Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Saturday, August 27, 2022

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah (4/13)

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah
Bismillah...

Lanjutan dari Bagian-3...

Awal Mula Muncul Bid’ah dalam Al-Asma’ wa ash-Shifat

Muktazilah

Selanjutnya pemikiran Jahmiyah dilanjutkan oleh Muktazilah.

Sekte Muktazilah tumbuh di penghujung kekhilafahan Umawiyyah, dan mencapai puncak persebarannya pada masa kekhilafahan Abbasiyyah.

Kelompok ini menjadikan akal sebagai landasan utama nan tunggal dalam memahami akidah Islam, sesuai dengan pengaruh yang mereka serap dari para filsuf Yunani dan India.

Dan perlu diketahui, bahwa generasi awal dari Muktazilah –yang sezaman dengan Washil dan Amr bin Úbaid- tidaklah membawa pemikiran Jahmiyah. “Mereka hanyalah memiliki sikap yang sesat dalam persoalan ancaman Allah ﷻ bagi para pelaku dosa dan mengingkari takdir Allah ﷻ. Adapun ideologi yang men-ta’thil sifat-sifat Allah ﷻ, ia muncul dalam tubuh mereka sepeninggal generasi mutaqadimin tersebut”.

Oleh karena itu, Imam Ahmad –rahimahullah- ketika membantah kelompok Jahmiyah dengan mematahkan dalih Al-Jahm, Beliau mengatakan,

Kemudian (Al-Jahm) diikuti oleh sekelompok pengikut Amr bin Ubaid dan selainnya. Dan ucapan semacam ini –ta’thil sifat Allah ﷻ- juga populer dari Abul Hudzail Al-Allaf, An-Nadzzam, dan para ahli kalam semisal keduanya.” ([16])

Mazhab ta’thil itu sendiri tidaklah berkembang pesat semasa hidup Al-Jahm bin Shafwan, kecuali di beberapa wilayah timur. Namun, ia mulai menguat dan mengakar setelah terbunuhnya Al-Jahm bin Shafwan. Pemikiran ini semakin dipopulerkan pada masa kekuasaan Al-Ma’mun (salah satu khalifah dinasti Abbasiyyah) oleh para penganut ideologi ini, seperti Bisyr Al-Marrisi (Wafat: 218H), para dai kelompok Muktazilah, seperti Ahmad bin Abi Du’ad (Wafat: 240H), dan selain keduanya. ([17])

Dan di antara bukti bahwa Muktazilah sejalan dengan Jahmiyah dalam menyikapi persoalan sifat-sifat Allah ﷻ, adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibn Asakir, dari Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad Al-Gasili, bahwa ia pernah ditanya:

Dari siapa Ibnu Abi Du’ad mengadopsi pemikiran tersebut (at-Ta’thil)?

Ia (Abu Ishaq) pun menjawab, “Ia berguru kepada Bisyr Al-Marrisi, Bisyr mengambilnya dari Jahm bin Shafwan, Jahm mengambilnya dari Al-Ja’d bin Dirham, Al-Ja’d berguru kepada Aban bin Sam’an, Aban mengambilnya dari Thalut keponakan dan iparnya Labid, dan Thalut berguru kepada si penyihir Yahudi yang menyihir Nabi g, Labid bin A’sham.” ([18])

Jadi, Muktazilah lah yang berperan utama dalam menyebarkan dan mempopulerkan pemikiran Jahmiyah. Oleh karena itu dapat kita saksikan bahwa para ulama yang membantah para pen-ta’thil sifat-sifat Allah ﷻ menyebut Muktazilah sebagai Jahmiyah. Seperti Imam Ahmad –rahimahullah- yang menulis kitab Ar-Radd ala al-Jahmiyah, dan juga Imam Bukhari, dan yang mereka maksud dengan Jahmiyah adalah Muktazilah. ([19])


Bersambung ke Bagian-5...


Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukun Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

https://bekalislam.firanda.com/syarah-rukun-iman

---------------

Footnote:

([16]) Syarh al-Aqidah al-Ashfahaniyyah (170).

([17]) Majmu’ al-Fatawa (13/183-184).

([18]) Mukhtashar Tarikh Dimasyq, karya Ibn Manzur (6/51).

([19]) Majmu’ al-Fatawa (12/119) dan Tarikh al-Jahmiyah wa al-Mu’tazilah (59).

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive