Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Thursday, January 31, 2019

Dalil Bolehnya Ucapan Selamat Natal

Dalil Bolehnya Ucapan Selamat Natal
Ada orang yang berdalil dengan al-Quran untuk membolehkan ucapan selamat natal. Bagaimana sikap kita?

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Ada dua prinsip yang perlu kita perhatikan ketika berdalil,

✅ Pertama, keabsahan dalil.

Sebelum menggunakan dalil, kita perlu memastikan kesahihan dalil yang kita gunakan. Dalil yang shahih ada dua: al-Quran dan hadis shahih.

✅ Kedua, cara berdalil yang benar.

Ini bagian yang tidak kalah penting dengan yang pertama. Ketika seseorang telah memiliki dalil yang shahih, dia harus memastikan bahwa cara dia dalam menyimpulkan dalil itu adalah cara yang benar, sehingga tidak menimbulkan pemikiran yang menyimpang.

Kita bisa perhatikan, hampir semua aliran menyimpang yang ada di sekitar kita, semuanya menyebutkan dalil, baik dari al-Quran maupun hadis shahih. Karena secara naluri, setiap manusia ingin menyesuaikan dirinya dengan dalil. Dan dalil inilah yang menjadi umpan mereka untuk menarik para simpatisan dan anggotanya.

Kita bisa perhatikan, dalam mendukung kesesatannya Ahmadiyah (Baca: Kisah Mubahalah dengan Mirza Ghulam Ahmad) berdalil dengan firman Allah,

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

Muhammad bukanlah bapak dari kalian, namun beliau adalah Rasulullah dan khatam para nabi.” (al-Ahzab: 40)

Menurut mereka, khatam artinya cincin. Sehingga status beliau adalah perhiasan bagi para nabi dan bukan penghujung para nabi. Sehingga membuka peluang untuk munculnya nabi berikutnya. Subhanallah, Maha Suci Allah dengan adanya makna semacam ini dalam al-Quran.

Demikian pula syiah (Baca: Ajaran Syiah), mereka menghalalkan nikah dengan menggunakan dalil firman Allah,

فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً

Jika kalian telah menikmati mereka (para wanita), maka berikanlah maharnya sebagai bentuk kewajiban. (QS. an-Nisa: 24).

Padahal ayat ini berbicara tentang kewajiban suami memberikan mahar, setelah dia berhubungan dengan istrinya. Bukan dalil pembenar mut’ah.

Tidak berbeda, LDII, NII, dan aliran sebangsanya. Mereka membenarkan prinsip mereka dengan dalil ayat al-Quran,

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ

Pada hari di mana semua manusia dipanggil bersama imam mereka. (QS. al-Isra: 71).

Menurut mereka setiap manusia harus punya imam. Dan orang yang paling berhak menjadi imam adalah para pemuka aliran mereka.

Padahal makna kata imam dalam ayat itu adalah kitab catatan amal. Sebagaimana ditunjukkan di lanjutan ayat dan juga firman Allah di surat Yasin ayat 12.

Termasuk mereka yang rajin bom bunuh diri dan pembela ISIS. Untuk membenarkan aksi terornya, mereka berdalil dengan firman Allah,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

Bunuhlah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah (kekufuran), dan semua agama hanya menjadi milik Allah. (QS. al-Anfal: 39).

Mereka beranggapan, semua elemen pemerintah yang tidak menggunakan hukum Allah maka mereka semua kafir dan halal darahnya. Sehingga mereka tega membantai umat islam, atas nama jihad.

Dalil al-Quran tentang Bolehnya Ucapan Selamat Natal

Kita layak untuk terheran ketika ada orang yang membenarkan ucapan selamat natal dengan memaksa dalil al-Quran. Ayat yang mereka korbankan untuk mendukung natal, firman Allah,

وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33)

Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun…

Kita layak menyebutnya sebagai musibah, ketika ada orang islam yang memaksa al-Quran untuk membenarkan acara kekufuran.

Menurutnya, Allah memberi keselamatan untuk Nabi Isa di hari kelahirannya, kematiannya, dan ketika beliau dibangkitkan. Maka kita layak memberi ucapan selamat atas kelahiran Isa yang itu diperingati setiap 25 Desember.

Seharusnya mereka berfikir, mana bukti bahwa Nabi Isa dilahirkan tanggal 25 Desember? Adakah ahli sejarah yang bisa membuktikannya? Ataukah hanya doktrin tanpa bukti, sekalipun banyak pakar theologi yang mengingkarinnya.

Seharusnya mereka berfikir, sejatinya natal tidak hanya sebatas memperingati kelahiran Isa. Natal bagian dotrin agama, menjadi momen bagi orang kafir untuk menyembah tuhan mereka.

Jika mereka bersikap adil, seharusnya mereka juga mengucapkan selamat untuk kematian Nabi Isa. Karena dalam ayat di atas dinyatakan,

Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal

Seharusnya mereka berfikir, bahwa di surat Maryam juga, Allah sangat murka kepada orang yang menganggap Allah punya anak,

تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا . أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا

Hampir saja langit runtuh, bumi pecah, dan gunung beterbangan. Karena mereka menganggap ar-Rahman punya anak. (QS. Maryam: 90 – 91)

Bagaimana Tafsir yang Benar?

Anda bisa simak beberapa keterangan ahli tafsir berikut,

⚜ Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

Dalam ayat ini ada penetapan ubudiyah Isa kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah makhluk Allah yang hidup dan bisa mati dan beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana makhluk yang lain. Namun Allah memberikan keselamatan kepada beliau pada kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba. Semoga keselamatan senantiasa terlimpah kepada beliau” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 5-230)

⚜ Al Qurthubi menjelaskan,

[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku] maksudnya keselamatan dari Allah kepadaku -Isa-. [pada hari aku dilahirkan] yaitu ketika di dunia (dari gangguan setan, ini pendapat sebagian ulama, sebagaimana di surat Al Imran). [pada hari aku meninggal] maksudnya di alam kubur. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] maksudnya di akhirat. karena beliau pasti akan melewati tiga fase ini, yaitu hidup di dunia, mati di alam kubur, lalu dibangkitkan lagi menuju akhirat. Dan Allah memberikan keselamatan kepada beliau di semua fase ini“, demikian yang dikemukakan oleh Al Kalbi (Al Jami Li Ahkamil Qur’an, 11/105)

⚜ Ath Thabari rahimahullah menjelaskan,

Maksudnya keamanan dari Allah terhadap gangguan setan dan tentaranya pada hari beliau dilahirkan yang hal ini tidak didapatkan orang lain selain beliau. Juga keselamatan dari celaan terhadapnya selama hidupnya. Juga keselamatan dari rasa sakit ketika menghadapi kematian. Juga keselataman kepanikan dan kebingungan ketika dibangkitkan pada hari kiamat sementara orang-orang lain mengalami hal tersebut ketika melihat keadaan yang mengerikan pada hari itu” (Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, 18/193)

⚜ Al Baghawi rahimahullah menjelaskan,

[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan] maksudnya keselamatan dari gangguan setan ketika beliau lahir. [pada hari aku meninggal] maksudnya keselamatan dari syirik ketika beliau wafat. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] yaitu keselamatan dari rasa panik” (Ma’alimut Tanzil Fi Tafsiril Qur’an, 5/231)

⚜ Dalam Tafsir Al Jalalain (1/399) disebutkan: “[Dan keselamatan] dari Allah [semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali]

As Sa’di menjelaskan: “Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan dan dari dosa. Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mu’jizat yang agung dan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati” (Taisir Kariimirrahman, 1/492)

Mana ada ulama tafsir yang membolehkan ucapan selamat natal?

Allahu a’lam.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Memohon Perlindungan Dari Syirik

Memohon Perlindungan Dari Syirik
Do'a Memohon Perlindungan Allah Dari Syirik

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ , وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

Ya Allâh! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan (syirik) yang menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahuinya; dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa-apa yang tidak aku ketahui.

Dalam hadits, Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, “Aku bertolak bersama Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu menuju Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam , lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Wahai Abu Bakar! Sungguh, syirik di tengah kalian itu lebih tersembunyi daripada semut yang merayap.” Lalu Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, “Bukankah makna syirik adalah kala seseorang menjadikan ada sesembahan lain selain Allâh?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sungguh, syirik itu lebih tersembunyi daripada semut yang merayap. Maukah aku tunjukkan sesuatu kepadamu, yang bila mana engkau mengucapkannya, maka kesyirikan pun akan lenyap darimu, baik syirik yang sedikit (yang kecil) maupun banyak (besar)? Katakanlah: (lalu Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam menyebutkan doa di atas). [HR. Al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad]

Maksud dari syirik yang tidak kentara di sini adalah riya’, sum’ah dan ujub. Perangai-perangai tercela ini tidak akan enyah dari diri seseorang selama ia tidak memahami kadar dirinya. Adapun bila tahu hakikat dirinya, ia akan sadar bahwa semua pujian hanyalah milik Allâh. [Fadhlullah ash-Shamad 2/394].

Karena itu, banyak ahli ilmu yang tidak mampu mengenali petaka darinya (bahaya syirik tersembunyi), apalagi orang-orang awam.

Tidak jarang penyakit ini menjangkiti kalangan Ulama dan ahli ibadah. Tak sedikit di antara mereka yang telah bersusah payah menundukkan gejolak nafsunya, menjaga diri dari terpaan syubhat, menenggelamkan diri dalam telaga ibadah, tampak padanya goresan amal dan ilmunya, namun seolah ia ingin pula menikmati jerih payah mujahadahnya seketika; dengan merasa puas dan senang terhadap perlakuan dan pujian manusia kepadanya. Seolah ia tidak puas dengan pandangan dan pujian Allâh terhadapnya. Ia tahu bahwa dengan selalu menjaga ketaatan, maka banjir pujian akan selalu menghampiri. Orang-orang pun akan selalu memberinya tempat istimewa dalam berbagai forum. Jiwanya pun memandang bahwa meninggalkan maksiat adalah hal yang remeh; dan menetapi jalan ibadah adalah hal yang mudah. Sebab ia tahu betapa besar kelezatan dan nikmat yang ia dapatkan dari pandangan manusia kepadanya. Ia menyangka hidupnya adalah karena Allâh dan dalam ibadah yang diridhai-Nya. Padahal, hidupnya tidak lain adalah karena motif kenikmatan semu semata. Semoga Allâh menjaga keikhlasan kita.

Maka Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam pun mengajarkan doa ini agar terhindar dari segala kesyirikan. Terutama bila hati ini terpaku dan bergantung pada sebab-sebab materi, lupa bahwa Allâh lah yang menciptakan sebab tersebut. Bila kita meminta perlindungan kepada Allâh, Allâh pun akan melindungi kita. Karena Allâh tidak akan menyia-nyiakan orang yang bersandar dan memautkan hatinya hanya kepada-Nya.

Lihat Syarh Shahîh Al-Adab al-Mufrad oleh Syaikh Husain bin Audah al-Awâyisah 2/ 393.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XXI/1438H/2017M

Read more https://almanhaj.or.id/9809-memohon-perlindungan-dari-syirik.html]

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Fatwa MUI dan Sikap Ulama Terhadap Natal

Fatwa MUI dan Sikap Ulama Terhadap Natal
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Hilangnya jati diri sebagai muslim merupakan salah satu penyakit akut yang menimpa umat islam. Kebanggaan sebagai seorang muslim, seolah tidak lagi menyisakan bekas dalam dirinya. Akibatnya, mereka membeo dengan penganut agama lain, yang jelas-jelas menyimpang. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari telah menyampaikan peringatan masalah ini, bahwa kaum muslimin akan mengikuti non muslim, dari mulai tradisi hingga prinsip agama.

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ»، قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ: اليَهُودَ، وَالنَّصَارَى قَالَ: فَمَن.

Sungguh kalian akan mengikuti umat sebelum kalian, persis seperti jengkal telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri, seperti hasta kanan dan hasta kiri. Hingga andaikan mereka masuk ke lubang kadal gurun, kalianpun akan mengikutinya.”

Ya Rasulullah, apakah yang anda maksud (umat akan mengikuti) yahudi dan nasrani?” tanya sahabat.

Siapa lagi.” jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad 10827, Bukhari 3456, dan yang lainnya).

Natal, menjadi perayaan paling sakral dalam agama nasrani. Menyampaikan ucapan selamat untuk natal, berarti telah memasuki ranah prinsip agama non muslim. Ribuan fatwa ulama kontemporer melarangnya, meskipun ratusan komentar dari ‘muslim liberal’ datang menyanggah. Namun kita anggap fenomena ini hal yang wajar, karena kehadiran generasi ’muslim liberal’, tidak lepas dari konspirasi barat untuk mengaburkan kaum muslimin dari ajaran agamanya. Karena itu, sungguh tidak bisa dibenarkan, ketika komentar para ’muslim liberal’ itu dijadikan rujukan.

Syurut Umar bin Khatab

Anda yang pernah menyimak sejarah Khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, tentu pernah mendengar tentang Syurut Umar, aturan dan tata tertib yang dibuat Umar untuk orang nasrani yang tinggal di dataran Syam (Palestina, Yordania, Suriah, dan Lebanon). Orang nasrani di daerah syam, tidak dipaksa untuk pindah ke agama dan tetap bertahan di agama nasraninya, dan status mereka sebagai Ahlu Dzimmah.

Di bagian akhir tata tertib itu, Umar menyatakan,

فإن خالفوا شيئاً مما اشترطوا عليهم فلا ذمة لهم وقد حل للمسلمين منهم ما يحل من أهل المعاندة والشقاق‏

Apabila mereka melanggar salah satu dari aturan untuk mereka, maka tidak ada jaminan perlindungan untuk mereka dan kaum muslimin berhak untuk mensikapi mereka sebagaimana mana layaknya orang kafir yang melawan dan menentang.”

Umar radhiyallahu ‘anhu, menetapkan tata tertib ini menjadi aturan baku bagi kaum muslimin daerah Syam, karena ketika itu daerah Syam telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan kaum muslimin. Saking pentingnya perjanjian ini, hingga kasus melanggar perjanjian ini akan mendapat ancaman berat. Diperlakukan layaknya orang non muslim yang menentang. Bisa dihukum bunuh, penjaga, atau pengusiran.

Seberat apa syurut Umar bagi orang nasrani itu? Berikut diantara poin-poin aturan yang ditetapkan Umar untuk orang nasrani,

ولا نضرب نواقيسنا إلا ضربا خفيا في جوف كنائسنا

Kami tidak boleh membunyikan lonceng, kecuali pelan dan dibunyikan di dalam gereja.”

ولا نظهر عليها صليبا

Kami tidak boleh menampakkan salib di atas gereja.”

ولا نخرج صليبا ولا كتابا في أسواق المسلمين

Kami tidak boleh menampakkan salib dan injil di pasar kaum muslimin.”

وألا نخرج باعوثا ولا شعانين ولا نرفع أصواتنا مع موتانا ولا نظهر النيران معهم في أسواق المسلمين

Kami tidak keluar dalam rangka merayakan hari raya, kami tidak membunyikan suara ketika mengiring mayak kami, dan tidak membawa api (ibadah) ketika bersama kaum muslimin di pasar.

Syurut ini menjadi kesepakatan bersama antara kaum muslimin dan orang nasrani yang tinggal di negeri muslim. Syurut Umar menjadi salah satu acuan bagi para ulama setelah generasi sahabat, untuk menjawab setiap kasus yang berkaitan perayaan agama di luar islam.

Dalam kitab Ahkam Ahli Dzimmah dinyatakan,

وكما أنهم لا يجوز لهم إظهاره فلا يجوز للمسلمين ممالأتهم عليه ولا مساعدتهم ولا الحضور معهم باتفاق أهل العلم الذين هم أهله

Sebagaimana mereka (orang nasrani) tidak diizikan untuk menampakkan hari rayanya, maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk turut serta bersama mereka dalam perayaan itu, atau membantu mereka, atau menghadiri natalan bersama mereka, dengan sepakat ulama, yang mereka memahami kasus ini.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 3/87).

Abul Qosim, Hibatullah bin Hasan as-Syafii mengatakan,

ولا يجوز للمسلمين أن يحضروا أعيادهم لأنهم على منكر وزور وإذا خالط أهل المعروف أهل المنكر بغير الإنكار عليهم كانوا كالراضين به المؤثرين له فنخشى من نزول سخط الله على جماعتهم فيعم الجميع نعوذ بالله من سخطه

Kaum muslimin tidak boleh menghadiri hari raya mereka, karena mereka berada di atas kemungkaran. Jika orang baik berada di tempat yang sama dengan orang yang melakukan kemungkaran, tanpa ada pengingkaran kepada mereka, statusnya sebagaimana orang yang ridha terhadap kemungkaran itu, dan akan memberikan dampak kepadanya. Kami khawatir akan turut murka Allah kepada jamaah itu, sehingga mengenai semuanya. Kami berlindung kepada Allah dari murkanya.

Umar bin Khatab mengatakan,

ولا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم، فإنَّ السَّخطة تنزل عليهم

Janganlah kalian bergabung bersama orang musyrik dalam gereja mereka ketika hari raya mereka. Karena murka Allah sedang turun kepada mereka.” (HR. Abdurazaq dalam Mushanaf 9061, al-Baihaqi dalam al-Kubro, 9/432).

Umar bin Khatab juga mengatakan,

اجتنبوا أعداء الله في عيدهم

Hindari para musuh Allah di hari raya mereka.”

Diriwayatkan oleh Abdul Malik bin Habib, bahwa Ibnul Qosim – murid Imam Malik – pernah ditanya tentang hukum naik perahu, yang saat itu ditumpangi banyak orang nasrani untuk menghadiri perayaan natal mereka. Ibnul Qosim melarangnya karena takut akan turun murka Allah kepada mereka, disebabkan perbuatan kesyirikan yang mereka lakukan.

Ibnu Habib juga mengatakan,

وكره ابن القاسم للمسلم أن يهدي إلى النصراني في عيده مكافأة له ورآه من تعظيم عيده وعونا له على كفره

Ibnul Qosim juga membenci ketika kaum muslimin memberikan hadiah kepada orang nasrani di hari raya mereka, sebagai balas budi baginya. Beliau menganggap itu termasuk memuliakan perayaan mereka dan membantu mereka melakukan kekufuran.

(Ahkam Ahli Dzimmah, 3/87)

Kita merenung sejenak, andaikan umat muslim saat ini hidup di zaman Umar. Kemudian ada salah satu ’generasi liberal’ yang memfatwakan, boleh mengucapkan selamat natal. Kira-kira, apa yang akan dilakukan Umar kepada ’generasi liberal’ ini? Bukankah ini pengkhianatan?

Suami Muslim Berhak Melarang Istrinya Nasrani untuk Merayakan Natal

Pernyataan di atas ditegaskan oleh Al-Imam As-Syafii dalam bukunya al-Umm,

وله منعها من الكنيسة والخروج إلى الاعياد وغير ذلك مما تريد الخروج إليه ، إذا كان له منع المسلمة إتيان المسجد وهو حق ، كان له في النصرانية منع إتيان الكنيسة لانه باطل

Suami boleh melarang istrinya nasrani untuk mendatangi gereja dan mendatangi perayaan mereka atau acara lainnya yang mengundang pengikut nasrani. Jika seorang suami boleh melarang istrinya yang muslimah untuk menghadiri jamaah di masjid, dan itu dibenarkan, maka suami muslim berhak melarang istrinya yang nasrani untuk mendatangi gereja, karena itu tindakan kebatilan.” (al-Umm, 5/8 – 9).

Apakah sikap Imam as-Syafii bertentangan dengan asas toleransi beragama?

Sepakat Ulama, Dilarang Mengucapkan Selamat Natal

Dalam Ahkam Ahli Dzimmah dinyatakan,

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه

Memberikan ucapan selamat dengan syiar agama kafir, hukumnya haram dengan sepakat ulama. Misalnya, memberikan ucapan selamat untuk hari raya mereka atau puasa mereka, dengan mengatakan ’Selamat natal’, selamat hari raya ini atau itu. Sikap semacam ini, sekalipun orang yang mengucapkannya terbebas dari status kafir, namun ini adalah tindakan maksiat. Sebagaimana orang yang memberikan ucapan selamat karena dia sujud kepada salib. Bahkan ini lebih berat dosanya dibandingkan memberi ucapan selamat untuk orang yang minum khamr, membunuh jiwa, atau melakukan zina dan dosa besar lainnya. (Ahkam Ahlu Dzimmah, 1/441).

Fatwa MUI tentang Ucapan Selamat Natal

Imam as-Syafii pernah menasehatkan,

رضا الناس غاية لا تدرك

Kerelaan semua orang adalah cita-cita yang tidak mungkin bisa dicapai.”

Sekalipun MUI telah mengeluarkan fatwa ini sejak 1981, tarik-ulur dan hujan kritik tidak pernah berhenti. Tidak hanya dari masyarakat luar, juga dari anggota MUI sendiri. Beberapa anggota MUI yang terjangkiti ’penyakit liberal’ berusaha menganulir fatwa itu. Tapi apalah daya, fatwa itu sudah ditetapkan dan disebarkan. Menolak keabsahan fatwa itu, sama dengan membantah realita sejarah. Tapi apa boleh buat, jika MUI menetapkan fatwa harus menimbang pendapat semua orang, MUI tidak akan berfungsi dengan semestinya.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi SAW (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, red) sebagai berikut:

☑ Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.

☑ Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.

☑ Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.

☑ Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.

☑ Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.

☑ Islam mengajarkan bahwa Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala, red) itu hanya satu.

☑ Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala, red) serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Juga Berdasarkan Kaidah Ushul Fikih

Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.

Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :

✔ Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.

✔ Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.

✔ Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.

Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita di jalan yang lurus. Amin

👤 Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Merayakan Hari Raya Kafir karena Orang Tuanya Kafir

Merayakan Hari Raya Kafir karena Orang Tuanya Kafir
Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku bukan orang Islam, mereka akan menyelenggarakan pesta tahun baru. Mereka pun menyurati dan menelponku agar aku bisa menembangkan sebuah lagu tahun baru. Aku telah mengatakan kepada mereka, hari tersebut sama saja dengan hari lainnya (tidak ada yang istimewa pen.).

Aku satu-satunya seorang muslimah di keluargaku dan telah menikah dengan seorang laki-laki muslim. Aku tinggal di Canada yang jauh dari tempat tinggal mereka. Tahun ini aku berencana memutuskan sambungan telepon di hari tersebut, agar aku tidak berkomunikasi dengan mereka. Sebaiknya apa yang aku lakukan?

Jawaban:

Kami mengapresiasi sikap saudari dalam menghadapi permasalahan ini dengan tetap tegar berpegang teguh pada ajaran agama Islam, dan menjauhi perayaan yang diada-adakan serta berbau kesyirikan. Kami memohon kepada Allah agar senantiasa meneguhkan Anda dan kelak memasukkan Anda dalam surga-Nya, sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permohonan.

Berusahalah dengan segenap kemampuan untuk tidak bersikap respect (hormat) terhadap hari-hari besar orang-orang musyrikin, karena perbuatan tersebut merupakan wujud dari tasyabbuh (menyerupai) mereka, maksudnya kita mengapresiasi dan bersikap permisif (suka dan mengakui) terhadap kebatilan yang mereka lakukan.

Sikap yang lebih bijak adalah terangkan pada keluarga Anda, mengapa Anda tidak berbaur dengan mereka dalam acara tersebut, agar mereka tidak berulang-ulang menelpon Anda. Kami memohon keteguhan, semoga Allah memberi Anda taufik agar mampu menjalani apa yang Dia cintai dan Dia ridhai.

Wallahu ‘alam

🌐 Disadur dari: http://www.islamqa.com/ar/cat/2021

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Mengucapkan Selamat Natal

Mengucapkan Selamat Natal
Apa hukumnya mengucapkan selamat hari raya kepada orang-orang Nasrani dengan ungkapan “Sepanjang tahun mudah-mudahan kalian dalam keadaan baik.” Atau menyiratkan harapan agar mereka dalam keadaan baik, dan tidak menggangu umat Islam dalam urusan agama. Tujuan ucapan simpatik tersebut bukanlah dimaksudkan untuk mengapresiasi (menghargai) kesyirikan mereka sebagaimana yang disangkakan sebagian ulama?

Jawaban:

Alhamdulillah larangan memberikan apresiasi atau ucapan selamat kepada Nasrani pada hari raya mereka adalah dengan cara turut berbahagia, menampakkan sikap menerima, dan meridhai atas apa yang mereka lakukan di hari itu, walaupun dari hati sanubari tidak menyukai perbutan-perbuatan itu.

Pengharaman ini tertuju bagi siapa saja yang menampakkan sikap-sikap yang berupa partisipasi dan meridhai perayaan hari besar tersebut. Seperti: memberi hadiah, melisankan ucapan selamat, membantu kegiatan tersebut dengan tenaga, membuatkan makanan, dan turut serta memeriahkan dengan ikut merayakannya di lokasi-lokasi yang biasa digunakan untuk merayakan hari besar mereka itu. Walaupun niat di dalam hati menyelisihi aktivitas lahiriah, hal ini tidak mengubah status hukum perbuatan tersebut dari haram menjadi halal. Amalan lahiriyah ini sudah cukup sebagai parameter haramnya aktivitas partisipasi tersebut.

Banyak orang menganggap remeh permasalahan ini, mereka menyatakan tidak turut serta dalam aktivitas kesyirikan yang dilakukan kaum Nasrani. Hanya saja ini mereka ingin menghargai hari besar agama lain. Menghargai dan memberi apresiasi terhadap ritual yang keliru, tidaklah diperkenankan, bahkan semestinya seseorang mengingkari perbutan kemunkaran tersebut dan berusaha mengadakan perbaikan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam segala hal yang menjadi yang ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, tidak membantu mereka dengan makanan, pakaian, menyediakan penerangan, dll. Kita juga tidak diperkenankan mengadakan perayaan, dukungan finansial, atau kegiatan perdagangan yang bertujuan memudahkan terselenggaranya acara tersebut. Demikian juga tidak mengizinkan anak-anak berpartisipasi di tempat-tempat bermain dalam rangka memeriahkan hari raya mereka serta tidak berpenampilan perlente demi menyambut acara tersebut.

Secara umum, kita tidak diperkenankan mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu yang terkait dengan syi’ar agama mereka. Umat Islam hendaknya menganggap hari raya tersebut sebagaimana hari-hari biasa saja, tidak ada kekhususan dan tidak ada sesuatu yang istimewa. Para ulama tidak berselisih terkait dengan menyikapi hari-hari tersebut sebagaimana penjelasan di atas. Sebagian di antara mereka bahkan mengatakan kufurnya seseorang yang menyokong dan berpartisipasi dalam perayaan hari raya mereka. Alasannya karena orang-orang tersebut turut mengagungkan syiar-syiar kekufuran.

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan,

‎من تأسى ببلاد الأعاجم , وصنع نيروزهم ومهرجانهم , وتشبه بهم حتى يموت , وهو كذلك , حشر معهم يوم القيامة

Barangsiapa yang tinggal di negeri ‘ajam (non-Arab), berperilaku seperti orang-orang di negeri tersebut sampai ia meninggal, maka ia akan dibangkitkan bersama orang-orang negeri tersebut pada hari kiamat.”

Amirul Mukminin Umar bin Khathab, para sahabat nabi, dan para ulama mensyaratkan bagi orang-orang Nasrani (non-Islam) untuk tidak menampakkan perayaan hari raya mereka di negeri-negeri Islam dan mereka diharuskan merayakannya secara sembunyi-sembunyi.

Dalam kitab musnad dan sunan diriwayatkan bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bagian dari kaum (komunitas) tersebut.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

Dalam hadis lain “Bukanlah bagian dari kami bagi mereka yang menyerupai orang-orang selain kami.” Status hadis ini jayyid. Apabila menyerupai mereka dalam permasalahan kebiasaan saja terlarang, bagaimana pula hukumnya menyerupai mereka dengan sesuatu yang lebih esensial, yakni menyerupai mereka dengan cara turut memeriahkan hari raya mereka.

Sebagian ulama ada yang mengharamkan atau memakruhkan memakan sembelihan mereka yang diperuntukkan untuk perayaan hari raya mereka. Mereka mengategorikan sembelihan tersebut adalah sembelihan yang dipersembahkan untuk selain Allah. Mereka para ulama tersebut juga melarang berperan serta dalam hari raya tersebut, baik dalam bentuk memberi hadiah atau menyediakan komoditi dagang untuk memeriahkan hari raya mereka. Mereka mengatakan, “Tidaklah halal bagi seorang muslim mengadakan transaksi dagang dengan orang Nasrani berkaitan dengan maslahat perayaan hari raya mereka, tidak menjual daging, pakaian, tidak menolong mereka dalam suatu perkara yang menjadi bagian dari agama mereka. Karena yang demikian termasuk mengagungkan kesyirikan mereka, memberi motivasi, dan dorongan moral dan material terhadap kekufuran mereka. Hendaknya pemerintah melarang umat Islam dari perbuatan demikian, karena Allah Ta’ala berfirman,

‎وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Tolong-menolonglah kalian dalam perkara kebaikan dan takwa, janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)

Coba perhatikan saudaraku, seorang muslim dilarang tolong-menolong atau menjadi fasilitator agar seseorang bisa meminum khamr dan perbuatan terlarang lainnya, tentunya larangan yang lebih lebih tegas layak ditekankan untuk mereka yangberpartisipasi dalam syi’ar-syi’ar kekufuran.

📚 Disadur dari: Fatwa Islam no. 106668

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Jangan Berbuat Kerusakan Di Bumi

Jangan Berbuat Kerusakan Di Bumi
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. [al-A’râf/7:56]

Saat menjelaskan maksud ayat ini, Abu Bakar bin ‘Ayyâsy rahimahullah (wafat th. 794 H) berkata, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi ketika mereka sedang dalam kerusakan, lalu Allâh Azza wa Jalla memperbaiki mereka dengan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka barangsiapa mengajak kepada sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ia benar-benar termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi.”[1]

Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah (wafat th. 310 H) mengatakan, “Maksud dari firman Allâh Azza wa Jalla :

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

Adalah janganlah engkau menyekutukan Allâh Azza wa Jalla dan janganlah engkau berbuat maksiat di muka bumi, karena perbuatan seperti itu adalah pengerusakan yang sebenarnya di muka bumi.

بَعْدَ إِصْلَاحِهَا  yakni setelah Allâh memperbaiki bumi itu untuk orang-orang yang menaati Allâh Azza wa Jalla, dengan mengutus para rasul kepada mereka yang menyeru kepada kebenaran, dan menjelaskan hujjah-hujjah kepada mereka.”

وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا  yakni ikhlaskanlah semua doa dan amal hanya untuk Allâh Azza wa Jalla dan janganlah engkau menyekutukan-Nya dengan apapun juga seperti ilah-ilah, berhala dan lainnya. Serta hendaklah semua yang engkau lakukan itu didasari dengan rasa takut kepada siksa-Nya dan mengharapkan pahala-Nya.”[2]

Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) mengatakan, “Mayoritas ahli tafsir mengatakan, janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mengajak ketaatan kepada selain Allâh Azza wa Jalla setelah Allâh Azza wa Jalla memperbaikinya dengan mengutus para rasul dan menerangkan syariat serta mengajak supaya taat kepada Allâh Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya menyembah selain Allâh, berdoa kepada selain-Nya dan melakukan perbuatan syirik kepada-Nya adalah kerusakan yang paling besar di muka bumi. Bahkan kerusakan bumi pada hakekatnya hanyalah disebabkan oleh syirik kepada Allâh dan menyalahi perintah-Nya”.

Dengan demikian perbuatan syirik, berdoa kepada selain Allâh Azza wa Jalla , mengagungkan sesembahan selain-Nya dan mentaati selain Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kerusakan terbesar di muka bumi. Semua ini tidak mendatangkan kebaikan sama sekali untuk bumi dan juga untuk penduduknya kecuali kalau Allâh menjadi satu-satunya Dzat yang mereka ibadahi dan taati, memohon kepada-Nya dan tidak taat kepada selain Allâh Azza wa Jalla , kemudian selalu menaati rasul-Nya dan mengikuti (petunjuk)nya, bukan yang lain. Makhluk selain Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya wajib ditaati jika menyerukan ketaatan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun jika menganjurkan perbuatan maksiat dan menyuarakan hal-hal yang menyalahi syariat-Nya, maka ia tidak boleh didengar dan ditaati.

Barangsiapa memperhatikan kondisi alam, maka ia akan dapati bahwa setiap kebaikan di muka bumi ini bersumber pada tauhidullâh (mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla ), beribadah kepada-Nya dan menaati Rasul-Nya. Sebaliknya, setiap kejahatan, fitnah, malapetaka, kekeringan, berkuasanya musuh atas umat Islam dan bencana lainnya, penyebabnya adalah menyalahi Rasul-Nya dan menyeru kepada selain Allâh dan Rasul-Nya.”[3]

Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan tentang ayat ini, “Allâh Azza wa Jalla melarang perilaku merusak dan hal-hal yang membahayakannya, setelah Allâh Azza wa Jalla melakukan perbaikan di muka bumi. Karena jika berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik dan setelah itu terjadi kerusakan, maka kondisi demikian ini lebih berbahaya bagi umat manusia. Maka, Allâh Subhanahu wa Ta’ala melarang hal itu, dan memerintahkan hamba-hamba-Nya agar beribadah, berdoa, merendahkan diri kepada-Nya dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Oleh karena itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman ( وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ), “…Berdoalah kepada-Nya dengan penuh rasa takut dan penuh harap…” Maksudnya, Takut terkena siksa Allâh Azza wa Jalla dan berharap bisa meraih pahala melimpah di sisi-Nya.

Kemudian Allâh berfirman ( إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ), “…Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” Allâh menggunakan kata قَرِيبٌ  dan bukan قَرِيْبَةٌ  (padahal kata رحمة  itu untuk muannats, mestinya menurut bahasa harus menggunakan قَرِيْبَةٌ –red), karena yang dijelaskan adalah kandungan dari kalimat rahmat yaitu tsawâb (pahala), atau karena kata rahmat itu disandarkan kepada Allâh Azza wa Jalla. Oleh karena itu, Allâh mengatakan :

إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik [4]

FAWAID AYAT INI

Dari uraian di atas, kita bisa mengambil beberapa faidah[5] :
  • Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan perbuatan syirik, maksiat dan kerusakan lainnya.
  • Sesungguhnya perbuatan maksiat itu merusak akhlak, amal dan rezeki
  • Para rasul diutus untuk memperbaiki kehidupan di muka bumi
  • Wajib berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla dengan penuh keikhlasan, karena doa adalah ibadah
  • Beramal dan berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla harus dilandasi dengan rasa takut dan penuh harap
  • Dianjurkan untuk berbuat ihsan (berbuat kebaikan)

-------------------------

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Tafsîr Ibnu Abi Hâtim ar-Râzi 4/124 cet. Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah
[2] Tafsîr ath-Thabari 5/515 cet. Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah
[3] Badâi’ul Fawâid, hlm. 385, tahqîq Basyîr ‘Uyûn dan lihat juga Badâi’ut Tafsîr hlm 1/404 oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, dikumpulkan oleh Yusra as-Sayyid Muhammad
[4] Tafsîr al-Qurânil ‘Azhîm 3/429, tahqîq Sâmi bin Muhammad Salâmah, cet. Ke-IV Dârut Thayyibah th. 1428 H
[5] Taisîr Karîmir Rahmân fî Tafsîri Kalâmil Mannân oleh Syekh Abdurrahmân as-Sa’di t dan Aisarut tafâsîr oleh Syekh Abu Bakar Jâbir al-Jazâiri dan kitab-kitab lainnya).

Read more https://almanhaj.or.id/9963-jangan-berbuat-kerusakan-di-bumi.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Penyakit Hati dan Penawarnya

Penyakit Hati dan Penawarnya
Setiap anggota tubuh manusia diciptakan untuk fungsinya masing-masing. Bila ada yang rusak, maka kerja dan fungsinya akan terganggu, atau tidak berfungsi sama sekali. Bila mata rusak, penglihatan pun terganggu, atau menjadi buta. Begitu pula dengan anggota lainnya, misalnya mulut, hitung, telinga dan lain sebagainya.

Termasuk pula bila seseorang terserang penyakit hati. Bila hati terjangkit penyakit maksiat, penyakit yang menjauhkannya dari Allâh Azza wa Jalla, maka hati tidak bisa menjalankan fungsi kerjanya. Ia tidak bisa menghadirkan amalan-amalan untuk ibadah kepada-Nya. Ia akan jauh dari mengenal Allâh Azza wa Jalla .

Penyakit hati adalah penyakit yang sangat berbahaya, dan terkadang si penderita tidak bisa merasakannya. Kalaupun ia merasakannya, namun susah baginya untuk bersabar dalam mengobatinya. Karena obat sakit hati adalah dengan melawan hawa nafsunya. Dan ini hal yang memerlukan pengorbanan besar.

Memang hati adalah poros kebahagiaan sekaligus sumber kebinasaannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh kalian terdapat segumpal daging; bila ia baik, maka akan baik seluruh badannya. Namun bila ia rusak, akan rusak pula semua tubuhnya. Ingatlah, itu adalah hati. [Muttafaq ‘alaih]

Hadits tersebut menunjukkan bahwa baiknya amalan seorang hamba tergantung pada baiknya hati. Sebaliknya, rusaknya amalan seorang hamba adalah sesuai dengan rusaknya hati. Hati yang baik, itu adalah hati yang sehat selamat. Hanya hati seperti ini yang akan bermanfaat di sisi Allâh Azza wa Jalla kelak.

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. [Asy-Syu’arâ’/ 26: 88-89]

Mengenai hati manusia, bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori:
  1. Hati yang bersih; yaitu yang selamat dari berbagai penyakit dan kerusakan. Dalam hati ini tidak terdapat di dalamnya selain kecintaan kepada Allâh dan takut kepada-Nya. Hatinya selalu takut akan hal-hal yang bisa menjauhkannya dari Allâh Azza wa Jalla . Ia adalah hati yang khusyuk, yang hidup, dan senantiasa sadar akan tujuan dirinya ada di bumi.
  2. Hati yang mati; tak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengenal Rabbnya, tidak pula beribadah menyembah-Nya. Ia hidup mengikuti hawa nafsu dan kesenangan belaka, meskipun itu mengundang murka Allâh. Ia tidak menghiraukan nasihat yang diberikan. Ia justru mengikuti seruan syetan dan bujuk rayunya.
  3. Hati yang sakit, Hati ini sebenarnya menyimpan energi, menyimpan kehidupan, akan tetapi telah bersarang penyakit dalam hati ini. Terkadang ia bisa lebih dekat kepada keselamatan, bisa pula ia lebih dekat pada kebinasaan.
Banyak faktor dan sebab terkait mati dan hidupnya hati seseorang.

Diantara sebab hidupnya hati adalah dengan bergegas menghadap Allâh Azza wa Jalla , membaca Kitab-Nya dengan merenunginya, dan menyibukkan diri dengan dzikrullah (mengingat Allâh Azza wa Jalla ). Allâh berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allâh-lah hati menjadi tenteram. [Ar-Ra’d/ 13: 28]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat–Nya iman mereka bertambah (karenanya), dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal. [Al-Anfâl/8:2]

Diantara sebabnya yang lain, yaitu bergaul dengan orang-orang shalih dan mengikuti amalan mereka. Juga dengan sering mendengar nasihat dan taushiyah agama, serta dengan menjaga shalat berjama’ah bagi kaum laki-laki. Tidak ketinggalan pula dengan bertadabbur dan merenungkan ciptaan Allâh dan hikmah di balik itu semua. Karena banyak pertanda dan hikmah bagi orang-orang yang berfikir. Juga dengan mengambil pelajaran dari kesudahan orang-orang zhalim dan yang mendapat siksa adzab-Nya. Ini seperti firman Allâh:

فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ

Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi. [Al-Hajj/ 22: 45]

Adapun hal-hal yang membuat hati menjadi mati di antaranya adalah karena tidak mau menerima kebenaran, padahal ia tahu kebenaran tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfrman :

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. [Ash-Shaff/61:5]

Orang yang telah mati hatinya, ia lebih hina dan rendah daripada binatang ternak; dan Jahannam, itulah tempat kembalinya. Mereka tidak mau menggunakan akal dan indera mereka untuk mencari kebenaran.

Maka orang yang demikian, hatinya telah terbalik dan tersegel sehingga ia tidak bisa mengambil manfaat dari hatinya. Sebab ia telah berpaling dari kebenaran. Ia telah rela dengan kebatilan. Sehingga kebatilan menjadi menu dan nutrisinya sehari-hari. Kesesatan, jalan yang ia tempuh, dan neraka Jahim; itulah tempat kembalinya.

Adapun hati yang sakit, di antara sebabnya yaitu memakan yang haram. Sebab makanan yang tak halal akan memberi suplai yang buruk dan keji kepada badan. Seperti halnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai orang yang bepergian jauh, dengan kondisi tubuh berdebu, rambut yang acak-acakan. Ia menengadahkan dua tangannya ke langit seraya berseru: Ya Rabb; Ya Rabb; namun makanannya haram, pakaiannya haram; ia diberi suplai makan yang haram;lalu bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya?!

Dan sungguh miris, bila memperhatikan keadaan sekitar saat ini, memakan sesuatu yang haram sudah begitu menjamur pada masa sekarang ini! Sehingga hati pun dihinggapi penyakit; perilaku menjadi bejat, dan dekadensi moral pun begitu parah.

Di antara sebab lain hati yang sakit adalah berbuat maksiat. Sebab maksiat akan membekas di hati dan membuatnya sakit. Seperti dalam hadits, bahwa bila seorang hamba berbuat dosa, akan digoreskan titik hitam di hatinya. Bila bertaubat, titik tersebut pun akan kembali mengkilap. Kalau tidak bertaubat, titik tersebut akan bertambah dan semakin parah.

Sebab lainnya adalah mendengarkan hal-hal yang terlarang, termasuk juga mendengarkan nyanyian. Hal ini sudah begitu merebak pada masa sekarang ini. begitu parah pengaruh negatifnya; dan propagandanya pun begitu gencar, sampai merangsek pula ke tengah rumah kaum Muslimin. Sehingga muncullah dampak buruknya, dan merusak perilaku banyak orang, baik dari anak kecil sampai pun orang dewasa dan tua.

Di antara sebab lainnya juga karena memandang pada yang diharamkan untuk dilihat. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” [An-Nûr/ 24: 30]

Pandangan yang diharamkan akan menimbulkan syahwat di dalam hati dan membuatnya sakit. Bacaan yang merusak juga membuat hati sakit; termasuk pula bacaan yang menebarkan pemikiran menyimpang, dan juga bacaan yang memicu nafsu. Semoga kita semua terhindar dari itu semua.

Tak ada obat penawar untuk hati  yang sakit selain obat yang telah Allâh turunkan dalam Kitab dan sunnah Nabi-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Yûnus/10:57]

Maka sambutlah Kitab Allâh Azza wa Jalla dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh antusias, agar kita bisa menyembuhkan hati kita; agar kita mendapat kesembuhan dan juga rahmat-Nya. Dalam Al-Quran dan Sunnah terdapat cahaya dan petunjuk; terdapat ruh dan kehidupan; yang membentengi dari syetan dan godaannya.

Marilah, masing-masing kita mempersiapkan diri, dengan menjauhkan diri dari berbagai keburukan dan segala hal yang mengantarkan kepadanya. Demikian pula jauhkanlah anak-anak dan juga rumah kita dari berbagai media penebar keburukan dan kerusakan. Bila memang kita menginginkan kesembuhan bagi hati kita dan kebaikan bagi masyarakat. Dan hendaknya kita perbanyak doa yang diucapkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati! Arahkanlah hati kami di atas ketaatan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XX/1438H/2017M]

Read more https://almanhaj.or.id/9556-penyakit-hati-dan-penawarnya.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Semua Manusia Akan Mendatangi Neraka?

Semua Manusia Akan Mendatangi Neraka?
Assalamu”alaikum, Dalam Surat Maryam 71-72 dikatakan semuanya akan mendatangi Neraka, apakah kita akan masuk kedalamnya? Atau menghampirinya lalu setelah itu apa? Atau hanya melewati jurang Asshirat?

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam Wa rahmatullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita simak firman Allah,

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا . ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا

Tidak ada seorangpun dari kamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu keharusan yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (QS. Maryam: 71 – 72)

Selanjutnya kita akan lihat, bagaimana respon para ulama ketika membaca ayat ini,

🔰 Pertama, riwayat dari Qais bin Abu Hazim bahwa Abdullah bin Rawahah pernah sakit dan kepalanya diletakkan di pangkuan istrinya. Lalu beliau menangis dan istrinya-pun ikut menangis.

Mengapa kamu nangis” tanya Abdullah.

Aku lihat kamu nangis, jadi aku ikutan nangis.” Jawab istrinya.

Lalu Abdullah mengatakan,

إني ذكرت قول الله عز وجل: { وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا } ، فلا أدري أنجو منها أم لا؟

Aku teringat firman Allah Ta’ala, ‘Tidak ada seorangpun dari kamu, melainkan mendatangi neraka itu’. Dan aku tidak tahu, apakah aku bisa selamat ataukah tidak?.” (Tafsir Abdurrazaq, 2/11)

🔰 Kedua, riwayat dari Abu Ishaq, bahwa Abu Maisarah jika hendak tidur, beliau mengatakan,  “Andai aku tidak dilahirkan ibuku.” Lalu beliau menangis.

Apa yang membuat anda menangis, hai Abu Maisarah?” tanya kawannya.

Kata Abu Maisarah,

أخبرنا أنا واردوها، ولم نُخْبَرْ أنا صادرون عنها

Aku mendapat kabar di al-Quran bahwa aku akan mampir ke neraka. Sementara aku tidak mendapat kabar dari al-Quran bahwa aku akan selamat darinya.” (Tafsir at-Thabari, 16/82)

🔰 Ketiga, Hasan al-Bashri menceritakan, ada 2 orang bersaudara yang ngobrol,

Si A:  “Bukankah ada ayat yang mengabarkan bahwa kita akan mampir ke neraka?

Si B: “Benar.”

Si A: “Lalu apakah ada ayat yang mengabarkan bahwa kamu akan dikeluarkan dari neraka?

Si B: “Tidak ada.”

Si A: “Lalu mengapa kita banyak ketawa.”

Setelah itu, tidak pernah terlihat beliau tertawa sampai bertemu Allah (wafat). (Tafsir Ibnu Katsir, 5/252)

🔰 Keempat, riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

Ketika beliau membaca ayat di atas, beliau mengatakan,

والله إن كان دعاء من مضى: اللَّهُمَّ أَخْرِجْنِي مِنَ النَّار سَالِـمًا، وَأَدْخِلْنِي الـجَنَّةَ غَانِـمًا

Demi Allah, sungguh doa orang di masa silam: “Ya Allah, keluarkanlah aku dari neraka dengan selamat, dan masukkanlah aku ke dalam surga dengan sukses.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/253)

Dari keteragan di atas, para ulama memahami bahwa sasaran dari ayat ini adalah semua manusia. Hingga orang-orang soleh di masa silam, mereka khawatir termasuk di dalamnya.

Imam as-Sa’di mengatakan,

وهذا خطاب لسائر الخلائق، برهم وفاجرهم، مؤمنهم وكافرهم، أنه ما منهم من أحد، إلا سيرد النار، حكما حتمه الله على نفسه، وأوعد به عباده، فلا بد من نفوذه، ولا محيد عن وقوعه

Ayat ini diarahkan kepada seluruh makhluk. Yang baik maupun yang jahat. Mukmin maupun kafir, bahwa mereka semua pasti akan menghampiri neraka. Sebagai bentuk ketetapan dari Allah dan ancaman bagi para hamba-Nya. Dan itu pasti terjadi, tidak bisa dielakkan.

Selanjutnya, beliau menyebutkan beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang makna ‘menghampiri neraka’ itu,

🔘 Pertama, yang dimaksud ‘menghampiri neraka’ adalah memasukinya. Namun bagi orang mukmin, itu menjadi dingin dan mereka selamat.

🔘 Kedua, bahwa semua makhluk akan mendatanginya, sehingga mereka semua mengalami ketakutan, kemudian setelah itu, Allah selamatkan orang yang bertaqwa.

🔘 Ketiga, maknanya adalah melewati jembatan, yang berada di punggung jahannam. Manusia melewatinya sesuai bekal amal yang mereka miliki. Ada yang seperti kilat, ada yang seperti angin berhembus, atau ada yang seperti kuda cepat, ada juga seperti onta cepat. Ada yang berlari, ada yang berjalan, ada yang tersandung-sandung, dan ada yang terambar hingga masuk neraka.

Semua sesuai kadar taqwanya.

Karena itulah, Allah berfirman di lanjutan ayat,

ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا  وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا

Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 71 – 72)

Karena yang kekal di neraka, hanyalah orang kafir. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 498).

Dan keterangan ini, sesuai tafsir Ibnu Abbas, sebagaimana yang diriwayatkan at-Thayalisy, dari Syu’bah, dari Abdullah bin Saib, dari orang yang pernah mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

“وإن منهم إلا واردها” يعني: الكفار

Tidak ada seorangpun dari kamu, melainkan mendatangi neraka itu.” Maksudnya adalah orang kafir. (Ibnu Katsir, 5/283)

Allahu a’lam

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Wednesday, January 30, 2019

Tadabur Al-Qur'an, Surah Al-An'am (68-70)

Tadabur Al-Qur'an, Surah Al-An'am (68-70)
Surah Al-An'am, 68:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Dan apabila Engkau (Muhammad)  melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).

Surah Al-An'am, 69:

وَمَا عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسَابِهِم مِّن شَيْءٍ وَلَٰكِن ذِكْرَىٰ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.

Surah Al-An'am, 70:

وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ

Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Ahli Ibadah, tapi Ahli Neraka

Ahli Ibadah, tapi Ahli Neraka
Ahli Ibadah, tapi Ahli Neraka

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ،
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Puji syukur kita haturkan ke hadhirat Allah, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kita dimudahkan untuk melaksanakan berbagai ketaatan dan ibadah kepada-Nya. Kita bersyukur kepada Allah, atas petunjuk yang Dia curahkan kepada kita, sehingga kita bisa menyembah-Nya, beribadah kepada-Nya dan tunduk terhadap aturan-Nya.

Betapa banyak manusia di alam ini yang tersesat, sehingga mereka tidak menyembah Allah, namun yang mereka sembah adalah setan. Mereka menyembah, namun salah sasaran. Kita dan mereka sama-sama ibadah. Bedanya, kita beribadah kepada Tuhan yang benar, Al-Haq. Sementara mereka beribadah kepada tuhan yang batil, menyembah thaghut, yang tidak layak untuk disembah.

Pembaca yang saya hormati…,

Kita dan mereka sama-sama capek, kita dan mereka sama-sama mengorbankan waktu dan tenaga. Bahkan bisa jadi, mereka lebih capek dibandingkan kita.

Allah berfirman menceritakan keadaan salah satu ahli neraka,

عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ . تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. Al-Ghasyiyah: 3 – 4).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan satu riwayat dari Abu Imran Al-Jauni, bahwa suatu ketika Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu pernah melewati sebuah kuil, yang ditinggali seorang rahib nasrani.

Umar pun memanggilnya, ‘Hai rahib… hai rahib.’ Rahib itupun menoleh. Ketika itu, Umar terus memandangi sang Rahib. Dia perhatikan ada banyak bekas ibadah di tubuhnya. Kemudian tiba-tiba Umar menangis.

Beliaupun ditanya, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang membuat anda menangis? Mengapa anda menangis ketika melihatnya.’

Jawab Umar, ‘Aku teringat firman Allah dalam Al-Quran, (yang artinya) ‘Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki neraka yang sangat panas’ Itulah yang membuatku menangis.’ (Tafsir Ibn Katsir, 8/385).

Kaum muslimin, yang berbahagia…,

Tahukah anda mengapa mereka di neraka?

Mereka rajin ibadah, namun semua sia-sia, justru mengantarkan mereka ke neraka?

Apakah Allah mendzalimi mereka? Tentu tidak, karena Allah tidak akan pernah mendzalimi hamba-Nya. Allah haramkan diri-Nya untuk mendzalimi hamba-Nya.

Lalu apa sebabnya?

Tentu saja semua itu kembali kepada pelaku perbuatan itu. Sebabnya adalah dia salah dalam beribadah. Dia beribadah, namun salah sasarannya, salah tata caranya, salah niatnya, salah yang disembah, atau salah semuanya. Sehingga bagaimana mungkin Allah akan menerimanya? Dan di saat yang sama, Allah justru memberikan hukuman kepada mereka. Wal ‘iyadzu billah..

Saudaraku sesama muslim, yang dirahmati Allah..,

Menyadari hal ini, sudah selayaknya kita bersyukur, Allah jadikan kita orang mukmin, padahal kita tidak pernah memintanya. Kita patut bersyukur, kita terlahir dari keluarga muslim, padahal kita tidak pernah diminta untuk memilihnya. Yang ini menjadi salah satu modal bagi kita agar ibadah kita diterima oleh Allah.

Pembaca…,

Kita sudah memiliki modal iman, tinggal saatnya kita berusaha agar amal kita diterima Allah. Bagaimana caranya? Caranya: kita berupaya agar amal yang kita kerjakan adalah amal yang benar. Benar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan syariat.

Kriteria itu, Allah nyatakan dalam firman-Nya,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi: 110).

Keterangan ayat,

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya” artinya dia siap bertemu Allah dengan membawa bekal amal yang diterima.

hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, itulah amal yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, dengan ikhlas karena Allah ketika beribadah.

Itulah salah satu ayat yang menjelaskan kriteria amal yang benar dalam syariat,

☑ Benar niatnya: ikhlas karena mengharap balasan dari Allah

☑ Benar tata caranya: sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pembaca yang dimuliakan Allah,

Niat yang ikhlas semata, belumlah cukup untuk membuat amal kita diterima. Semangat, bukan modal utama agar amal kita diterima. Karena kita juga dituntut untuk benar dalam tata caranya.

Sebagai mukmin, kita tentu tidak ingin amal kita ditolak karena salah prakteknya. Kita dalam beramal telah mengeluarkan modal tenaga, waktu, atau bahkan harta. Jangan sampai menjadi batal, karena kita kurang perhatian dengan tata cara beramal.

Karena itu, mari kita menjadi orang yang mencintai sunah dan berusaha membumikan sunah. Berusaha menyesuaikan amal kita dengan sunah. Dengan itu, kita bisa berharap, amal kita diterima. Kita bisa tiru semangat para ulama dalam meniti sunah, hingga mereka berdoa,

اللهم أمتنا على الإسلام وعلى السنة

Ya Allah, matikanlah aku di atas islam dan sunah…” (HR. Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad, 9/354).

Semoga Allah menerima amal kita dan tidak menjadikannya sia-sia. Amiin.

👤 Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Benarkah Penduduk Neraka Kebanyakan Wanita?

Benarkah Penghuni Neraka Kebanyakan Wanita?
Benarkah bahwa penduduk neraka itu kebanyakan dari kaum wanita? Mengapa?

Jawaban:

Memang benar demikian, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada kaum wanita ketika memberikan khutbah di tengah-tengah mereka, “Wahai sekalian kaum wanita, bersedekahlah, karena aku telah melihat kalian menjadi mayoritas penghuni neraka!

Maka, timbullah kejanggalan yang dirasakan oleh mereka, sehingga mereka bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa penyebabnya, wahai Rasulullah?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalian banyak melaknat dan mendurhakai suami.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan penyebab mereka menjadi mayoritas penduduk neraka karena mereka banyak mencaci, mencela, dan melaknat serta durhaka terhadap suami. Karena itulah, mereka menjadi mayoritas penduduk naar (neraka).

📚 Sumber: Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Pustaka at-Tibyan, 2002.

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Ukuran Fisik Penghuni Neraka

Ukuran Fisik Penghuni Neraka
Ada yg mengatakan, penghuni neraka ukurannya sangat besar, apa benar demikian?

Trima kasih

Dari: Noer

Jawaban:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Salah satu diantara bentuk siksaan yang diberikan kepada penghuni neraka, Allah jadikan badannya sangat besar. Tidak ada yang bisa membayangkan besarnya, kecuali Penciptanya.

Berikut beberapa hadis yang menunjukkan hal itu,

⚜ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما بين منكبي الكافر في النار مسيرة ثلاثة أيام للراكب المسرع

“Jarak antara dua ujung pundak orang kafir di dalam neraka sejauh perjalanan 3 hari yang ditempuh penunggang kuda yang larinya cepat.” (HR. Bukhari 6551 Muslim 2852)

An-Nawawi mengatakan,

هَذَا كُلُّهُ لِكَوْنِهِ أَبْلَغَ فِي إِيلَامِهِ وَكُلُّ هَذَا مَقْدُورٌ لِلَّهِ تَعَالَى يَجِبُ الْإِيمَانِ بِهِ لِإِخْبَارِ الصَّادِقِ بِهِ

Ini semua bertujuan agar lebih maksimal dalam menyiksanya. Dan ini semua di bawah kekuasaan Allah Ta’ala, yang wajib kita imani, mengingat adanya berita dari ash-Shodiq (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) tentang hal ini (Syarh Shahih Muslim, 17:186).

⚜ Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu,

إن الرجل من أهل النار ليعظم للنار، حتى يكون الضرس من أضراسه كأحد

Sesungguhnya orang penduduk neraka akan membesar ketika masuk neraka, sampai gigi gerahamnya sebesar gunung Uhud.” (HR. Ahmad 32:13, Syuaib al-Arnauth mengatakan, ‘Sanadnya maushul’ dan statusnya seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

⚜ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ضِرْسُ الْكَافِرِ، أَوْ نَابُ الْكَافِرِ، مِثْلُ أُحُدٍ وَغِلَظُ جِلْدِهِ مَسِيرَةُ ثَلَاثٍ

Gigi geraham atau gigi taring orang kafir (penghuni neraka) seperti gunung Uhud, sementara tebal kulitnya sejauh perjalanan 3 hari.” (HR. Muslim 2851).

⚜ Juga dari Abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ضرس الكافر يوم القيامة مثل أحد، وعرض جلده سبعون ذراعاً، وعضده مثل البيضاء، وفخذه مثل ورقان، ومقعده من النار ما بيني وبين الربذة

Geraham orang kafir pada hari kiamat seperti gunung Uhud, lebar telinganya 70 hasta, lengannya seperti gunung Baidha’, pahanya seperti gunung Waraqan, dan tempat duduknya di neraka antara saya dengan rabadzah.” (HR. Hakim, Ahmad dan dishahihkan al-Albani).

Namun ukuran di atas tidak berlaku untuk semua penghuni neraka. Karena ada juga orang yang Allah masukkan ke neraka dalam wujud makhluk yang sangat kecil.

⚜ Al-Munawi menukil keterangan al-Qurthubi,

وهذا إنما يكون في حق البعض بدليل حديث إن المتكبرين يحشرون يوم القيامة أمثال الذر في صورة الرجال فيساقون إلى سجن في جهنم يقال له بولس

Ini hanya berlaku untuk sebagian ahli neraka saja, dengan dalil hadis yang menyatakan bahwa orang-orang sombong pada hari kiamat akan dikumpulkan dalam bentuk manusia seukuran biji. Mereka digiring untuk masuk ke penjara di dasar neraka, namanya Bulis.”

Al-Qurthubi juga mengatakan,

ولا شك أن الكفار متفاوتون في العقاب كما علم من الكتاب والسنة

Kita yakin, hukuman untuk orang kafir itu bertingkat-tingkat, sebagaimana yang kita pahami dari kesimpulan Aquran dan sunah.”

(Faidhul Qadir Syarh Jami’ ash-Shaghir, karya al-Munawi, 4:254)

Allahu a’lam

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Apa Makanan dan Minuman Penduduk Neraka?

Makanan dan Minuman Penduduk Neraka
Apakah ketika di neraka, org dikasih makan? Lalu apa makanannya?

Jawab:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Penduduk neraka merasakan kelaparan, dan Allah menyediakan makanan untuk mereka. Hanya saja, makanan ini akan membuat mereka semakin tersiksa. Allah jelaskan dalam al-Quran, bahwa diantara makanan penduduk neraka adalah dhari’ dan zaqqum. Sementara minuman mereka adalah hamim, al-ghislin, dan al-ghassaq.

Allah berfirman,

ليس لهم طعام إلا من ضريع لا يسمن ولا يغني من جوع

Mereka tidak memiliki makanan kecuali dari dhari’, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 6 – 7).

Dhari’ adalah tanaman duri yang dikenal di sekitar mekah. Sering disebut dengan As-Syibriq. Pohon ini memiliki duri sangat tajam. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

الشبرق: نبت ذو شوك لاطئ بالأرض، فإذا هاج سمي ضريعاً.

Syibriq, pohon berduri yang tumbuh tanpa cabang. Jika telah kering, namanya dhari’. ”

Qatadah mengatakan,

من أضرع الطعام وأبشعه

Dhari’ adalah makanan yang paling membahayakan dan paling mengerikan.” (at-Takhwif min an-Nar, al-Hafidz Ibnu Rajab, hlm. 108).

Makanan ini dihidangkan bagi penduduk neraka, sama sekali tidak mengenyangkan, dan tidak memberikan manfaat sedikitpun. Mereka tidak merasakan lezat, dan juga tidak bermanfaat bagi tubuhnya. Karena itu, kehadiran makanan ini, sejatinya bagian dari siksaan yang Allah berikan kepada mereka. (al-Jannah wa an-Nar, Dr. Umar al-Asyqar, hlm. 87).

Allah juga menceritakan makanan penduduk neraka dalam surat ad-Dukhan,

إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّومِ . طَعَامُ الْأَثِيمِ . كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ . كَغَلْيِ الْحَمِيمِ

Sesungguhnya pohon zaqqum itu, Makanan orang yang banyak berdosa (orang kafir). Makanan ini seperti kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,  seperti mendidihnya air yang amat panas. (QS. Ad-Dukhan: 43 – 46).

Kemudian Allah jelaskan di surat as-Shaffat,

أَذَلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ . إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ . إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ . طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ . فَإِنَّهُمْ لَآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ . ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْبًا مِنْ حَمِيمٍ . ثُمَّ إِنَّ مَرْجِعَهُمْ لَإِلَى الْجَحِيمِ

(makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala. mayangnya seperti kepala setan. Maka Sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, Maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. kemudian sesudah Makan buah pohon zaqqum itu, pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. kemudian Sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim. (QS. As-Shaffat: 62 – 68)

Betapa mengerikannya gambaran pohon zaqqum;

1. Tumbuh dari dasar neraka

2. Dahannya menjuntai panjang

3. Bentuk buahnya sangat buruk, seperti kepala setan. Sekalipun orang tidak pernah ketemu wajah iblis, namun mendengar namanya saja, pasti sudah merinding.

4. Makanan ini tidak mengenyangkan dan tidak bisa menghilangkan kelaparan yang dialami penghuni neraka. Namun karena lapar, merekapun memakannya dengan lahap.

5. Makanan penduduk neraka akan menyebabkan tersedak. Karena makanan ini nyangkut di kerongkongan. Allah jelaskan,

إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالًا وَجَحِيمًا ( ) وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا

Karena Sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala. dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih.” (QS. Al-Muzammil: 12 – 13)

6. Setelah perutnya penuh dengan zaqqum, makanan ini mendidih dalam perutnya. Layaknya minyak mendidih di atas wajan.

7. Merekapun merasa kesakitan dan berusaha mencari minuman. Merekapun segera menuju al-Hamim, air mendidih yang sangat panas.

8. Mereka meminum Hamim itu, hingga putus usus-ususnya. Allah berfirman,

وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

Mereka diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya.” (QS. Muhammad: 15).

Minuman Ghislin dan Ghassaq

Selain Hamim (air mendidih), penduduk neraka juga mendapatkan minuman ghislin dan ghassaq.

Allah berfirman,

فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيمٌ ( ) وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ ( ) لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِئُونَ

Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. ( ) dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari ghislin (darah dan nanah). ( ) Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang rajin berdosa (orang kafir).” (QS. Al-Haqah: 35 – 37)

Di ayat lain, Allah berfirman,

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا ( ) إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا ( ) جَزَاءً وِفَاقًا

Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, ( ) Selain air yang mendidih dan ghassaq (nanah) ( ) Sebagai pambalasan yang setimpal. (QS. An-Naba: 24 – 26).

Dr. Umar al-Asyqar menjelaskan,

والغسلين والغساق بمعنى واحد، وهو ما سال من جلود أهل النار من القيح والصديد، وقيل: ما يسيل من فروج النساء الزواني ومن نتن لحوم الكفرة وجلودهم، وقال القرطبى: هو عصارة أهل النار

Al-Ghislin dan al-Ghassaq memiliki makna sama, yaitu darah dan nanah yang keluar dari tubuh penghuni neraka. Ada juga yang menjelaskan, cairan yang keluar dari farji wanita pezina dan nanah bangkai orang kafir. Al-Qurthubi mengatakan, Minuman itu adalah perasan tubuh penghuni neraka. (al-Jannah wa an-Nar, hlm. 89)

Subhanallah… betapa mengerikannya makanan & minuman neraka. Semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita darinya. Amiin.

👤 Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Taat pada Penguasa, Salah Satu Jalan Menuju Surga

Taat pada Penguasa, Salah Satu Jalan Menuju Surga
Mentaati penguasa mengandung kemaslahatan yang besar dibanding dengan seorang muslim memberontak atau tidak memiliki pemimpin untuk mengatur kemaslahatan khalayak ramai. Pertolongan Allah pun mudah datang karena mentaati pemimpin sebagaimana kata Imam Ahmad, “Yadullahi ‘alal jama’ah, yaitu pertolongan Allah akan senantiasa ada bersama para jama’ah (yang bersatu di bawah pemimpin muslim.” Inilah prinsip dasar Ahlus Sunnah dan yang memudahkan mereka menggapai surga.

Ada hadits yang bisa diambil pelajaran-pelajaran berharga sebagai berikut, dari Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah saat haji wada’ dan mengucapkan,

اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ

Bertakwalah pada Allah Rabb kalian, laksanakanlah shalat limat waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dari harta kalian, taatilah penguasa yang mengatur urusan kalian, maka kalian akan memasuki surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi no. 616 dan Ahmad 5: 262. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, Syaikh  Al Albani menshahihkan hadits ini).

Beberapa faedah dari hadits di atas:
  1. Melakukan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits merupakan bentuk takwa, yaitu shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat, dan taat pada penguasa.
  2. Takwa adalah jalan menuju surga dan syarat masuk surga.
  3. Istiqomah di dunia adalah sebab selamat di akhirat.
  4. Wajib menaati penguasa dalam perkara yang ma’ruf (yang baik) selama bukan dalam perkara maksiat.
  5. Jika mentaati penguasa termasuk takwa, maka berarti amalan ini adalah jalan menuju surga karena takwa adalah syarat masuk surga.

Semoga bermafaat faedah singkat di pagi hari ini. Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhish Sholihin, Dr. Musthofa Al Bugho, dll, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 55.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/3459-taat-pada-penguasa-jalan-menuju-surga.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Siapakah Sahabatmu?

Siapakah Sahabatmu?
Tentang bergaul, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda,

"Seseorang itu tergantung dari agama sahabat karibnya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan dengan siapa ia bersahabat karib."

Hasan: HR. Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378), Ahmad (II/303, 334), dan al-Hakim (IV/171). Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (no. 927).

Orang yang pandai bergaul adalah orang yang bergaul dengan orang-orang yang dapat menyelamatkan dirinya dari kemurkaan dan siksa Allah Ta’ala.

Dia bergaul dengan orang-orang shalih (baik) yang akan membawa dirinya pada ketaatan.

Maka, pandai-pandailah dalam memilih teman agar kita selamat dunia dan akhirat.

Dari Buku "Waktumu, dihabiskan untuk apa?" ||Hal. 136-137. || Cetakan ke-10

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Makna Doa Berlindung Dari Empat Hal

Makna Doa Berlindung Dari Empat Hal
Doa Berlindung Dari Empat Hal:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَعَمَلٍ لَا يُرْفَعُ وَقَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَقَوْلٍ لَا يُسْمَعُ

Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, amal yang tidak diangkat, hati yang tidak khusyuk, dan ucapan yang tidak didengar 

[HR. Ibnu Hibban, Abu Ya’lâ, Ahmad, Ibnu Abî Syaibah, dishahihkan Al-Albâni dalam at-Ta’lîqât al-Hisân no 83 juga dalam Kitab al-‘Ilmi Abu Khaitsamah, hlm. 64]

Doa di atas mengandung permohonan perlindungan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari 4 hal yaitu dari ilmu yang tidak berguna, amal yang tidak diangkat, hati yang tidak  khusyuk, dan ucapan yang tidak didengar.

1. Ilmu yang bermanfaat adalah buah dan faidah dari ilmu. Ilmu yang bermanfaat akan menambah rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla , bisa menjadikan hamba mengerti akan aib dirinya dan kerusakan amalannya serta membuatnya zuhud terhadap dunia.

Ilmu yang TIDAK bermanfaat yaitu ilmu yang tidak diamalkan dan tidak diajarkan. Yang tidak bisa merubah akhlak, amalan dan ucapan menjadi baik dan shalih. Ilmu tidak bermanfaat akan menjadi siksa dan kecelakaan baginya.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Ilmu bermanfaat adalah yang merasuk ke dalam hati, sehingga membuahkan ketenangan, rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla , khusyuk, tawadhu’, merasa luluh kepada-Nya. Bila ilmu tersebut tidak menembus hati, namun hanya sekedar menghias lisan semata, maka ini akan menjadi hujjah (bukti) yang akan mencelakakan orang tersebut. Seperti yang dikatakan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu “Sungguh ada orang-orang yang membaca al-Quran, namun tidak melewati kerongkongan mereka. Akan tetapi bila ilmu ini mengena dalam hati hingga  merasuk kuat di dalamnya, maka itu akan bermanfaat bagi pemiliknya.” [Al-Khusyû’ fî ash-Shalât, hlm. 47].

2. Amalan yang tidak diangkat; artinya tidak naik ke langit kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala sehingga amalnya tidak diterima. Karena tidak memenuhi syarat diterimanya doa. Dan di antara syaratnya yang paling krusial adalah ikhlas dan mutâba’ah mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Hati yang tidak khusyuk adalah hati yang tidak tersentuh ketika mendengar wejangan dan nasihat. Hatinya keras, tidak termotivasi ataupun merasa takut ketika mendapatkan targhîb dan tarhîb. Ilmu yang bermanfaat disandingkan dengan hati yang tidak khusyuk, mengisyaratkan bahwa ilmu yang berguna, itulah yang bisa membuahkan khusyuk kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Maka hati yang tidak khusyuk, ilmunya tidak bermanfaat, suaranya tidak didengar, doanya tidak diangkat.

4. Adapun ucapan yang tidak didengar, artinya dzikir dan doanya tidak diterima dan tidak dikabulkan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Memberi manfaat dan madharat. Bila hamba memanjatkan doa kepada-Nya namun tidak dikabulkan, sungguh ia telah merugi. Karena ia telah ditolak dari pintu; di mana kebaikan tidaklah didapatkan kecuali dari-Nya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XXI/1438H/2017M]

Read more https://almanhaj.or.id/9572-doa-berlindung-dari-empat-hal.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive