Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Tuesday, August 23, 2022

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah (1/13)

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah
Bismillah...

Munculnya bidah penolakan Sifat Sifat Allah

Sesungguhnya Nabi telah menjelaskan secara detail segala sesuatu yang diperlukan oleh seorang hamba, tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kepada Allah ﷻ kecuali telah Nabi Muhammad ﷺ jelaskan, demikian pula tidak ada satu pun amalan yang menjauhkan dari neraka Jahanam kecuali telah Nabi Muhammad ﷺ jelaskan. Bahkan perkara-perkara yang dianggap sepele, mulai dari adab makan, adab buang hajat, adab berhubungan suami istri, dan seterusnya secara sempurna diajarkan oleh Nabi. Sungguh benar firman Allah ﷻ,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah : 3)

Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata,

تَرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِيْ الْهَوَاءِ، إِلَّا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا، قَالَ: فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

Rasulullah ﷺ telah meninggalkan kita, tidaklah seekor burung mengepak-epakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau telah menyebutkan ilmunya.” Abu Dzar radhiallahu ‘anhu melanjutkan: Rasulullah ﷺ pun telah bersabda, ‘Tidak tersisa sedikit pun apa-apa yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian’.” ([1])

Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah : 128

Nabi Muhammad ﷺ disifatkan dengan حَرِيصٌ عَلَيْكُم, yaitu bersemangat untuk menjelaskan segala kebenaran dan kebatilan untuk umatnya. Dari sini, tidak mungkin Nabi Muhammad ﷺ hanya menjelaskan adab makan, adab buang hajat, adab berhubungan suami istri, dan seterusnya sedangkan perkara-perkara yang lebih urgen seperti tauhid al-Asma’ wa ash-Shifat tidak diajarkan.

Dengan demikian, perkara akidah merupakan perkara yang paling gamblang yang telah dijelaskan oleh Nabi. Sehingga akidah yang diajarkan dan dijelaskan secara rinci oleh Nabi Muhammad ﷺ tidak membutuhkan lagi tambahan yang sulit dari ahli filsafat, ahli kalam, dan ahli bid’ah lainnya, melainkan cukup diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yang dipahami oleh para sahabat dan para salaful ummah. Oleh karena itu, tidak dijumpai perselisihan di antara para sahabat dalam masalah akidah terkhusus dalam masalah tauhid al-Asma’ wa ash-Shifat.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

وَلِهَذَا كَانَ مَا فَهِمَهُ الصَّحَابَةُ مِنَ الْقُرِآنِ أَوْلَى أَنْ يُصَارَ إِلَيْهِ مِمَّا فَهِمَهُ مَنْ بَعْدَهُمْ فَانْضَافَ حُسْنُ قَصْدِهِمْ إِلَى حُسْنِ فَهْمِهِمْ فَلَمْ يَخْتَلِفُوا فِي التَّأْوِيْلِ فِي بَابِ مَعْرِفَةِ اللهِ وَصِفَاتِهِ وَأَسْمَائِهِ وَأَفْعَالِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحْفَظُ عَنْهُمْ فِي ذَلِكَ خِلاَفٌ لاَ مَشْهُوْرٌ وَلاَ شَاذٌّ، فَلَمَّا حَدَثَ بَعْدَ انْقِضَاءِ عَصْرِهِمْ مَنْ سَاءَ فَهْمُهُ وَسَاءَ قَصْدُهُ وَقَعُوا فِي أَنْوَاعٍ مِنَ التَّأْوِيْلِ بِحَسَبِ سُوْءِ الْفَهْمِ وَفَسَادِ الْقَصْدِ وَقَدْ يَجْتَمِعَانِ وَقَدْ يَنْفَرِدَانِ وَإِذَا اجْتَمَعَا تَوَلَّدَ مِنْ بَيْنِهِمَا جَهْلٌ بِالْحَقِّ وَمُعَادَاةٍ لِأَهْلِهِ وَاسْتِحْلاَلِ مَا حَرَّمَ اللهُ مِنْهُمْ.

Karenanya apa yang dipahami oleh para sahabat terhadap Al-Qur’an lebih utama untuk dijadikan rujukan daripada pemahaman orang-orang setelah mereka. Maka tergabungkanlah niat baik mereka (para sahabat) dengan baiknya pemahaman mereka, sehingga mereka tidak berselisih dalam penafsiran dalam pembahasan mengenal Allah ﷻ, sifat-sifat-Nya, nama-nama dan perbuatan-perbuatan-Nya. Demikian juga dalam permasalahan hari akhirat. Tidak dinukilkan dari mereka dalam perkara-perkara tersebut adanya perselisihan pada mereka, tidak juga khilaf yang masyhur maupun yang syadz. Tatkala setelah berlalu generasi mereka maka muncullah orang-orang yang buruk pemahamannya dan juga buruk niatnya (maksud dan tujuannya) maka terjerumuslah dalam berbagai macam takwil berdasarkan buruknya pemahaman dan buruknya niat. Terkadang kedua faktor ini terkumpul dan terkadang salah satunya saja. Jika kedua faktor tersebut terkumpul maka muncullah dari mereka kejahilan akan kebenaran dan juga sikap memusuhi ahlul hak (yang di atas kebenaran) serta muncul sikap menghalalkan apa yang Allah ﷻ haramkan." ([2])

Oleh karena itu, perkara akidah pada dasarnya adalah perkara yang mudah dan gamblang. Hingga datang masa di akhir-akhir masa Khulafaur Rasyidin, mulailah muncul penyimpangan-penyimpangan dan penolakan-penolakan terhadap sifat Allah ﷻ dengan berbagai macam syubhatnya yang mengharuskan kita untuk mempelajari syubhat-syubhat tersebut dengan tujuan untuk membantahnya.


Bersambung ke Bagian-2...


Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukun Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

https://bekalislam.firanda.com/syarah-rukun-iman

---------------

Footnote:

([1]) HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir 1647, Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah 1803.

([2]) As-Shawaíq al-Mursalah (2/509-510).

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive