shallallahu álaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar bin al-Khottoob tidak terbayangkan adanya shalat qobliyah Jumát. Yang benar adalah shalat muthlaq sebelum jumát hingga imam atau khothib naik mimbar. Wallahu a’lam.

Sholat sunnah setelah sholat jum’at

Adapun sholat sunnah setelah sholat jumat maka telah datang penjelasannya dari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun jumlah rakaatnya adalah 2 atau 4 raka’at berdasarkan Hadits berikut,

عَنْ عَبْدِ اللهِ، أَنَّهُ كَانَ إِذَا صَلَّى الْجُمُعَةَ انْصَرَفَ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ،

dari Abdullah Ibn Umar, Jika Ibnu ‘Umar melaksanakan shalat Jum’at, setelahnya ia melaksanakan shalat dua raka’at di rumahnya. Lalu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan seperti itu.” ([21])

«إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا»

Jika salah seorang di antara kalian shalat Jum’at, maka lakukanlah shalat setelahnya empat raka’at.” ([22])

Para ulama berselisih dalam mengkompromikan kedua hadits ini :

Pendapat pertama : Shalat ba’diyah 2 rakát sebagaimana perbuatan Ibnu Umar radhiallahu ánhumaa.

Pendapat kedua : Disunnahkan shalat 4 rakát, dan ini diriwayatkan dari Ibnu Masúd (lihat Mushonnaf Ibni Abi Syaibah 2/40-41) dan ini adalah pendapat al-Hanafiyah (lihat Roddul Muhtaar 2/12-13) dan pilihan al-Imam Asy-Syafií (lihat al-Umm 1/164)

Pendapat Ketiga : Silahkan memilih, apakah 2 rakaat atau 4 rakaat. Ini adalah pendapat Imam Ahmad (lihat al-Mughni 2/269)

Pendapat Keempat : Dianjurkan shalat 6 raka;at, dan diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asyári, Áthoo’, Mujaahid, dan at-Tsauri (lihat Al-Mughni 2/269)

Pendapat Kelima : Dirinci, jika shalat di masjid maka shalatnya 4 rakaát, dan jika shalat di rumah maka 2 rakát saja. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim (lihat Zaadul Maáad 1/425)

Dari sini diketahui bahwa perkaranya lapang, bisa shalat 2 rakaat atau 4 rakaát. Wallahu álam.


Footnote:

([18]) Fathul Bari 2/426

([19]) HR. Bukhori 2/3 mo 883

([20]) al-muwattho 1/103

([21]) HR. Muslim 2/600 no, 882

([22]) HR. Muslim 2/600 no, 881


https://bekalislam.firanda.net/2961-shalat-rawatib-shalat-sunnah-harian.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive