Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, June 30, 2023

Perbanyak Do'a Sapu Jagat di Hari Tasyrik

Perbanyak Do'a Sapu Jagat di Hari Tasyrik
Bismillah...

Hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) adalah hari yang memiliki kemuliaan.

• Rasulullah ﷺ bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺃَﻋْﻈَﻢَ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡُ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ ﺛُﻢَّ ﻳَﻮْﻡُ ﺍﻟْﻘَﺮِّ

Sesungguhnya hari yang paling mulia di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala adalah hari Idul Adha dan yaumul qarr (hari tasyriq)..” (HR. Abu Daud no. 1765, dishahihkan oleh Al-Albani)

Selain itu hari tasyrik juga hari menyantap makanan dan minuman serta hari di mana kita dianjurkan banyak berdzikir mengingat Allah.

• Sebagaimana firman Allah ﷻ,

ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓِﻲ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣَﻌْﺪُﻭﺩَﺍﺕٍ

Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang (hari tasyrik)” (QS. Al Baqarah: 203)

• Dan sabda Rasulullah ﷺ,

ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺘﺸﺮﻳﻖ ﺃﻳﺎﻡ ﺃﻛﻞ ﻭﺷﺮﺏ ﻭﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ

Hari Taysrik adalah hari makan, minum dan mengingat Allah..” (HR. Muslim)

Ada do'a yang dianjurkan untuk banyak di baca pada hari tasyrik ini yaitu do'a yang dikenal oleh orang Indonesia dengan nama "DO'A SAPU JAGAT”.

• Ini berdasarkan firman Allah ﷻ,

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdo'a : “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,

RABBANA AATINA FID DUNYA HASANAH WA FIL AKHIRATI HASANAH WA QINA‘ADZABAN NAAR

"Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al Baqarah: 200-201)

• Ikrimah رحمه الله تعالى berkata,

ﻛﺎﻥ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳُﺪﻋﻰ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺘﺸﺮﻳﻖ : رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Disunnahkan membaca do'a ini pada hari tasyrik,

RABBANA AATINA FID DUNYA HASANAH WA FIL AKHIRATI HASANAH WA QINA ‘ADZABAN NAAR

"Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

Secara umum do'a “SAPU JAGAT” ini adalah do'a yang memiliki banyak keutamaan dan merupakan do'a yang sering dipanjatkan oleh Nabi ﷺ, untuk meminta kebaikan dunia dan akhirat. 

• Anas bin Malik رضي الله عنه mengatakan,

ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺩُﻋَﺎﺀِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺁﺗِﻨَﺎ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺣَﺴَﻨَﺔً ، ﻭَﻓِﻰ ﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﺣَﺴَﻨَﺔً ، ﻭَﻗِﻨَﺎ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ

Do’a yang paling banyak dibaca oleh Nabi ﷺ adalah,

ALLAHUMMA RABBANA AATINA FID DUNYA HASANAH WA FIL AKHIRATI HASANAH WA QINA ‘ADZABAN NAAR” 

"Ya Allah, Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (HR. Bukhari no. 2389 dan Muslim no. 2690)


✒️Ustadz dr. Raehanul Bahraen  حفظه الله تعالى


🌐 https://muslim.or.id/28661-sunnah-memperbanyak-doa-sapu-jagat-di-hari-tasyrik.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Nikmat Terbesar Para Penduduk Surga

Nikmat Terbesar Para Penduduk Surga
Bismillah...

Kawan! Bila di dunia anda begitu menikmati pemandangan yang indah, maka tahukah anda bahwa nikmat paling besar yang Allah berikan kepada penduduk surga ialah nikmat memandang wajah-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ,إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)

Allah juga berfirman:

۞ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS. Yunus: 26). 

Tahukah anda kawan apa yang dimaksud dengan al-husna ?

Al husna adalah surga.

Dan tahukah anda apa yang dimaksud: az-ziyadah pada ayat di atas?

Az ziyadah yang dimaksud adalah nikmat tambahan berupa melihat wajah Allah pada hari kiamat. 

Dalam ayat lainnya disebutkan,

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (Qaaf: 35). 

Tambahan yang dimaksud pada ayat ini sama dengan yang disebutkan pada ayat sebelumnya, yaitu melihat wajah Allah.

Kelak di hari qiyamat setelah penduduk surga masuk ke surga, Allah akan menampakkan wajah-Nya kepada para penghuni surga pada setiap hari Jum’at . 

Demikian imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim.

Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ حَدَّثَنَا ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

“Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala berfirman kepada penduduk surga: “Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu tambahan dari kenikmatan surga? 

Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? 

Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka?” 

Maka pada waktu itu Allah membuka hijab yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia.

Para penghuni surga tidak pernah mendapatkan kenikmatan yang lebih mereka sukai daripada melihat Allah ‘azza wa jalla.” 

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca :

۞ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS. Yunus: 26). (HR. Muslim 181)

Firman Allah Ta’ala,

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah). Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS al-Qiyaamah: 22-23)

Semoga Allah menyatukan kita semua di dalam surga-Nya dan mengaruniakan kepada kita nikmat memandang wajah-Nya. Amiin


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0QigJgEwWmS9NKRkocUdU1uJpPJsAdgpWr9f3BMPtz4NwXtarnMTzm3UNZB6VbaDxl&id=100044302190144

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Ringkasan Panduan Haji (8), Kesalahan-Kesalahan Seputar Haji

Ringkasan Panduan Haji (8), Kesalahan-Kesalahan Seputar Haji
Bismillah...

Kesalahan ketika ihram

● Melewati miqot tanpa berihram seperti yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji Indonesia dan baru berihram ketika di Jeddah.

● Keyakinan bahwa disebut ihram jika telah mengenakan kain ihram. Padahal sebenarnya ihram adalah berniat dalam hati untuk masuk melakukan manasik.

● Wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas meninggalkan ihram karena menganggap ihram itu harus suci terlebih dahulu. Padahal itu keliru. Yang tepat, wanita haidh atau nifas boleh berihram dan melakukan manasik haji lainnya selain thawaf. Setelah ia suci barulah ia berthawaf tanpa harus keluar menuju Tan’im atau miqot untuk memulai ihram karena tadi sejak awal ia sudah berihram.


Kesalahan dalam thawaf

● Membaca doa khusus yang berbeda pada setiap putaran thawaf dan membacanya secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang pemandu. Ini jelas amalan yang tidak pernah diajarkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

● Melakukan thawaf di dalam Hijr Isma’il. Padahal thawaf harus dilakukan di luar Ka’bah, sedangkan Hijr Isma’il itu berada dalam Ka’bah.

● Melakukan roml pada semua putaran. Padahal roml hanya ada pada tiga putaran pertama dan hanya ada pada thawaf qudum dan thawaf umrah.

● Menyakiti orang lain dengan saling mendorong dan desak-desakan ketika mencium hajar Aswad. Padahal menycium hajar Aswad itu sunnah (bukan wajib) dan bukan termasuk syarat thawaf.

● Mencium setiap pojok atau rukun Ka’bah. Padahal yang diperintahkan untuk dicium atau disentuh hanyalah hajar Aswad dan rukun Yamani.

● Berdesak-desakkan untuk shalat di belakang makam Ibrahim setelah thawaf. Padahal jika berdesak-desakkan boleh saja melaksanakan shalat di tempat mana saja di Masjidil Haram.

● Sebagian wanita berdesak-desakkan dengan laki-laki agar bisa mencium hajar Aswad. Padahal ini adalah suatu kerusakan dan dapat menimbulkan fitnah.


Kesalahan ketika sa’i

● Sebagian orang ada yang meyakini bahwa sa’i tidaklah sempurna sampai naik ke puncak bukit Shafa atau Marwah. Padahal cukup naik ke bukitnya saja, sudah dibolehkan.

● Ada yang melakukan sa’i sebanyak 14 kali putaran. Padahal jalan dari Shafa ke Marwah disebut satu putaran dan jalan dari Marwah ke Shafa adalah putaran kedua. Dan sa’i akan berakhir di Marwah.

● Ketika naik ke bukit Shafa dan Marwah sambil bertakbir seperti ketika shalat. Padahal yang disunnahkan adalah berdoa dengan memuji Allah dan bertakbir sambil menghadap kiblat.

● Shalat dua raka’at setelah sa’i. Padahal seperti ini tidak diajarkan dalam Islam.

● Tetap melanjutkan sa’i ketika shalat ditegakkan. Padahal seharusnya yang dilakukan adalah melaksanakan shalat jama’ah terlebih dahulu.


Kesalahan di Arafah

● Sebagian jamaah haji tidak memperhatikan batasan daerah Arafah sehingga ia pun wukuf di luar Arafah.

● Sebagian jamaah keluar dari Arafah sebelum matahari tenggelam. Yang wajib bagi yang wukuf sejak siang hari, ia diam di daerah Arafah sampai matahari tenggelam, ini wajib. Jika keluar sebelum matahari tenggelam, maka ada kewajiban menunaikan dam karena tidak melakukan yang wajib.

● Berdesak-desakkan menaiki bukit di Arafah yang disebut Jabal Rahmah dan menganggap wukuf di sana lebih afdhol. Padahal tidaklah demikian. Apalagi mengkhususkan shalat di bukit tersebut, juga tidak ada dalam ajaran Islam.

● Menghadap Jabal Rahmah ketika berdo’a. Padahal yang sesuai sunnah adalah menghadap kiblat.

● Berusaha mengumpulkan batu atau pasir di Arafah di tempat-tempat tertentu. Seperti ini adalah amalan bid’ah yang tidak pernah diajarkan.

● Berdesak-desakkan dan sambil mendorong ketika keluar dari Arafah.


Kesalahan di Muzdalifah

● Mengumpulkan batu untuk melempar jumroh ketika sampai di Muzdalifah sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’. Dan diyakini hal ini adalah suatu anjuran. Padahal mengumpulkan batu boleh ketika perjalanan dari Muzdalifah ke Mina, bahkan boleh mengumpulkan di tempat mana saja di tanah Haram.

● Sebagian jama’ah haji keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam. Seperti ini tidak disebut mabit. Padahal yang diberi keringanan keluar dari Muzdalifah adalah orang-orang yang lemah dan itu hanya dibolehkan keluar setelah pertengahan malam. Siapa yang keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam tanpa adanya uzur, maka ia telah meninggalkan yang wajib.


Kesalahan ketika melempar jumroh

● Saling berdesak-desakkan ketika melempar jumroh. Padahal untuk saat ini lempar jumroh akan semakin mudah karena kita dapat memilih melempar dari lantai dua atau tiga sehingga tidak perlu berdesak-desakkan.

● Melempar jumroh sekaligus dengan tujuh batu. Yang benar adalah melempar jumroh sebanyak tujuh kali, setiap kali lemparan membaca takbir “Allahu akbar”.

● Di pertengahan melempar jumroh, sebagian jama’ah meyakini bahwa ia melempar setan. Karena meyakini demikian sampai-sampai ada yang melempar jumroh dengan batu besar bahkan dengan sendal. Padahal maksud melempar jumroh adalah untuk menegakkan dzikir pada Allah, sama halnya dengan thawaf dan sa’i.

● Mewakilkan melempar jumroh pada yang lain karena khawatir dan merasa berat jika mesti berdesak-desakkan. Yang benar, tidak boleh mewakilkan melempar jumroh kecuali jika dalam keadaan tidak mampu seperti sakit.

● Sebagian jama’ah haji dan biasa ditemukan adalah jama’ah haji Indonesia, ada yang melempar jumrah di tengah malam pada hari-hari tasyrik bahkan dijamak untuk dua hari sekaligus (hari ke-11 dan hari ke-12).

● Pada hari tasyrik, memulai melempar jumroh aqobah, lalu wustho, kemudian ula. Padahal seharusnya dimulai dari ula, wustho lalu aqobah.

Lemparan jumroh tidak mengarah ke jumroh dan tidak jatuh ke kolam. Seperti ini mesti diulang.


Kesalahan di Mina

● Melakukan thawaf wada’ dahulu lalu melempar jumrah, kemudian meninggalkan Makkah. Padahal seharusnya thawaf wada menjadi amalan terkahir manasik haji.

● Menyangka bahwa yang dimaksud barangsiapa yang terburu-buru maka hanya dua hari yang ia ambil untuk melempar jumrah yaitu hari ke-10 dan ke-11. Padahal itu keliru. Yang benar, yang dimaksud dua hari adalah hari ke-11 dan ke-12. Jadi yang terburu-buru untuk pulang pada hari ke-12 lalu ia ia melempar tiga jumrah setelah matahari tergelincir dan sebelum matahari tenggelam, maka tidak ada dosa untuknya.


Kesalahan ketika Thawaf Wada’

● Setelah melakukan thawaf wada’, ada yang masih berlama-lama di Makkah bahkan satu atau dua hari. Padahal thawaf wada’ adalah akhir amalan dan tidak terlalu lama dari meninggalkan Makkah kecuali jika ada uzur seperti diharuskan menunggu teman.

● Berjalan mundur dari Ka’bah ketika selesai melaksanakan thawaf wada’ dan diyakini hal ini dianjurkan. Padahal amalan ini termasuk bid’ah.


Wallahu Ta’ala a’lam. Walhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


Referensi Kitab

● Al Hajj Al Muyassar, Sholeh bin Muhammad bin Ibrahim As Sulthon, terbitan Maktabah Al Malik Fahd Al Wathoniyah, cetakan keempat, 1430 H.

● Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, sumber dari Mawqi’ Ya’sub (nomor halaman sesuai cetakan).

● Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama dan Urusan Islam Kuwait.

● Al Minhaj li Muriidil Hajj wal ‘Umroh, Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Muassasah Al Amiyah Al ‘Anud.

● Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi-Beirut, cetakan kedua, 1392 H.

● Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Darul Fikr-Beirut, cetakan pertama, 1405 H.

● An Nawazil fil Hajj, ‘Ali bin Nashir Asy Syal’an, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, 1431 H.

● Ar Rofiq fii Rihlatil Hajj, Majalah Al Bayan, terbitan 1429 H.

● Fiqhus Sunnah, Sayid Sabiq, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan ketiga, 1430 H.

● Mursyid Al Mu’tamir wal Haaj waz Zaair fii Dhouil Kitab was Sunnah, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qohthoni, terbitan Maktabah Al Malik Fahd Al Wathoniyah, cetakan ketiga, 1418 H.

● Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, terbitan Darus Salam, cetakan kedua, 1422 H.

● Taisirul Fiqh, Prof. Dr. Sholeh bin Ghonim As Sadlan, terbitan Dar Blansia, cetakan pertama, 1424 H.

● Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Saalim, terbitan Maktabah At Taufiqiyah.

● Shifatul Hajj wal ‘Umrah, terbitan bagi pengurusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, cetakan keduabelas, 1432 H.

● Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, 1424 H.


Referensi Buku Indonesia

Meneladani Manasik Haji dan Umrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Mubarak bin Mahfudh Bamuallim, Lc, terbitan Pustaka Imam Asy Syafi’i, cetakan ketiga, 1429 H.


Referensi Mawqi’

Mawqi’ Islam Web: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=58685

Mawqi’ resmi Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz : http://www.binbaz.org.sa/mat/3737

Mawqi’ Dorar.net: http://www.dorar.net/art/379


https://rumaysho.com/2897-ringkasan-panduan-haji-8-kesalahan-kesalahan-seputar-haji.html


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Thursday, June 29, 2023

Hari Tasyrik

Hari Tasyrik
Bismillah...

حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami Khalid dari Abul Malih dari Nubaisyah Al Hudzali dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda,

"Hari-hari Tasyrik (tanggal sebelas, dua belas dan tiga belas Dzulhijah) adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah 'azza wajalla".

(HR. Imam Ahmad no 19797, Kitab Musnad penduduk Bashrah, Isnad shahih menurut Syu'aib al Arnuth)

عَنْ يُونُسَ بْنِ شَدَّادٍ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صَوْمِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ

"Dari Yunus bin Syaddad sesungguhnya Rasulullah ﷺ melarang berpuasa pada Hari-Hari Tasyrik".

(HR. imam Ahmad no 16107, Kitab : Musnad penduduk Madinah, Shahih Li Ghairihi menurut Sy'aibal Arnuth)

PERBANYAK BERSHALAWAT KEPADA RASULULLAH ﷺ DI HARI JUM'AT

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

(QS. Al Ahzab ; 56)

أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

Perbanyaklah shalawat kepadaku  pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” 

(HR. Baihaqi,Hadits Hasan lighoirihi dalam Sunan Al Kubro)

إن من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين

Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua Jum’at

(HR. An Nasa’i dan Baihaqi hadits Shahih / Shohihul Jami' no 6470)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Jika Pemerintah Salah Dalam Keputusan Penentuan Hari Raya

Jika Pemerintah Salah Dalam Keputusan Penentuan Hari Raya
Bismillah...

Pemerintah membuat keputusan hari raya  misalnya dengan menggunakan hisab, atau mengikuti penanggalan di kalender, atau dengan semisalnya yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at, maka –wallahu ‘alam- tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk berhari raya sendiri-sendiri. Mereka tetap diharuskan untuk berhari raya bersama kebanyakan kaum muslimin, dalam hal ini bersama pemerintah demi menjaga persatuan dan tidak jatuh ke dalam jurang perpecahan. Sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

Puasa kalian adalah pada hari kalian berpuasa. Dan berbuka kalian, ialah pada hari kalian berbuka. Dan hari penyembelihan kalian, ialah hari ketika kalian (semua) menyembelih”.

Ash-Shan’ani, ketika mensyarah hadits ini berkata, “Dalam hadits ini, dalil yang menetapkan hari raya sesuai dengan (kebanyakan) manusia karena orang yang sendirian mengetahui hari raya dengan ru’yah, wajib baginya untuk mengikuti orang lain dan diharuskan shalat, berbuka dan kurban bersama dengan mereka"

[Subulus Salam (2/134)]

Dari Abu Umair bin Anas dan paman-pamannya dari kalangan kaum Anshar Radhiyallahu ‘anhum berkata, “Awan menutupi kami pada hilal Syawal. Maka pagi tersebut kami berpuasa. (Kemudian) datanglah kafilah pada sore harinya. Mereka bersaksi kepada Rasulullah ﷺ, bahwa kemarin mereka melihat hilal. Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan orang-orang untuk berbuka saat itu juga, dan keluar besok paginya untuk shalat Ied”.

[Hadits dengan lafadz ini dikeluarkan oleh Abu Dawud, Kitab Shalat, Bab (Idza Lam Yakhrujil Imam Lil id..) No. 1157]

Asy-Syaukani menyebutkan, "Diperbolehkan shalat Ied pada hari kedua. Tidak ada perbedaan antara adanya keraguan dan yang lainnya karena udzur, baik karena ragu atau alasan lainnya, dengan mengqiaskan dengannya”.

[Lihat Nalilul Authar (2/295)]

Lebih tegas lagi Syaikhul Islam menyebutkan, "Jika dikatakan, 'Bisa saja pemerintah diserahi untuk menetapkan hilal lalai, karena menolak persaksian orang-orang yang terpercaya. Bisa saja karena kelalaian dalam meneliti amanah mereka. Bisa saja persaksian mereka ditolak, karena adanya permusuhan antara pemerintah dengan mereka. Atau sebab-sebab lain yang tidak disyari’atkan. Atau karena pemerintah bersandarkan dengan perkataan ahli nujum yang menyatakan melihat hilal”.

Maka dikatakan (kepada mereka), "Hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah (dengan cara apapun) tidak akan berbeda dengan orang yang mengikuti pemerintah dengan melihat ru’yah hilal ; baik sebagai mujtahid yang benar atau (mujtahid) yang salah atau lalai..

Sebagaimana telah disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Nabi ﷺ bersabda tentang para penguasa,

‎يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

Shalatlah bersama mereka. Jika mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian dan mereka. Jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian (dan) dosanya untuk mereka”.

[Lihat: Majmu’ Fatawa: 23/115-116]

"Jadi, kesalahan dan kelalaian pemerintah, tidak ditanggung kaum muslimin yang tidak melakukan kelalaian atau kesalahan".

[Majmu’ Fatawa (25/206)]


Wallahu a’lam..


Referensi : almanhaj


@thesunnah_path

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Ringkasan Panduan Haji (7), Amalan-amalan Haji

Ringkasan Panduan Haji (7), Amalan-amalan Haji
Bismillah...

Setelah berihram, lalu melakukan thawaf qudum bagi yang berhaji ifrod dan qiron. Sedangkan bagi yang berhaji tamattu’, setelah berihram, ia melakukan thawaf umrah dan sa’i umrah, kemudian tahallul dan boleh melakukan larangan-larangan ihram. Sampai datang tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah) barulah melakukan amalan-amalan berikut.

Tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah)

● Pada waktu Dhuha, jamaah haji berihram dari tempat tinggalnya dengan niat akan melaksanakan ibadah haji, ini bagi yang berniat haji tamattu’. Sedangkan bagi yang berniat haji ifrad dan qiron, ia tetap berihram dari awal.

● Setelah berihram, wajib menjauhi segala larangan ihram.

● Memperbanyak talbiyah.

● Bertolak menuju Mina sambil bertalbiyah.

● Melaksanakan shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya’ dan Shubuh di Mina. Shalat-shalat tersebut dikerjakan di waktunya masing-masing (tanpa dijamak) dan shalat empat raka’at (Zhuhur, Ashar, dan Isya) diqoshor.

● Mabit (bermalam) di Mina dan hukumnya sunnah.

● Memperbanyak dzikir kala itu seperti dzikir pagi dan petang, juga dzikir lainnya.


Tanggal 9 Dzulhijjah (Hari Arafah)

● Sesudah shalat Shubuh di Mina dan setelah matahari terbit, bertolak menuju Arafah sambil bertalbiyah dan bertakbir.

● Pada hari Arafah, yang disunnahkan bagi jama’ah haji adalah tidak berpuasa sebagaimana contoh dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

● Jika memungkinkan, sebelum wukuf di Arafah, turun sebentar di masjid Namirah hingga masuk waktu Zhuhur.

● Jika memungkinkan, mendengarkan khutbah di masjid Namirah, lalu mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim dan diqashar dengan satu adzan dan dua iqamah.

● Setelah shalat Zhuhur, memasuki padang Arafah untuk melaksanakan wukuf.

● Ketika wukuf, berupaya semaksimal mungkin untuk berkonsentrasi dalam do’a, dzikir dan merendahkan diri kepada Allah.

● Menghadap ke arah kiblat ketika berdo’a sambil mengangkat kedua tangan dengan penuh kekhusyu’an.

● Tidak keluar meninggalkan Arafah kecuali setelah matahari tenggelam.

● Setelah matahari terbenam, bertolak menuju Muzdalifah dengan penuh ketenangan.

● Sampai di Muzdalifah, lakukan terlebih dahulu shalat Maghrib dan Isya’ dengan dijamak dan diqashar (shalat Maghrib 3 rakaat, sedangkan shalat Isya’ 2 raka’at) dengan satu adzan dan dua iqamah.

● Mabit di Muzdalifah dilakukan hingga terbit fajar. Adapun bagi kaum lemah dan para wanita dibolehkan untuk berangkat ke Mina setelah pertengahan malam.

*Tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Nahr atau Idul Adha)*

● Para jamaah haji harus shalat Shubuh di Muzdalifah, kecuali kaum lemah dan para wanita yang telah bertolak dari Muzdalifah setelah pertengahan malam.

● Setelah shalat Shubuh, menghadap ke arah kiblat, memuji Allah, bertakbir, bertahlil, serta berdo’a kepada Allah hingga langit kelihatan terang benderang.

● Berangkat menuju Mina sebelum matahari terbit dengan penuh ketenangan sambil bertalbiyah/ bertakbir.

● Ketika tiba di lembah Muhasir, langkah dipercepat bila memungkinkan.

● Menyiapkan batu untuk melempar jumroh yang diambil dari Muzdalifah atau dari Mina.

● Melempar jumroh ‘aqobah dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.

● Setelah melempar jumroh ‘Aqobah berhenti bertalbiyah.

● Bagi yang berhaji tamattu’ dan qiran, menyembelih hadyu setelah itu. Yang tidak mampu menyembelih hadyu, maka diwajibkan berpuasa selama 10 hari: 3 hari pada masa haji dan 7 hari setelah kembali ke kampung halaman. ● Puasa pada tiga hari saat masa haji boleh dilakukan pada hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

● Mencukur rambut atau memendekkannya. Namun mencukur (gundul) itu lebih utama. Bagi wanita, cukup menggunting rambutnya sepanjang satu ruas jari.

● Jika telah melempar jumroh dan mencukur rambut, maka berarti telah tahallul awwal. Ketika itu, halal segala larangan ihram kecuali yang berkaitan dengan wanita. Setelah tahallul awwal boleh memakai pakaian bebas.

● Menuju Makkah dan melaksanakan thawaf ifadhoh.

● Melaksanakan sa’i haji antara Shafa dan Marwah bagi haji tamattu’ dan bagi haji qiron dan ifrod yang belum melaksanakan sa’i haji. Namun jika sa’i haji telah dilaksanakan setelah thawaf qudum, maka tidak perlu lagi melakukan sa’i setelah thawaf ifadhoh.

● Dengan selesai thawaf ifadhoh berarti telah bertahallul secara sempurna (tahalluts tsani) dan dibolehkan melaksanakan segala larangan ihram termasuk jima’ (hubungan intim dengan istri).


Tanggal 11 Dzulhijjah (Hari Tasyrik)

● Mabit di Mina pada sebagian besar malam.

● Menjaga shalat lima waktu dengan diqashar (bagi shalat yang empat raka’at) dan dikerjakan di waktunya masing-masing (tanpa dijamak).

● Memperbanyak takbir pada setiap kondisi dan waktu.

● Melempar jumroh yang tiga setelah matahari tergelincir, mulai dari jumroh ula (shugro), jumroh wustho, dan jumroh kubro (aqobah).

● Melempar setiap jumroh dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.

● Termasuk yang disunnahkan ketika melempar adalah menjadikan posisi Makkah berada di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan.

● Setelah melempar jumroh ula dan wustho disunnahkan untuk berdoa dengan menghadap ke arah kiblat. Namun, setelah melempar jumroh aqobah tidak disunnahkan untuk berdo’a.

● Mabit di Mina.


Tanggal 12 Dzulhijjah (Hari Tasyrik)

● Melakukan amalan seperti hari ke-11.

● Jika selesai melempar ketiga jumroh lalu ingin pulang ke negerinya, maka dibolehkan, namun harus keluar Mina sebelum matahari tenggelam. ● Kemudian setelah itu melakukan thawaf wada’. Keluar dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah disebut nafar awwal.

● Bagi yang ingin menetap sampai tanggal 13 Dzulhijjah, berarti di malamnya ia melakukan mabit seperti hari sebelumnya.


Tanggal 13 Dzulhijjah (Hari Tasyrik)

● Melakukan amalan seperti hari ke-11 dan ke-12.

● Setelah melempar jumroh sesudah matahari tergelincir, kemudian bertolak meninggalkan Mina. Ini dinamakan nafar tsani.

● Jika hendak kembali ke negeri asal, maka lakukanlah thawaf wada’ untuk meninggalkan Baitullah. Bagi wanita haidh dan nifas, mereka diberi keringanan tidak melakukan thawaf wada’. ● Thawaf wada’ adalah manasik terakhir setelah manasik lainnya selesai. (Sebagian besar diambil dari Meneladani Manasik Haji dan Umrah, 131-144


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 


https://rumaysho.com/2895-ringkasan-panduan-haji-7-amalan-amalan-haji.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Wednesday, June 28, 2023

Keagungan Idul Adha dan Hari-hari Tasyriq

Keagungan Idul Adha dan Hari-hari Tasyriq
Bismillah...

• Rasulullah ﷺ bersabda,

إنَّ أعظمَ الأيَّامِ عندَ اللَّهِ تبارَكَ وتعالَى يومُ النَّحرِ ثمَّ يومُ القُرِّ

"Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah tabaroka wa ta'ala adalah hari an-Nahr (penyembelihan, yaitu 10 Dzulhijjah) dan hari al-qorr (mabit di Mina, yaitu 11 Dzulhijjah)". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Qurth radhiyallahu’anhu, Shahih Abi Daud: 1765)

• Rasulullah ﷺ juga bersabda,

أَيَّامُ اَلتَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ، وَذِكْرٍ لِلَّهِ تعَالى

"Hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) adalah hari-hari makan dan minum, serta berdzikir kepada Allah". (HR. Muslim dari Nubaisyah Al-Haudzali radhiyallahu’anhu)

☝🏼 DIANTARA AMALAN YANG DISYARI'ATKAN 📖

▪️ Pertama :

Mengamalkan sunnah-sunnah di Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah):

1. Mandi

2. Bersiwak

3. Menggunakan parfum bagi laki-laki

4. Berhias dan mengenakan baju terbaik bagi laki-laki

5. Tidak makan apa pun sebelum sholat Idul Adha

6. Mengambil jalan berbeda

7. Bertakbir dan mengeraskannya di perjalanan

8. Sholat ied

9. Mendengar khutbah

10. Bergembira 

▪️ Kedua :

Berkurban (10-13 Dzulhijjah) dan membagi hewan kurban menjadi tiga bagian :

1. Sebagian dimakan atau disimpan.

2. Sebagian dihadiahkan.

3. Sebagian disedekahkan, hendaklah bagian ini yang paling banyak.

▪️ Ketiga : 

Memperbanyak takbir muthlaq dan muqoyyad, dan mengeraskannya bagi kaum laki-laki :

1. Takbir muthlaq 

Dilakukan di mana saja dan kapan saja, sudah dimulai sejak 1 - 13 Dzulhijjah.

2. Takbir muqoyyad 

Dilakukan setiap habis sholat, sejak ba'da Shubuh 9 Dzulhijjah sampai ba’da Ashar 13 Dzulhijjah.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


✒️Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah:


🌐 t.me/taawundakwah

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Tuesday, June 27, 2023

Perbanyak Do'a di Hari Arafah

Perbanyak Do'a di Hari Arafah
Bismillah...

• Atha’ bin Abi Rabbah berkata, "Jika engkau mampu menyendiri mengasingkan diri pada siang hari Arafah, maka lakukanlah..".

Yakni untuk menyibukkan dengan ibadah dan memperbanyak berdo'a..

• Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah ﷺ bersabda,

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Sebaik-baik do'a adalah do'a pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah,

LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYA-IN QODIIR

'Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu'.” (HR. Tirmidzi no. 3585; Ahmad, 2:210. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih dilihat dari syawahid atau penguat-penguatnya, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1503, 4:8.)

1. Makna sebaik-baik do'a pada hari Arafah yaitu do'a yang dipanjatkan pada saat itu lebih cepat terkabulkan.

2. Tidak terbatas pada do'a diatas, dianjurkan pula berdo'a dengan apapun permintaan hajat kita.

3. Demikian juga berdo'a tidak terbatas untuk mereka yang haji atau berpuasa Arafah.

Termasuk pula anjuran berdo'a bagi mereka yang safar (bepergian), wanita yang berhalangan haidh atau nifas, maupun orang yang sakit serta lain sebagainya..

Berdo'ala di hari Arafah, jangan sia-siakan kesempatan yang ada..


#copas

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Sebaik-baiknya Do'a Pada Hari Arafah

Sebaik-baiknya Do'a Pada Hari Arafah
Bismillah...

 عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ كَرِيزٍ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَأَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ

Dari Thalhah bin 'Ubaidullah bin Kariz, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, 

"Sebaik-baik do'a adalah do'a pada Hari Arafah. Sebaik-baik yang pernah aku baca dan juga nabi-nabi sebelumku adalah,

'LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAH' 

"Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya".

(HR. Imam malik no 449 Kitab Al Quran, Shahih li ghairihi menurut Salim bin ied Al hilaly)

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dari 'Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi ﷺ bersabda, 

"Sebaik-baik do'a adalah do'a pada hari 'Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku katakan adalah,

'LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR'

"Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Maha Menguasai atas segala sesuatu".

(HR. Imam Tirmidizi no 3509 Kitab Doa, hadits Hasan menurut Syekh Muhammad Nashiiruddin Al Albani)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Hari Arafah dan Idul Adha Ikut Siapa?

Hari Arafah dan Idul Adha Ikut Siapa?
Bismillah...

Bila terjadi perbedaan keputusan awal Dzulhijjah yang otomatis berbeda juga hari Arofah dan Idhul Adha-nya antara Pemerintah Saudi Arabia dan Pemerintah kita seperti yang terjadi tahun ini 1444 H, dimana terjadi perbedaan keputusan antara Saudi dengan Indonesia. Hari Senin (19 Juni 2023) sudah tanggal 1 Dzulhijjah di Saudi,  sedangkan keputusan Kemenag adalah Selasa, 20 Juni 2023. 

▪️ Bagaimana menyikapinya?!!

Kaum musliminin biasanya akan berbeda pendapat dalam sikap sebagai berikut:

- Ada yang ikut pemerintah dalam Arafah dan Idul Adha secara mutlak.

- Ada yang ikut Saudi Arabia dalam Arafah dan Idul Adha secara mutlak

- Ada yang ikut Saudi Arabia dalam Arafah saja, sedangkan Idul Adha tetap ikut pemerintah.

▪️ Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan ulama.

Adapun pendapat yang kuat menurut kami adalah tetap ikut Negara masing-masing dengan beberapa argumen kuat  sebagai berikut :

1️⃣ Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah ﷺ

الصَّوْمُ يَوْمَ يَصُوْمُ النَّاسُ وَالْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ

"Puasa itu hari manusia berpuasa dan hari raya itu hari manusia berhari raya".

Perhatikanlah, Nabi tidak membedakan antara Idul Fithri dan Idul Adha. 

Abul Hasan as-Sindi berkata dalam Hasyiyah Ibnu Majah, “Dzohir hadits ini bahwa masalah-masalah ini (Puasa, Idul Fithri dan Idul Adha) bukan urusan pribadi, tetapi dikembalikan kepada Imam dan Jama’ah. Dan wajib bagi personil untuk mengikuti Imam dan Jama’ah. Oleh karenanya, apabila seorang melihat hilal lalu Imam menolak persaksiannya, hendaknya dia tidak mengikuti pendapatnya tetapi dia harus mengikuti Jama’ah dalam hal itu”.

2️⃣ Hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah Islam

حُكْمُ الْحَاكِمِ يَرْفَعُ الْخِلاَفَ

"Keputusan Hakim menyelesaikan perselisihan".

Oleh karenanya, para fuqoha’ menegaskan bahwa, "Hukum/keputusan pemerintah dalam masalah ini menyelesaikan perselisihan dan perbedaan pendapat, karena hal ini akan membawa kemaslahatan persatuan kaum muslimin yang juga merupakan kaidah agung dalam Islam".

(Lihat Al-Istidzkar Ibnu Abdil Barr 10/29 dan Rosail Ibnu Abidin 1/253).

Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syaukani tatkala mengatakan, “Persatuan hati dan persatuan barisan kaum muslimin serta membendung segala celah perpecahan merupakan tujuan syari’at yang sangat agung dan pokok di antara pokok-pokok besar agama Islam. Hal ini diketahui oleh setiap orang yang mempelajari petunjuk Nabi yang mulia dan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah”.

(Al-Fathur Robbani 6/2847-2848).

Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Masyakhina Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, beliau berkata, “Demikian juga hari Arofah, ikutilah negara kalian masing-masing”.

Kata beliau juga, “Hukumnya satu, sama saja (baik dalam Idul Fithri maupun Idul Adha)”.

(Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 19/41, 43).

Begitu pula pendapat syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah

◼️ JAWABAN TERHADAP PENDAPAT YANG TIDAK MENGIKUTI PEMERINTAH ◼️

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa Arafah ikut Saudi karena Arafah itu berkaitan dengan tempat, sedangkan Arafah hanya ada di Saudi Arabia, maka pendapat ini perlu ditinjau ulang kembali, karena beberapa hal :

*Pertama :* Akar perbedaan ulama dalam masalah ini bukan karena Arafah itu berkaitan dengan tempat atau tidak, tetapi kembali kepada masalah ru’yah hilal Dzulhijjah, apakah bila terlihat di suatu Negara maka wajib bagi Negara lainnya untuk mengikutinya ataukah tidak?! 

Dengan demikian, maka patokan Arafah adalah tanggal sembilan Dzulhijjah, adapun istilah “Arafah” hanya sekedar  mim bab Taghlib (kebanyakan saja). Marilah kita cermati hadits berikut,

فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِي الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

"Apabila hilal Dzulhijjah telah terlihat, dan salah seorang diantara kalian hendak berkurban, maka janganlah ia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga ia menyembelih kurbannya".

(HR.  Muslim) 

Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa patokannya adalah terlihatnya hilal Dzilhijjah.

Kedua : Kalau akar permasalahannya adalah karena tempat, hal itu berarti semua kaum muslimin harus mengikuti ru’yah Dzulhijjah Saudi Arabia, sedangkan hal ini tidak mungkin kalau tidak kita katakan mustahil, Karena para ulama falak -seperti dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah- telah bersepakat bahwa mathla’ hilal itu berbeda-beda. Dengan demikian maka mustahil bila semua kaum muslimin di semua Negara ikut ru’yah Saudi Arabia, karena dimaklumi bersama bahwa antara jarak antara Negara bagian barat dan timur sangat jauh sehingga menyebabkan perbedaan tajam tentang waktu terbit dan tenggelamnya matahari, mungkin matahari baru terbit di suatu tempat sedangkan dalam waktu yang bersamaan matahari di tempat yang lain akan terbenam?! Lantas, bagaimana mungkin semua kaum muslimin sedunia bisa berpuasa dan hari raya dalam satu waktu?!!

(Qodhoya Fiqhiyyah Mu’ashiroh, Muhammad Burhanuddin hlm. 98-99. Lihat pula Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 19/47).

Ketiga : Kalau semua kaum muslim sedunia harus mengikuti ru’yah Saudi dalam Arafah, kita berfikir jernih dan bertanya-tanya, "Kalau begitu, bagaimana dengan orang-orang dahulu yang tidak memiliki HP atau telpon seperti pada zaman sekarang?! Apakah mereka menunggu khabar dari saudara mereka yang berada di Arafah saat itu?! Apakah perbedaan seperti ini hanya ada pada zaman kita saja?! Bukankah perbedaan seperti sudah ada sejak dahulu?!"

Al-Hafizh Ibnu Rojab menceritakan bahwa pada tahun 784 H terjadi perselisihan di Negerinya tentang hilal Dzul Qo’dah yang secara otomatis terjadi perbedaan tentang hari Arafah dan Idul Adha-nya.

(Risalah fi Ru’yati Dzil Hijjah (2/599 -Majmu Rosail Ibnu Rojab-).

Karenanya, di zaman Ibnu Hajar terjadi perbedaan antara penduduk mekah dan penduduk Mesir dalam menentukan hari Arafah dan hari raya Idul Adha.

Demikian juga Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, beliau berkata, "Tatkala itu wuquf (padang Arafah) di Mekah hari jum'at -setelah terjadi perselisihan-, sementara hari Raya Ada di Qohiroh (Mesir) adalah hari jum'at".

(Inbaa' Al-Ghomr bi Abnaa' al-Umr fi At-Taariikh 2/425).

Seandainya para ulama dulu ikut ru’yah Saudi Arabia, lantas kenapa ada perselisihan semacam ini?!

Keempat : Jika memang yang ditujukkan adalah menyesuaikan dengan waktu wukufnya para jama'ah haji di padang Arafah (dan bukan tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan masing-masing negeri), maka bagaimanakah cara berpuasanya orang-orang di Sorong Irian Jaya, yang perbedaan waktu antara Mekah dan Sorong adalah 6 jam?. Jika penduduk Sorong harus berpuasa pada hari yang sama -misalnya- maka jika ia berpuasa sejak pagi hari (misalnya jam 6 pagi WIT) maka di Mekah belum wukuf tatkala itu, bahkan masih jam 12 malam. Dan tatkala penduduk Mekah baru mulai wukuf -misalnya jam 12 siang waktu Mekah-, maka di Sorong sudah jam 6 maghrib?. 

Lantas bagaimana bisa ikut serta menyesuaikan puasanya dengan waktu wukuf??

(Dinukil dari http://firanda.com/index.php/artikel/fiqh/786-kapan-puasa-arofah)

Kelima : Jika seandainya terjadi malapetaka atau problem besar atau bencana atau peperangan, sehingga pada suatu tahun ternyata jama'ah haji tidak bisa wukuf di padang Arafah, atau tidak bisa dilaksanakan ibadah haji pada tahun tersebut, maka apakah puasa Arafah juga tidak bisa dikerjakan karena tidak ada jama'ah yang wukuf di padang Arafah? Jawabannya tentu tetap boleh dilaksanakan puasa Arafah meskipun tidak ada yang wukuf di padang Arafah. Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah yang dimaksudkan adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Ala kulli hal (bagaimanapun juga), kami sangat menyadari bahwa masalah ini adalah masalah khilafiyyah mu’tabar, namun sebagai usaha persatuan kaum muslimin, kami menghimbau agar kaum muslimin tidak menyelisihi Pemerintah mereka masing-masing karena hal itu berdampak negatif yang tidak sedikit, apalagi ini merupakan himbaun Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan Kemenag yang dalam hal ini mewakili pemerintahan Indonesia.

(Lihat Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia hlm. 42)

Sebagaimana juga kami menghimbau kepada para dai dan mubaligh serta para ustadz untuk menanamkan kepada masyarakat agar cerdas dalam menyikapi perbedaan dan berlapang dada dalam menyikapi perbedaan seperti ini.

Bila ada yang berkata: “Pendapat ini berarti menjadikan pemerintah sebagai Tuhan selain Allah”.

Maka kami katakan, "Ini meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, ucapan ini kalau memang pemerintah merubah ketentuan syari’at lalu kita mengikutinya, adapun masalah kita sekarang adalah masalah ijtihadiyyah dan khilafiyyah yang mu’tabar, maka sangat tidak tepat sekali ucapan di atas diletakkan dalam masalah ini. Wallahu A’lam".

(lihat Risalah fi Hilal Dzil Hijjah kry  Ibnu Rojab 2/608).


✒️Al Ustadz Abu Ubaidah Muhammad Yusuf As Sidawi حفظه الله تعالى

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Amalan Apa Saja yang Istimewa Pada Hari Arafah?

Amalan Apa Saja yang Istimewa Pada Hari Arafah?
Bismillah...

Hari Arafah adalah hari ke 9 pada bulan Dzulhijjah dimana para jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah hingga matahari terbenam.

Ada banyak keistimewaan dan peristiwa penting yang berlangsung pada hari Arafah. Antara lain Allah menyempurnakan syariat-Nya dan telah meridhai Islam sebagai agama yang paling sempurna.

Allah berbangga pada hari Arafah kepada para malaikat-Nya dimana hamba-Nya menghadap kepada-Nya dalam pelaksanaan wukuf di Arafah.

Pada hari Arafah Allah banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka dan hari Arafah termasuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah yang tidak ada amalan saleh yang paling Allah cintai melebihi hari-hari tersebut.

Lalu amalan apa yang dianjurkan untuk dikerjakan pada hari yang agung tersebut?

1). PUASA ARAFAH

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

يكفر السنة الماضية والباقية 

(Puasa pada hari Arafah) menggugurkan dosa-dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya.” (HR. Muslim 1162)

Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa Asy-Syafii dan ash-hab menganjurkan puasa pada hari Arafah bagi orang yang tidak wukuf. Sedangkan bagi yang wukuf dianjurkan berbuka sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Ummul Fadhl." (Al-Majmu' 6/428)

2). BERTAKBIR

Baik takbir mutlak yang tidak terikat waktu dilafalkan dalam setiap keadaan seperti yang dicontohkan Ibnu Umar dan Abu Hurairah maupun takbir muqayyad yang terikat waktu dilafalkan setiap selesai shalat fardhu dimulai dari sejak shalat shubuh hari Arafah hingga shalat ashr akhir hari tasyriq sebagaimana riwayat Ali bin Abi Thalib.

3). MEMPERBANYAK AMALAN SALEH

Amalan saleh dan kebaikan secara umum karena termasuk hari-hari yang paling Allah cintai dari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. (HR. Al-Bukhari 969, Abu Dawud 2438, At-Tirmidzi 757)

Banyak beramal tentunya dengan tetap memperhatikan kualitas amalan, itu yang paling penting.

4). BANYAK DOA DAN MEMOHON AMPUNAN

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

خير الدعاء دعاء يوم عرفة

"Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah." (HR. At-Tirmidzi 3585 dihasankan Syaikh Nashir "Shahih At-Targhib" 1536)

Ibnu Umar ditanya, "Apakah ampunan di hari Arafah hanya berlaku bagi yang sedang wukuf ataukah bagi semua orang? "

Beliau menjawab, "BAHKAN BERLAKU UNTUK MANUSIA SELURUHNYA.” (Latha'iful Ma’arif 1/282) 

Perbanyak doa kebaikan dan mohon ampunan kepada Allah pada hari Arafah hingga matahari terbenam. Dikatakan sebaik-baik doa karena doa yang terbaik di sisi Allah dan paling cepat pengabulannya.

5). BERDZIKIR

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

وخير ما قلت أنا والنبيون من قبلي : لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

"Dan sebaik-baik yang aku ucapkan dan diucapkan para Nabi sebelumku adalah "Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa 'ala kulli syai'in qadiir

(Tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah semara, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan semesta dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

(HR. At-Tirmidzi 3585 dihasankan Syaikh Nashir "Shahih At-Targhib" 1536)

Manfaatkan kesempatan terbaik ini dengan sebaik-baiknya. 

Semoga Allah memudahkan kita untuk beramal saleh, menerima amalan kita, mengampuni dosa kita dan menjauhkan kita dari kejelekan-kejelekan dunia dan akhirat, aamiin.


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02Yr2VenvEpQLTyXBLKXXxWW4jGZ9pRSG6yHgLD6bAKar5XwM5UdacnHUd2PxoK9MJl&id=100001764454087


https://t.me/manhajulhaq

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Ringkasan Panduan Haji (6), Mengenal Miqot

Ringkasan Panduan Haji (6), Mengenal Miqot
Bismillah...

Miqot adalah waktu atau tempat dimana seseorang mulai berihram. Pembahasan ini perlu dipahami karena sebagian jamaah haji ada yang kurang tepat sehingga memulai ihram dari yang bukan tempatnya. Sebagaimana kasus yang kami bahas, banyak yang menganggap Jeddah sebagai miqot.

Miqot ada dua macam:

Miqot zamaniyah yaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah.

Miqot makaniyah yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh. Ada lima tempat: (1) Dzulhulaifah (Bir ‘Ali), miqot penduduk Madinah (2) Al Juhfah, miqot penduduk Syam, (3) Qornul Manazil (As Sailul Kabiir), miqot penduduk Najed, (4) Yalamlam (As Sa’diyah), miqot penduduk Yaman, (5) Dzat ‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot pendudk Irak. Itulah miqot bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.

Catatan:

Penduduk Makkah yang ingin berihram haji atau umrah, maka hendaklah ia ke tanah halal, yaitu diluar tanah haram dari arah mana saja.

Tidak boleh bagi seseorang yang berhaji atau berumroh melewati miqot tanpa ihram. Jika melewatinya tanpa ihram, maka wajib kembali ke miqot untuk berihram. Jika tidak kembali, maka wajib baginya menunaikan dam (fidyah), namun haji dan umrahnya sah. Jika ia berihram sebelum miqot, maka haji dan umrahnya sah, namun dinilai makruh.

Agar memahami secara jelas skema ibadah haji, silakan download di sini:

https://rumaysho.com/2652-skema-manasik-haji330.html

Miqot dari Jeddah

Sebagian jama’ah haji dari negeri kita, meyakini bahwa Jeddah adalah tempat awal ihram. Mereka belumlah berniat ihram ketika di pesawat saat melewati miqot. Padahal Jeddah sudah ada sejak masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak menetapkannya sebagai miqot. Inilah pendapat mayoritas ulama yang menganggap Jeddah bukanlah miqot. Ditambah lagi jika dari Indonesia yang berada di timur Saudi Arabia, berarti akan melewati miqot terlebih dahulu sebelum masuk Jeddah, bisa jadi mereka melewati Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau Yalamlam. Dalil penguat bahwa yang melewati daerah miqot, maka harus berihram dari tempat tersebut dan tidak boleh melampauinya adalah hadits,

هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi mereka yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut jika hendak melakukan ibadah haji dan umroh. Sedangkan mereka yang berada di dalam batasan miqot, maka dia memulai dari kediamannya, dan bagi penduduk Mekkah, mereka memulainya dari di Mekkah.” (HR. Bukhari no. 1524 dan Muslim no. 1181) (Lihat An Nawazil fil Hajj, 116-138 dan bahasan dorar.net). Yang tepat, Jeddah hanyalah miqot bagi penduduk Jeddah.

– Perhatikan letak Jeddah adalah setelah Makkah jika berangkat dari Jakarta dan harus melewati miqot terlebih dahulu –


https://rumaysho.com/2645-ringkasan-panduan-haji-6-mengenal-miqot324.html


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Amalan Bagi Yang Tidak Mampu Berqurban

Amalan Bagi Yang Tidak Mampu Berqurban
Bismillah...

Bulan Dzulhijjah adalah satu diantara empat bulan yang diagungkan Allah ﷻ. Selain puasa sunnah dan menunaikan Haji, umat Islam juga diperintahkan untuk menyembelih hewan kurban pada hari Raya Idul Adha.

Menyembelih hewan kurban merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah ﷻ. Banyak dalil dan riwayat Nabi ﷺ yang menganjurkan ibadah kurban ini. Bahkan saking mulianya ibadah berkurban, syariat memberi ancaman kepada mereka yang enggan berkurban ketika memiliki kelapangan rezeki.

• Rasulullah* ﷺ *bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَ

Barang siapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad no. 8273, Ibnu Majah no. 2123 dan al-Hakim II/389, hadis dari Abu Hurairah, Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 6490)

Maka tidak selayaknya bagi seseorang muslim yang mampu atau memiliki kelapangan rezeki kemudian ia meninggalkan ibadah kurban, karena ia berdosa dan banyak meninggalkan kesempatan untuk mendapatkan pahala besar dari ke istimewaan ibadah kurban.

Dan sebaliknya, bagi mereka yang benar-benar ingin berkurban namum ia tidak mampu berkurban, maka ia tidak berdosa dan hendaknya jangan berkecil hati, karena ada amalan lain yang juga bisa mereka lakukan untuk mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah ﷻ.

• Dari Ummu Hani (Fakhitah) رضي الله عنها, ia mengatakan,

أتيتُ إلى رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ ، فقُلتُ : يا رسولَ اللَّهِ ، دُلَّني على عملٍ فإنِّي قد كَبِرْتُ وضعفتُ وبدَّنتُ ، فقالَ : كبِّري اللَّهَ مائةَ مرَّةٍ ، واحمَدي اللَّهَ مائةَ مرَّةٍ ، وسبِّحي اللَّهَ مائةَ مرَّةٍ خيرٌ من مائةِ فرَسٍ مُلجَمٍ مُسرَجٍ في سبيلِ اللَّهِ ، وخيرٌ من مائةِ بدَنةٍ ، وخيرٌ من مائةِ رقب

Aku datang menemui Rasulullah ﷺ lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku suatu amalan. Karena aku ini sudah tua, dan badan aku sudah lemah.."

Maka Rasulullah ﷺ bersabda, Bertakbirlah seratus kali, Bertahmidlah seratus kali, dan Bertasbihlah seratus kali. Sesungguhnya zikir-zikir tersebut lebih baik dibandingkan menyiapkan 100 ekor kuda pilihan untuk jihad di jalan Allah, dan lebih baik dibandingkan dengan menyembelih 100 ekor unta yang dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, dan lebih baik dibandingkan membebaskan 100 budak.” (HR. Ibnu Majah no. 3810, lihat Sahih Ibnu Majah 3087 & Silsilah ash-Shahiihah 1316)


📝 CATATAN :

Amalan diatas bukanlah untuk menggantikan syariat kurban atau sebanding dengan pahala penyembelihan kurban, tetapi sebagai alternatif saja dari sekian banyak amalan shaleh yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pahala dari Allah ﷻ.


Semoga Allah ﷻ mudahkan kita untuk berkurban, Aamiin..


✍🏼 Habibi Quotes

www.instagram.com/habibiequotes_

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Faidah Dzulhijjah (Bagian 10/10)

Faidah Dzulhijjah (Bagian 10/10)
Bismillah...

10 HARI AWAL DZULHIJJAH

📜 FAIDAH ke-40

Barangsiapa mengetahui bahwa apa yang ia cari itu seringkali lebih rendah dari apa yang ia upayakan 

• Ketahuilah, sesungguhnya jualan Allah ﷻ itu lebih mahal

• Dan ketahuilah, sesungguhnya jualan Allah ﷻ itu adalah surga.

Karena itu mari kita bersegera untuk beramal shalih dan bertaubat kepada Allah ﷻ dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dengan cara meninggalkan dosa dan maksiat, berpaling dari dosa, menyesal atasnya dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.

Disamping itu juga  mengembalikan hak kepada yang pernah kita zhalimi, apabila dosa tersebut berkaitan  dengan hak sesama manusia.. 

Marilah kita jadikan 10 hari Dzulhijjah ini sebagai awal baru perjanjian kita dengan Allah ﷻ,

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Semoga saja Tuhan  kalian menghapuskan dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga-Nya yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

📜 FAIDAH ke-41

Diantara bentuk faqih-nya seorang muslim adalah, hendaknya ia mengkombinasikan di 10 hari Dzulhijjah ini antara ibadah-ibadah yang bersifat khusus, seperti dzikir dan sholat, dengan ibadah-ibadah dan amalan shalih yang bermanfaat lainnya yang dapat menambah manfaat dan ganjaran pahalanya.

📜 FAIDAH ke-42

Beramal shalih di 10 hari ini dan menjauhi kemaksiatan, dapat mendidik seorang muslim untuk mengagungkan syiar-syiar Allah dan menjaga batasan-batasannya, yaitu 10 hari di bulan haram (suci) ini, sebagaimana firman Allah ﷻ tentang bulan-bulan haram,

فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ 

Dan janganlah kamu menzhalimi dirimu sendiri di dalam bulan-bulan ini.

(QS. At-Taubah: 36)

Dan firman-Nya,

وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allâh, maka sesunggunya hal ini timbul dari ketakwaan hati.

(QS. Al-Hajj: 32) 

Dan juga firman-Nya,

وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ

Dan barangsiapa yang mengagungkan apa yang  terhormat di sisi Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi tuhannya.

(QS. Al-Hajj: 30)

📜 FAIDAH ke-43

Beramal shalih di 10 hari istimewa ini, mempersiapkan bekal di dalamnya dengan berbagai amal ketaatan dan kebaikan, dan berinvestasi di momen langka yang tidak berulang-ulang kesempatannya di dalam setahun, maka ini adalah pendidikan yang baik bagi jiwa di atas ketaatan kepada Allah ﷻ dan menambah keimanan.

Hal ini dapat memicu dan memotivasi untuk beramal penuh selama  setahun. 

📜 FAIDAH ke-44

Istri dan anak-anak kita sejatinya adalah amanat di leher kita. 

Didalam hadits Nabi ﷺ disebutkan,

«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِه»

Setiap kalian ini adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.

(HR. Bukhari: 2409 dan Muslim: 1829)

Maka hendaknya kita bersungguh-sungguh mendidik anak kita untuk mengagungkan 10 hari yang mulia ini, mendorong mereka untuk beramal ketaatan di dalamnya, melatih mereka dan menjelaskan keutamaannya kepada mereka sebelum masuk waktunya agar mereka bisa bersiap sedia menyambutnya. Serta hendaknya kita juga bisa menjadi sumber keteladanan bagi mereka di dalam mengagungkan hari yang mulai ini. 

Mari kita meraih keberuntungan ini dan beramal sebelum ajal tiba..


*= SELESAI =*


📖 Penyusun: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid hafizhahullah


@abinyasalma

======🌴🌴🌴🌴🌴======

👥 WAG Al-Wasathiyah Wal-I'tidāl

✉ TG :  https://t.me/alwasathiyah

🌐 Blog : alwasathiyah.com

‌🇫 FB : fb.com/wasathiyah

📹 Youtube : http://bit.ly/abusalmatube

📷 IG : instagram.com/alwasathiyah

🔊 Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad


📄 Sumber : E-book 44 Faidah (10 Hari Awal Dzulhijjah) 

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Monday, June 26, 2023

Hadits Palsu : Keutamaan Sholat Sunnah Arafah

Hadits Palsu : Keutamaan Sholat Sunnah Arafah
Bismillah...

Hadits Maudhu' (Palsu) 

📌 Dari Abu Hurairah dengan sanad marfu’ : “Siapa yang shalat pada Hari Arafah diantara dhuhur dan asar empat rakaat, dengan membaca al-fatihah satu kali tiap rakaat, dan Al-Ikhlas lima puluh kali, maka Allah catat baginya SEJUTA kebaikan…" (hadits ini panjang) 📚 (Al-Maudhuat 2/132) 

📌 Imam Ibnul-Jauzi berkata: "Hadits ini Maudhu’. Dalam sanadnya terdapat orang-orang yang dhaif dan majhul. 

📌 Imam Ibnu Adiy berkata : "Dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama "An-Nahhas" 

📌 Imam Ibnu Hibban berkata : "Ia (An-Nahhas)" meriwayatkan Hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur, tidak halal berhujjah dengannya. 📚 (Al-Maudhuat 2/132, Al Fawaid al-Majmu’ah fil Ahaadiits al-Mawdhu'at 53) 

■ Ibnul Qayyim menerangkan bahwa tidak ada satu hadits pun yang shahih dari Rasulullah ﷺ tentang shalat pada hari Arafah. 📚 (Fawaid Haditsiyah, Ibnul Qayyim hlm. 115) 

📌 Lembaga fatwa Arab Saudi Lajnah Da’imah menjelaskan: Rasul ﷺ tidak melakukan shalat nafilah pada Hari Arafah setelah beliau shalat dhuhur dan asar dengan cara jama’ taqdim di Arafah, seandainya disyariatkan tentu beliau adalah yang paling bersemangat melakukannya dibandingkan kita, dan kebaikan yang sempurna adalah tatkala kita meniru beliau dan mengikuti sunnah beliau. 

📚 (Fatawa Lajnah 11/211 no :7894) 

Allahu'alam


Baca juga:

- Keagungan Hari dan Puasa Arofah Berdasarkan Hadits-hadits Shohih

- Hadits-hadits Dho'if dan Palsu Tentang Keutamaan Hari Arofah


https://www.fotodakwah.com/2022/07/hadist-palsu-keutamaan-sholat-sunnah.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Kedudukan Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Kedudukan Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)
Bismillah...

Terdapat hadits yang secara khusus menganjurkan puasa di hari TARWIYAH (tanggal 8 Dzulhijjah). Hadits itu menyatakan,

مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ

Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari Tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari Arafah, seperti puasa dua tahun”.

(Hadits ini berasal dari jalur Ali al-Muhairi dari at-Thibbi, dari Abu Sholeh, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’)

PARA ULAMA MENEGASKAN BAHWA HADITS INI ADALAH HADITS PALSU 

وهذا حديث لا يصح . قَالَ سُلَيْمَان التَّيْمِيّ : الطبي كذاب . وَقَالَ ابْن حِبَّانَ : وضوح الكذب فِيهِ أظهر من أن يحتاج إِلَى وصفه

Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengatakan, "Hadits ini tidak shahih". 

Sulaiman at-Taimi mengatakan, "at-Thibbi seorang pendusta".

Ibnu Hibban menilai, "at-Thibbi jelas-jelas pendusta. Sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan".

(al-Maudhu’at, 2/198)

Keterangan serupa juga disampaikan as-Syaukani (wafat 1255 H). Ketika menjelaskan status hadits ini, beliau mengatakan,

رواه ابن عدي عن عائشة مرفوعاً ولا يصح وفي إسناده : الكلبي كذاب

"Hadits ini disebutkan oleh Ibn Adi dari A’isyah secara marfu’. Hadits ini tidak shahih, dalam sanadnya terdapat perawi bernama al-Kalbi, seorang pendusta". (al-Fawaid al-Majmu’ah, 1/45)

Keterangan diatas, cukup bagi kita untuk menyimpulkan bahwa hadits di atas adalah hadits yang tidak bisa di jadikan dalil. Karena itu, tidak ada keutamaan khusus untuk puasa Tarwiyah.

☝🏼 BOLEHKAH PUASA TARWIYAH? 🍽️

Keterangan diatas tidaklah melarang anda untuk berpuasa di hari Tarwiyah. Keterangan diatas hanyalah memberi kesimpulan bahwa tidak ada keutamaan khusus untuk puasa Tarwiyah.

Kita tetap dianjurkan untuk memperbayak puasa dari tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah. Dan tentu saja, hari Tarwiyah masuk di dalam rentang itu.

Dari Ummul Mukminin, Hafshah رضي الله عنه, ia mengatakan, "Nabi ﷺ melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan". 

(HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan Al-Albani)

Demikian pula hadits dari Ibn Abbas رضي الله عنهما Nabi ﷺ bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah)".

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah?

Nabi ﷺ menjawab, 

Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh)".

(HR. Ahmad, Bukhari, dan Turmudzi)

Kemudian syariat memberikan keutamaan khusus untuk puasa tanggal 9 Dzulhijjah (Hari Arafah), dimana puasa pada hari ini akan menghapuskan dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang. 

Dari Abu Qatadah رضي الله عنه, bahwa Nabi ﷺ bersabda,

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده

…puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..”

(HR. Ahmad dan Muslim).

Namun keutamaan semacam ini tidak kita jumpai untuk puasa tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah). Karena hadits yang menyebutkan keutamaan puasa Tarwiyah adalah hadits palsu.

Kesimpulannya, kita diperbolehkan melaksanakan puasa di Hari tarwiyah (8 Dzulhijjah), mengingat adanya anjuran memperbanyak puasa selama 9 hari pertama Dzulhijjah, namun kita tidak boleh meyakini ada keutamaan khusus untuk puasa di tanggal 8 Dzulhijjah tsb.


Allahu a’lam..


🌐 https://konsultasisyariah.com/20607-hukum-puasa-tarwiyah.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Faidah Dzulhijjah (Bagian 9/10)

Faidah Dzulhijjah (Bagian 9/10)
Bismillah...

10 HARI AWAL DZULHIJJAH

📜 FAIDAH ke-34

Berusahalah anda untuk menjadi orang yang memperoleh bagian di hari-hari spesial ini sebagaimana firman Allah ﷻ ini,

وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْأَسْحَارِ 

"Dan orang-orang yang memohon ampunan di waktu sahur (sebelum fajar)."

(QS Ali ‘Imran: 17)

Dan juga firman-Nya,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ ¤ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

"Dan mereka itu sangat sedikit tidur di waktu malam, sedangkan pada waktu sahur (akhir malam) mereka memohon ampunan-Nya."

(QS. adz-Dzariyat: 17-18)

Waktu sahur ini adalah waktu turunnya Allah ﷻ (di langit dunia), diterimanya permohonan ampun (istighfar), diijabahinya do'a dan dipenuhinya permintaan orang-orang  yang meminta. 

"Ya Allah, janganlah kau jauhkan karunia-Mu dari kami."

📜 FAIDAH ke-35

Sedekah termasuk amal ketaatan paling mulia. Sedekah itu adalah argumentasi yang terang bagi pelakunya dan bukti atas ketulusan imannya. Pelaku sedekah berada di bawah naungannya pada hari kiamat, yang membentengi dari serangan keburukan, menggugurkan dosa, memadamkan kemurkaan sang Rabb, penyebab turunnya keberkahan di dalam harta dan bertambahnya rezeki. 

Allah ﷻ akan memberikan kesuksesan bagi pelaku sedekah, dan bersedekah di 10 hari ini tentunya lebih utama daripada hari lainnya.

📜 FAIDAH ke-36

Diantara amalan yang paling dicintai oleh Allah ﷻ adalah, memasukkan kegembiraan ke dalam hati saudara muslim, baik itu dengan cara menyambung relasi, bersedekah, atau membantu memenuhi kebutuhannya. 

"Lantas bagaimana apabila amalan ini dikerjakan di 10 hari awal Dzulhijjah ini?"

📜 FAIDAH ke-37

Termasuk kebajikan adalah mengunjungi keluarga orang yang sedang berhaji dan berbuat baik kepada mereka serta turut menjaga anak-anak mereka. 

Nabi ﷺ bersabda,

"Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan mereka atau menggantikan posisinya di tengah keluarga mereka, maka ia mendapatkan pahala yang semisal dengannya (haji) tanpa mengurangi pahala orang yang berhaji tersebut sedikitpun."

(HR. Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya (1930) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani) 

📜 FAIDAH ke-38

Diantara ibadah yang paling agung di 10 hari Dzuhijjah ini adalah Sholat Ied, kemudian dilanjutkan dengan berqurban menyembelih hewan kurban. Kedua hal ini termasuk sunnah dan petunjuk Nabi ﷺ.

Allah ﷻ berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

"Maka laksanakanlah sholat (ied) karena tuhanmu lalu berkurbanlah."

(QS. Al-Kautsar: 2)

📜 FAIDAH ke-39

Hendaknya di sepuluh hari Dzulhijjah ini, orang yang hendak berkurban menahan diri dari mencukur rambut dan memotong kukunya. Ibadah ini dimulai dari terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Dzulqa’dah.  

Didalam hadits Nabi ﷺ,

"Apabila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian berkeinginan untuk berqurban, maka hendaknya dia menahan dari mengambil rambut dan kukunya."

Didalam riwayat lain ada tambahan,

"Sampai ia menyembelih hewan kurban."

(HR. Muslim: 1977)


♻️ BERSAMBUNG إن شآء الله  


📖 Penyusun: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid hafizhahullah


@abinyasalma

======🌴🌴🌴🌴🌴======

👥 WAG Al-Wasathiyah Wal-I'tidāl

✉ TG :  https://t.me/alwasathiyah

🌐 Blog : alwasathiyah.com

‌🇫 FB : fb.com/wasathiyah

📹 Youtube : http://bit.ly/abusalmatube

📷 IG : instagram.com/alwasathiyah

🔊 Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad


📄 Sumber : E-book 44 Faidah (10 Hari Awal Dzulhijjah) 

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Ringkasan Panduan Haji (5), Ihram dan Tahallul

Ringkasan Panduan Haji (5), Ihram dan Tahallul
Bismillah...

Ketika haji atau umrah ada pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar. Ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimanakah seorang hamba bisa taat pada aturan Allah. Ihram adalah kondisi di mana sudah berniat untuk melakukan manasik haji sehingga tidak boleh melakukan berbagai larangan yang telah ditetapkan. Sedangkan tahallul adalah kondisi di mana telah halal untuk melakukan yang sebelumnya terlarang.

Larangan Ketika Ihram

Larangan ihram yang seandainya dilakukan oleh orang yang berhaji atau berumroh, maka wajib baginya menunaikan fidyah, puasa, atau memberi makan. Yang dilarang bagi orang yang berihram adalah sebagai berikut:

● Mencukur rambut dari seluruh badan (seperti rambut kepala, bulu ketiak, bulu kemaluan, kumis dan jenggot).

● Menggunting kuku.

● Menutup kepala dan menutup wajah bagi perempuan kecuali jika lewat laki-laki yang bukan mahrom di hadapannya.

● Mengenakan pakaian berjahit yang menampakkan bentuk lekuk tubuh bagi laki-laki seperti baju, celana dan sepatu.

● Menggunakan harum-haruman.

● Memburu hewan darat yang halal dimakan. Yang tidak termasuk dalam larangan adalah: (1) hewan ternak (seperti kambing, sapi, unta, dan ayam), (2) hasil tangkapan di air, (3) hewan yang haram dimakan (seperti hewan buas, hewan yang bertaring dan burung yang bercakar), (4) hewan yang diperintahkan untuk dibunuh (seperti kalajengking, tikus dan anjing), (5) hewan yang mengamuk (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 210-211)

● Melakukan khitbah dan akad nikah.

● Jima’ (hubungan intim). Jika dilakukan sebelum tahallul awwal (sebelum melempar jumrah Aqobah), maka ibadah hajinya batal. Hanya saja ibadah tersebut wajib disempurnakan dan pelakunya wajib menyembelih seekor unta untuk dibagikan kepada orang miskin di tanah suci. Apabila tidak mampu, maka ia wajib berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari pada masa haji dan tujuh hari ketika telah kembali ke negerinya. Jika dilakukan setelah tahallul awwal, maka ibadah hajinya tidak batal. Hanya saja ia wajib keluar ke tanah halal dan berihram kembali lalu melakukan thowaf ifadhoh lagi karena ia telah membatalkan ihramnya dan wajib memperbaharuinya. Dan ia wajib menyembelih seekor kambing.

● Mencumbu istri di selain kemaluan. Jika keluar mani, maka wajib menyembelih seekor unta. Jika tidak keluar mani, maka wajib menyembelih seekor kambing. Hajinya tidaklah batal dalam dua keadaan tersebut (Taisirul Fiqh, 358-359).

Agar memahami secara jelas skema ibadah haji, silakan download di sini:

https://rumaysho.com/2652-skema-manasik-haji330.html

Tiga keadaan seseorang melakukan larangan ihram

● Dalam keadaan lupa, tidak tahu, atau dipaksa, maka tidak ada dosa dan tidak ada fidyah.

● Jika melakukannya dengan sengaja, namun karena ada uzur dan kebutuhan mendesak, maka ia dikenakan fidyah. Seperti terpaksa ingin mencukur rambut (baik rambut kepala atau ketiaknya), atau ingin mengenakan pakaian berjahit karena mungkin ada penyakit dan faktor pendorong lainnya.

● Jika melakukannya dengan sengaja dan tanpa adanya uzur atau tidak ada kebutuhan mendesak, maka ia dikenakan fidyah ditambah dan terkena dosa sehingga wajib bertaubat dengan taubat yang nashuhah (tulus).

Pembagian larangan ihram berdasarkan hukum fidyah yang dikenakan

● Yang tidak ada fidyah, yaitu akad nikah.

● Fidyah dengan seekor unta, yaitu jima’ (hubungan intim) sebelum tahallul awwal, ditambah ibadah hajinya tidak sah.

● Fidyah jaza’ atau yang semisalnya, yaitu ketika berburu hewan darat. Caranya adalah ia menyembelih hewan yang semisal, lalu ia memberi makan kepada orang miskin di tanah haram. Atau bisa pula ia membeli makanan (dengan harga semisal hewan tadi), lalu ia memberi makan setiap orang miskin dengan satu mud, atau ia berpuasa selama beberapa hari sesuai dengan jumlah mud makanan yang harus ia beli.

● Selain tiga larangan di atas, maka fidyahnya adalah memilih: [1] berpuasa tiga hari, [2] memberi makan kepada 6 orang miskin, setiap orang miskin diberi 1 mud dari burr (gandum) atau beras, [3] menyembelih seekor kambing. (Al Hajj Al Muyassar, 68-71)

Catatan:

● Jika wanita yang berniat tamattu’ mengalami haidh sebelum thowaf dan takut luput dari amalan haji, maka ia berihram dan meniatkannya menjadi qiron. Wanita haidh dan nifas melakukan seluruh manasik selain thowaf di Ka’bah.

● Wanita adalah seperti laki-laki dalam hal larangan-larangan saat ihram kecuali dalam beberapa keadaan: (1) mengenakan pakaian berjahit, wanita tetap boleh mengenakannya selama tidak bertabarruj (memamerkan kecantikan dirinya), (2) menutup kepala, (3) tidak menutup wajah kecuali jika terdapat laki-laki non mahram.

● Orang yang berihram maupun tidak berihram diharamkan memotong pepohonan dan rerumputan yang ada di tanah haram. Hal ini serupa dengan memburu hewan, jika dilakukan, maka ada fidyah. Begitu pula dilarang membunuh hewan buruan dan menebang pepohonan di Madinah, namun tidak ada fidyah jika melanggar hal itu.

Kaedah dalam masalah menggunakan harum-haruman ketika ihram

● Boleh menghirup bau tanaman yang memiliki aroma yang harum. Hal ini disepakati oleh para ulama.

● Boleh menghirup bau sesuatu yang memiliki aroma harum dan mengkonsumsinya seperti buah-buahan yang dimakan atau digunakan sebagai obat. Hal ini juga disepakati oleh para ulama.

● Jika sesuatu yang tujuan asalnya digunakan untuk parfum (harum-haruman) dan memang digunakan untuk maksud tersebut seperti minyak misik, kapur barus, minyak ambar, dan za’faron, maka ada fidyah jika digunakan ketika berihram.

Jika sesuatu yang tujuan asalnya digunakan untuk parfum, namun digunakan untuk maksud lain, maka hal ini pun terkena fidyah (An Nawazil fil Hajj, 198).

Hal-hal yang dibolehkan ketika ihram

● Mandi dengan air dan sabun yang tidak berbau harum.

● Mencuci pakaian ihram dan mengganti dengan lainnya.

● Mengikat izar (pakaian bawah atau sarung ihram).

● Berbekam.

● Menutupi badan dengan pakaian berjahit asal tidak dipakai.

● Menyembelih hewan ternak (bukan hewan buruan).

● Bersiwak atau menggosok gigi walau ada bau harum dalam pasta giginya selama bukan maksud digunakan untuk parfum.

● Memakai kacamata.

● Berdagang.

● Menyisir rambut.

Tahallul

Tahallul artinya keluar dari keadaan ihram. Tahallul ada dua macam: (1) tahallul awwal (tahallul shugro), dan (2) tahalluts tsani (tahallul kubro).

● Tahallul awwal ketika telah melakukan: (1) lempar jumroh pada hari Nahr (10 Dzulhijjah), (2) mencukur atau memendekkan rambut. Jika telah tahallul awwal, maka sudah boleh melakukan seluruh larangan ihram (seperti memakai minyak wangi), memakai pakaian berjahit dan yang masih tidak dibolehkan adalah yang berkaitan dengan istri.

● Tahalluts tsani ditambah dengan melakukan thowaf ifadhoh (yang termasuk thowaf rukun). Ketika telah tahalluts tsani, maka telah halal segala sesuatu termasuk jima’ (hubungan intim) dengan istri (Fiqhus Sunah, 1: 500).


https://rumaysho.com/2641-ringkasan-panduan-haji-5-ihram-dan-tahallul323.html


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive