Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Monday, August 29, 2022

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah (7/13)

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah
Bismillah...

Lanjutan dari Bagian-6...

Awal Mula Muncul Bid’ah dalam Al-Asma’ wa ash-Shifat

Akidah Mu’aththilah (Para Penolak Sifat)

Siapa saja yang melakukan at-Ta’thil, yaitu mengingkari dan meniadakan salah satu dari sifat-sifat Allah ﷻ, maka ia disebut sebagai Mu’atthil.

Syaikh Zaid bin Abdul Aziz Al-Fayyadl ([23]) mengatakan, “Para pengingkar sifat Allah ﷻ dinamakan sebagai Mu’atthil karena mereka meniadakan dan melepaskan Allah ﷻ dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya" ([24])

Penggunaan istilah Mu’atthilah juga telah eksis sejak generasi para Salaf. Berikut beberapa nukilan yang memperkuat hal tersebut:

Abu Zur’ah Ar-Razi ([25]) mengatakan: “Mu’attilah Nafiyah adalah mereka yang mengingkari sifat-sifat Allah ﷻ yang Ia telah menyifati diri-Nya dengannya dalam Al-Qur’an dan melalui lisan Nabi-Nya ﷺ.

Mereka mendustakan dalil-dalil sahih yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad ﷺ tentang sifat-sifat Allah ﷻ, dan malah menakwilnya berdasarkan hawa nafsu rusak mereka, agar selaras dengan keyakinan mereka yang sesat. Tidak hanya sampai di situ, mereka juga menjuluki mereka yang meriwayatkan dan meyakini kandungan dalil-dalil tersebut dengan Musyabbihah.

Siapa saja yang menjuluki mereka yang menyifati Tuhan mereka dengan apa yang Ia menyifati diri-Nya dengannya, dan apa yang Rasul-Nya menyifati-Nya dengannya, tanpa disertai tamtsil atau pun tasybih, dengan julukan Musyabbihah, maka ia adalah seorang Mu’atthil nan Nafi. Dan julukan Musyabbihah yang ia berikan kepada mereka, adalah bukti bahwa ia seorang Mu’atthil nan Nafi.

Demikianlah keterangan para ulama dahulu, seperti Abdullah bin Al-Mubarak ([26]) dan Waki’ bin Al-Jarrah ([27])” ([28])

Ishaq bin Rahawaih ([29]) rahimahullah mengatakan, “Ciri khas Jahm dan para pengekornya adalah memfitnah Ahlusunah dengan julukan Musyabbihah. Justru merekalah yang Mu’atthilah!

Bahkan mungkin saja jika dikatakan bahwa mereka juga merupakan Musyabbihah, karena mereka mengatakan bahwa Allah ﷻ Maha sempurna di mana pun Ia berada, baik di langit tertinggi maupun di lapisan terbawah bumi, semua sama!

Sungguh ucapan mereka tersebut adalah kedustaan, dan mereka dapat divonis dengan kekafiran!" ([30])

Abu Bakr Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi ([31]) mengatakan, “Apa yang tertera dalam Al-Qur’an dan sunah, seperti:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ

Orang-orang Yahudi berkata: ‘Tangan Allah ﷻ terbelenggu’, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu.” (QS. Al-Ma’idah: 64)

Dan seperti firman-Nya ﷻ,

وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ

Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67)

Dan yang semisal dengannya, tidaklah boleh kita tambah-tambahi (maknanya), atau pun kita (coba-coba) tafsirkan (tanpa dalil). Kita mencukupkan diri dengan apa yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan sunah.

Kita meyakini bahwa,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arasy.” (QS. Thaha : 5)

Barang siapa yang meyakini selain keyakinan ini, maka ia adalah seorang Mu’atthil nan Jahmi." ([32])

Dapat disimpulkan dari 3 nas para Salaf di atas, bahwa lafaz Mu’atthil menurut mereka mencakup 2 jenis kelompok, yaitu:

Pertama : Kelompok yang menganut paham at-Ta’thil secara kulli (totalitas/tulen).

Ini jelas sekali, dimana ucapan dan celaan dari mereka yang utama terarah kepada kelompok Mu’attilah yang mereka jumpai di zaman mereka, yaitu Jahmiyah dan Muktazilah.

Adapun kelompok yang menganut at-Ta’thil secara juz’i (parsial dan tidak totalitas), seperti Asya’irah dan Maturidiyah, mereka muncul setelah para penganut ta’thil kulli.

Kedua : Kelompok yang menganut paham at-Ta’thil secara juz’i (parsial tidak totalitas).

Pernyataan para Salaf juga mencakup mereka, dimana istilah “Mu’atthil” juga mereka tujukan kepada setiap orang yang menyelisihi pemahaman Ahlusunah seputar sifat-sifat Allah ﷻ, tanpa merinci bentuk penyelisihan tersebut. Dan inilah yang dapat disimpulkan dari ucapan Abu Zur’ah Ar-Razi dan Abu Bakr Al-Humaidi.

Hal ini juga dibuktikan oleh dua poin berikut:

● Para Salaf dahulu memvonis seseorang dengan Mu’atthil ketika mereka mendapati dirinya menjuluki orang yang menetapkan sifat-sifat Allah ﷻ dengan sebutan Musyabbih.

● Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Dahulu mereka (para Salaf) memvonis seorang yang selalu meniadakan tasybih (antromorfis) namun tanpa disertai isbat terhadap sifat-sifat Allah ﷻ, dengan sebutan Jahmi (penganut ideologi Jahmiyah) nan Mu’atthil.

Ini banyak sekali ditemukan di sela-sela pernyataan para Salaf. Karena Jahmiyah dan Muktazilah –sampai saat ini- menamai orang yang menetapkan salah satu dari sifat Allah ﷻ dengan julukan Musyabbih. Dan penamaan tersebut adalah bentuk kedustaan dan rekayasa mereka semata." ([33])

Dan sudah dimaklumi bahwa para Mu’atthilah dengan berbagai warnanya, mereka menjuluki Ahlusunah dengan Musyabbihah (pelaku tasybih).

Bahkan Mu’atthilah memvonis siapa pun yang menetapkan sifat Allah ﷻ dengan Musyabbihah, walaupun hanya satu sifat.

Bahkan Muktazilah pun menjuluki Asya’irah dengan Musyabbihah (karena Asya’irah menetapkan sebagian sifat-sifat Allah ﷻ). ([34])

Para imam Ahlusunah sepeninggal mereka (Abu Zur’ah dan Al-Humaidi) yang menghadapi bid’ah yang dibawa oleh Asya’irah –seperti Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah– juga menamai Asya’irah dengan Jahmiyah. ([35])

Abu Hatim rahimahullah mengatakan:

مَا خَلَفَ أَبُوْ زُرْعَةَ بَعْدَهُ مِثْلهُ

Tidak seorang pun sepeninggal Abu Zur’ah yang setara dengannya” [Tadzkirah al-Huffazh (2/577)].

Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah mengatakan, “4 imam besar Islam: Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Hammad bin Zaid, dan Abdullah bin Al-Mubarak

Beliau wafat pada tahun 81/82H.[Wafayat al-A’yan (3/32) dan Tadzkirah al-Huffazh (1/274)].

Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- mengatakan, “Aku tidak pernah menemukan sosok yang serupa dengan Waki’. Ia banyak menghafal hadis, mengulang hafalannya sembari menyebutkan fikihnya dengan baik, tambah lagi sifat wara’ dan kesungguhan yang tinggi, serta tidak pernah membicarakan siapa pun

Beliau wafat pada tahun 197H. [Tadzkirah al-Huffazh (1/306)]

Muhammad bin Aslam At-Thusi –rahimahullah- mengatakan ketika Ishaq bin Rahawaih wafat, “Aku tidak pernah menyaksikan sosok yang lebih besar rasa takutnya kepada Allah ﷻ daripada Ishaq. Ia adalah manusia yang paling alim. Sungguh jika ia hidup di zaman Sufyan Ats-Tsauri, pasti Ishaq akan dibutuhkan olehnya

Beliau wafat pada tahun 238H. [Shafwah ash-Shafwah (2/766-768)]

Imam Ahmad bin Hambal –rahimahullah- mengatakan, “Al-Humaidi menurut kami adalah seorang imam besar

Beliau wafat pada tahun 219H. [Al-Bidayah wa an-Nihayah (14/238) dan Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra (2/140)].

Siapa pun yang meniadakan uluw-nya (tingginya) Allah ﷻ di atas Arasy-Nya, pastilah akan menamai orang yang mengakuinya sebagai Musyabbih.

Siapa pun yang meniadakan sifat-sifat khabariyyah dan ainiyyah Allah ﷻ, pastilah ia akan memvonis mereka yang meyakininya sebagai Musyabbihah.

Dan sudah dimaklumi bahwa Ar-Razi –salah satu penggawa Asya’irah- dan yang sepaham dengannya, telah divonis oleh Muktazilah dan yang sepaham dengan mereka sebagai Musyabbihah.” [Bayan Talbis al-Jahmiyah (1/379)]

Dan kitab-kitab rujukan Muktazilah adalah saksi akan hal ini, dimana ia sarat akan penjulukan Asya’irah dengan Musyabbihah.

Pertama : Kelompok ekstremis yang meniadakan seluruh nama-nama Allah ﷻ dan sifat-sifat-Nya. Sekalipun terkadang mereka menyebut Allah ﷻ dengan salah satu al-Asma’ al-Husna, mereka berdalih bawah itu hanyalah majas/kiasan belaka.

Kedua : Jahmiyah dari kalangan Muktazilah. Mereka mengakui nama-nama Allah ﷻ secara umum, namun mengingkari sifat-sifat-Nya c. Dan mereka ini adalah yang paling populer dari kalangan Jahmiyah.

Ketiga : Kelompok Shifatiyyah yang menetapkan nama-nama Allah ﷻ dan sifat-sifat-Nya, namun mereka terpengaruhi ideologi Jahmiyah. Seperti mereka yang mengakui nama-nama Allah ﷻ dan sifat-sifat-Nya secara umum, namun mengingkari dan menakwil sebagian nama-nama Allah ﷻ dan sifat-sifat-Nya, baik sifat khabariyyah atau pun selainnya. [At-Tis’iniyyah : (1/265-271)].

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menamai kitabnya yang membantah Ar-Razi –salah satu pentolan Asya’irah- dengan : Bayan Talbis al-Jahmiyah, yang artinya: “Menyingkap Tipu Daya Jahmiyah”.


Bersambung ke Bagian-8...


Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukun Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

https://bekalislam.firanda.com/syarah-rukun-iman

---------------

Footnote:

([23]) Zaid bin Abdul Aziz bin Zaid bin Abdul Aziz bin Abdul Wahhab bin Muhammad bin Nasir bin Fayyad, salah satu ulama Najd. Beliau telah berguru kepada banyak ulama, di antaranya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Abdul Lathif bin Ibrahim Alu Syaikh, Abdurrahman bin Qasim, Abdul Aziz bin Baz, dan Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi –rahimahumullah-. Beliau banyak memiliki karya tulis dalam bidang akidah, dan juga bantahan-bantahan terhadap berbagai ideologi sesat. Beliau wafat pada tahun 1416H. [Ulama’ Najd khilal Tsamaniyah Qurun : (2/203-208)].

([24]) Ar-Raudah an-Nadiyyah Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah (29)

([25]) Abu Zur’ah Ubaidullah bin Abdul Karim bin Yazid bin Fakhru Ar-Razi, maula kaum Quraisy. Beliau adalah seorang imam, hafiz, dan yang terbaik di zamannya, baik dari segi hafalan, kecerdasan, kebaikan agama, keikhlasan, wawasan, dan pengaplikasian ilmu.

([26]) Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadih Al-Marwazi, maula Bani Hanzhalah. Seorang imam, hafiz, dan Syaikhul Islam. Beliau memiliki banyak karya tulis yang kaya faedah.

([27]) Waki’ bin Al-Jarrah bin Malih Ar-Ru’asi Al-Kufi. Seorang imam, hafiz, tsabt, tokoh ahli hadis di Irak, dan salah satu imam besar umat Islam.

([28]) Al-Hujjah fi Bayan al-Mahajjah (1/178 dan 1/196-197).

([29]) Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibrahim, Abu Ya’qub Al-Hanzhali, salah seorang imam besar umat Islam. Beliau melakukan perjalanan menuntut ilmu ke Irak, Hijaz, Yaman, Syam, kemudian kembali dan menetap di Naisabur.

([30]) Syarh Ushul I’tiqad Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah (2/588).

([31]) Abdullah bin Az-Zubair bin Isa Al-Qurasyi Al-Asadi Al-Makki, Abu Bakr Al-Humaidi. Penulis Al-Musnad dan salah satu murid Imam Asy-Syafi’i.

([32]) Dzamm at-Ta’wil (1/24) .

([33]) Majmu’ al-Fatawa (5/110).

([34]) Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan, “Oleh karena itu para Salaf ketika melihat seseorang yang berlebihan dalam mencela Musyabbihah, mereka langsung mengetahui bahwa ia adalah seorang Jahmi nan Mu’atthil. Hal itu didasari pengetahuan mereka bahwa Jahmiyah telah memvonis dengan julukan tersebut (Musyabbihah) setiap orang yang beriman dengan nama-nama Allah ﷻ dan sifat-sifat-Nya.

([35]) Syaikhul Islam rahimahullah menyebutkan bahwa Jahmiyah memiliki 3 tingkatan, yaitu:

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive