Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Saturday, August 27, 2022

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah (3/13)

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah
Bismillah...

Lanjutan dari Bagian-2...

Awal Mula Muncul Bid’ah dalam Al-Asma’ wa ash-Shifat

Jahmiyah

Bid’ah penolakan sifat-sifat Allah ﷻ (at-Ta’thil) ditenarkan oleh Al-Jahm bin Shafwan. Beliau adalah Abu Muhriz, Al-Jahm bin Shafwan As-Samarqandi, maula Raasib. Seorang filsuf, biang kesesatan, pentolan Jahmiyah, dan ia adalah seorang yang cerdas dan lihai berdebat. Ia mengingkari seluruh sifat Allah ﷻ. Ia dibunuh oleh Salm bin Ahwaz Al-Muzani di kota Merv, di akhir masa kekuasaan Bani Umayyah ([7]).

Dialah yang pertama kali menyebarkan ideologi at-ta’thil di tengah-tengah umat, di akhir zaman Tabiin, pada masa kekhilafahan Hisyam bin Abdul Malik ([8]). Dialah pendiri sekte Jahmiyah.

Al-Jahm sendiri mengadopsi ideologi at-Ta’thil dari gurunya, Al-Ja’d bin Dirham yang dibunuh oleh Khalid bin Abdullah Al-Qasri, gubernur Irak. Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Muhammad bin Habib bin Abi Habib, dari ayahnya dari kakeknya berkata,

شَهِدْتُ خَالِدَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْقَسْرِيَّ بِوَاسِطَ، فِي يَوْمِ أَضْحًى، وَقَالَ: «ارْجِعُوا فَضَحُّوا تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنْكُمْ، فَإِنِّي مُضَحٍّ بِالْجَعْدِ بْنِ دِرْهَمٍ، زَعَمَ أَنَّ اللَّهَ لَمْ يَتَّخِذْ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَلَمْ يُكَلِّمْ مُوسَى تَكْلِيمًا، تَعَالَى اللَّهُ عُلُوًّا كَبِيرًا عَمَّا يَقُولُ الجعد بْنُ دِرْهَمٍ، ثُمَّ نَزَلَ فَذبَحَهُ»، قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: قَالَ قُتَيْبَةُ: «بَلَغَنِي أَنَّ جَهْمًا كَانَ يَأْخُذُ الْكَلَامَ مِنَ الْجَعْدِ بْنِ دِرْهَمٍ»

Aku menyaksikan pada hari raya ‘Idul ‘Adha di kota Wasith, Khalid bin Abdullah Al-Qashri mengatakan pada manusia, “Kembalilah kalian untuk menyembelih binatang kurban semoga Allah ﷻ menerimanya. Sesungguhnya aku akan menyembelih al-Ja’ad bin Dirham, yang menyangka bahwa Allah ﷻ tidak menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya dan Musa tidak berbicara langsung kepada-Nya, Maha Tinggi Allah ﷻ dari apa yang dikatakan oleh Ja’ad bin Dirham”.

Kemudian dirinya turun dari mimbar lalu menyembelih Ja’ad bin Dirham.” ([9])

Setelah itu Imam Bukhari berkata,

قَالَ قُتَيْبَةُ: «بَلَغَنِي أَنَّ جَهْمًا كَانَ يَأْخُذُ الْكَلَامَ مِنَ الْجَعْدِ بْنِ دِرْهَمٍ»

Qutaibah berkata : Telah sampai kepadaku bahwasanya Jahm (bin Shafwan) mengambil ilmu kalam dari al-Ja’d bin Dirham.” ([10])

Sebagian ahli sejarah mengutarakan bahwa ia bertemu dengan Al-Ja’d di Kufah, dalam pelariannya dari Bani Umayyah. Ibn Katsir mengisahkan “Al-Ja’d menetap di Damaskus, dan mencetuskan ideologi bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Bani Umayyah pun memburunya, ia lantas kabur dan menetap di Kufah. Di kota itulah ia bertemu dengan Al-Jahm bin Shafwan, yang kemudian mengadopsi ideologi tersebut darinya” ([11])

Adapun Al-Ja’d, ia telah mengadopsi ideologi at-Ta’thil dari Aban bin Sam’an, dan Aban mengambilnya dari Thalut, keponakannya Labid bin Al-A’sham, dan Thalut mengambilnya dari si penyihir Yahudi Labid Al-A’sham yang telah menyihir Nabi Muhammad, sebagaimana keterangan para ulama, di antaranya adalah Syaikhul Islam ([12]), As-Shafadi ([13]), Ibnul Atsir ([14]), dan Ibn Katsir ([15])

Kisah Khalid al-Qasri membunuh al-Jaád bin Dirham disebutkan juga oleh Ad-Darimi dalam kitabnya Ar-Radd ála al-Jahmiyah, beliau berkata :

وَأَمَّا الْجَعْدُ فَأَخَذَهُ خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْقَسْرِيُّ فَذَبَحَهُ ذَبْحًا بِوَاسِطَ، فِي يَوْمِ الْأَضْحَى عَلَى رُؤُوسِ مَنْ شَهِدَ الْعِيدَ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، لَا يَعِيبُهُ بِهِ عَائِبٌ وَلَا يَطْعَنُ عَلَيْهِ طَاعِنٌ بَلِ اسْتَحْسَنُوا ذَلِكَ مِنْ فِعْلِهِ، وَصَوَّبُوهُ مِنْ رَأْيِهِ

Adapun al-Jaád bin Dirham maka ditangkap oleh Khalid bin Abdillah al-Qasri lalu ia menyembelihnya di kota Wasith di hadapan kaum muslimin yang menghadiri shalat íed bersama beliau. Tidak seorang pun yang mencela beliau bahkan mereka menganggap baik perbuatan beliau dan membenarkan pendapat beliau” [Ar-Radd ála al-Jahmiyah, Ad-Darimi, (21)]

Wajar jika para ulama ketika itu -yaitu para tabiín- memfatwakan untuk membunuh al-Jaád bin Dirham. Hal ini karena al-Jaád telah menolak dua sifat yang Allah ﷻ sebutkan dalam Al-Qur’an.

Pertama : Sifat berbicara Allah ﷻ yang telah ditunjukkan oleh firman Allah ﷻ,

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Dan Allah ﷻ telah berbicara dengan Musa dengan benar-benar pembicaraan” (QS An-Nisa: 164)

Kedua : Dan sifat al-Khullah (cinta Allah ﷻ) yang telah ditunjukkan oleh firman Allah ﷻ,

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

Dan Allah ﷻ mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya” (QS An-Nisa: 125)

Kedua sifat ini berkaitan dengan sifat al-ikhtiyariah (sifat fi’liyah) yang berkaitan dengan kehendak Allah ﷻ. Dan inilah asal syubhat yang menjadi landasan pokok bagi seluruh penolak sifat untuk menolak sifat-sifat Allah ﷻ.


Bersambung ke Bagian-4...


Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukun Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

https://bekalislam.firanda.com/syarah-rukun-iman

---------------

Footnote:

([7]) Al-Milal wa an-Nihaal (1/97-99), Majmu’ al-Fatawa (13/182), Siyar A’lam an-Nubala’ (6/26), dan Mizan al-I’tidal (2/159).

([8]) Majmu’ al-Fatawa (20/302).

([9]) Khalq Af’Alil ‘Ibad (29).

([10]) Khalq Af’Alil ‘Ibad (29).

([11]) Al-Bidayah wa an-Nihayah (13/147).

([12]) Majmu’ al-Fatawa (5/20-22).

([13]) Al-Wafi bi al-Wafayat (11/67-68).

([14]) Al-Kamil fi at-Tarikh (6/149).

([15]) Al-Bidayah wa an-Nihayah (13/147).

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive