Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, August 31, 2018

Bolehkah Bergembira Atas Musibah Yang Menimpa Orang-orang Kafir?

Bergembira Atas Musibah Yang Menimpa Orang-orang Kafir
السائل : إذا صار مصيبة إلى الكفار، هل يجوز للمسلم أن يفرح؟

Tanya: Bolehkah seorang muslim bergembira atas musibah yang menimpa orang-orang kafir?

الإمام بن باز: المصيبة التي تنفع المسلمين يفرح بها، إذا كان فيها نفع للمسلمين يفرح بها ((قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا)) ، إذا كان شئ ينفع المسلمين كأن انهزم جيشهم هداهم الله للإسلام ؛ يفرح.

Syaikh Ibn Baz: Musibah yang ada manfaatnya bagi muslimin kita bergembira dengannya.  Apabila pada musibah tersebut ada manfaat yang menguntungkan muslimin kita bergembira dengannya. ((Katakanlah -Wahai Muhammad- dengan sebab karunia Allah dan rahmat-nya, karena itu hendaknya kalian bergembira...)) yakni apabila ada manfaat yang bisa diraih oleh muslimin seperti pasukan mereka (kafir) mengalami kekalahan atau Allah menunjuki mereka kepada Islam, kita bergembira.

السائل : مثلا زلزلة في اليابان ؟

Penanya: Kalau seperti gempa di Jepang?

الإمام بن باز: يفرح بها لأنها قد تكون موعظة لهم، قد تكون فيها هداية.

Syaikh Ibn Baz: Kita gembira dengannya karena bisa jadi hal itu peringatan untuk mereka dan bisa jadi musibah itu sebab mereka menerima hidayah.

Sumber: http://www.al-afak.com/showthread.php?t=8500

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Kesalahan Yang Berbahaya Dalam Permasalah Aqidah

Kesalahan Yang Berbahaya Dalam Permasalah Aqidah
Salah satu kesalahan yang terlihat umum tetapi sangat Berbahaya dalam permasalah aqidah umat manusia saat ini adalah ucapan, "Bencana alam itu hanya kejadian alam biasa dan selalu dapat terjadi setiap saat...".

Berkata Asy Syaikh Al 'Allamah Ahmad Bin Yahya An-Najmiy رحمه الله :

"Dan dari perkara yang harus diperhatikan, adalah ucapan kebanyakan manusia bahwasannya bencana alam dari gempa bumi yang menghancurkan, angin topan yang membinasakan, malapetaka dan selain dari itu, mereka menamainya kejadian-kejadian ini dengan BENCANA ALAMIAH (bencana alam itu hanya proses alamiah)...

Ini termasuk kesyirikan, dan terkadang bisa menjadi syirik besar ketika mereka menyandarkan bencana ini kepada proses alamiah dan melupakan Sang Pencipta alam dan yang mengaturnya."

تنبيه عن خطأ عقدي خطير
مقولة: 
كــــوارث طبيعــــية

قــال الشــيخ العــلامة/
أحمد بـن يحيى النجمي رحمه الله:

و من الملاحظ أن كثيراً من الناس يسمون الكوارث من زلازل مدمرة، و أعاصير مهلكة، و فيضانات ، و غير ذلك، يسمون هذه الأمور (كوراث طبيعية)، 
👈وهذا يعتبر شركاً، و قد يكون من الشرك الأكبر حينما ينسبون هذه الكوارث الى الطبيعة، ويَنسون خالق هذا الكون، و المتصرف فيه.

"الشرح الموجز الممهد لتوحيد الخالق الممجد" (ص: ٢٩٩).

[Abu Sai'dah Ayyub]

Sumber: http://bit.ly/2yF6hqa

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Membaca Al-Fatihah dan Dzikir-dzikir Shalat di Dalam Hati

Hukum Membaca Al-Fatihah dan Dzikir-dzikir Shalat di Dalam Hati
Sebagian orang ketika shalat membaca Al-Fatihah dan dzikir-dzikir di dalam hati dan tidak membaca (mengucapkan)nya dengan lisan, apakah amalan ini telah tertunaikan (sah) untuk mereka?

Jawaban:

Tidak tepat untuk dikatakan “si fulan membaca” kecuali dengan mengucapkannya.

Adapun jika ia melewatinya dengan hatinya maka ini belum membaca. Dan hal itu belum terlaksana untuknya dalam shalat karena sejatinya ia telah meninggalkan dari membaca Al-Fatihah, tasbih, dan takbir.

NAMUN para ulama berbeda pendapat: Apakah disyaratkan untuk ia memperdengarkan bacaannya kepada dirinya sendiri, dalam makna gerakan-gerakan lisan dan bibirnya harus ada suara yang ia dengar, atau tidak dipersyaratkan?

Pendapat yang shahih bahwa tidak disyaratkan untuk memperdengarkan kepada dirinya. Akan tetapi disyaratkan untuk ia mengucapkan (menggerakkan lisan dan bibir, pent.)

Liqaa’atul Baabil Maftuuh, 1/ 587.

Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafidzahullah

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Hukum Makmum Membaca Al-Fatihah Sedang Imam Membaca Surat

Hukum Makmum Membaca Al-Fatihah Sedang Imam Membaca Surat
Apabila imam membaca Al-Fatihah dan telah selesai dari membacanya, termasuk kebiasaan bahwa ia berhenti sesaat, lalu apakah makmum membaca Al-Fatihah walaupun imam LANGSUNG membaca surat berikutnya(setelah Al-Fatihah, pent.)?

Jawaban:

Seorang imam jika ia telah membaca Al-Fatihah maka ia diam sesaat. Namun diantara ulama ada yang berpendapat bahwa imam diam sampai makmum menyempurnakan Al-Fatihah.

Ada pula yang berpendapat: diam beberapa saat lalu melanjutkan bacaan. Dan pendapat kedua ini yang shahih. Yaitu: imam tidak diam dalam waktu lama namun hanya sesaat saja.

Dan apabila makmum telah masuk membaca Al-Fatihah maka ia melanjutkan dan menyempurnakannya walaupun imam sedang membaca (surat setelah Al-Fatihah, pent.) karena Nabi –shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Tidak ada shalat bagi yang belum membaca pembuka Al-Kitab (yaitu Al-Fatihah).”

Dan beliau, pada suatu hari, berpaling setelah selesai dari shalat fajar lalu bersabda kepada para Shahabatnya:

Sepertinya kalian membaca (surat selain al-Fatihah) di belakang imam kalian?

Mereka para Shahabat menjawab,”Benar.”

Beliau pun bersabda:

Jangan kalian kerjakan kecuali Ummul Qur’an(Al-Fatihah) sebab tidak ada (tidak sah) shalat bagi yang belum membacanya.”

Liqaa’atul Baabil Maftuuh, 1/ 473 – 474.

Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafidzahullah

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Adakah Shalat Gempa?

Adakah Shalat Gempa?
Saya pernah mendengar, kita dianjurkan shalat kusuf ketika gempa atau fenomena alam lainnya yang menakutkan. Apa ini benar?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Apa dianjurkan melaksanakan shalat ketika terjadi gempa? Ada dua pendapat ulama,

🔰 Pertama, sebagian ulama ada yang berpendapat, dianjurkan untuk melakukan shalat dengan tatacara seperti shalat gerhana ketika terjadi fenomena alam yang menunjukkan tanda kekuasaan Allah, yang menakutkan (ayat mukhawifah). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika terjadi gerhana,

‎يخوف الله بهما عباده… فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَصَلُّوا، وَادْعُوا اللهَ

Allah menakut-nakuti para hamba-Nya dengan gerhana matahari & bulan. Jika kalian melihat kejadian ini, lakukanlah shalat dan perbanyak berdoa kepada Allah. (HR. Muslim 911)

Syaikh Mukhtar as-Sinqithi mengatakan,

‎قالوا فكل شيء فيه خوف ولو كثرت الصواعق أو أصبحت الرعود قوية جداً بحيث تزعج وتحدث الرهبة والخوف عند الناس أو كانت في منتصف الليل والناس على ضجعة فجاءتهم على شكل مفزع يشرع أن يصلوا صلاة الكسوف ، ويختار هذا القول بعض الأئمة ، ويميل إليه الإمام ابن حزم الظاهري-رحمة الله على الجميع- .

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan shalat karena ada hal yang menakutkan. Memahami hadis ini, sebagian ulama berpendapat, semua kejadian yang menakutkan, seperti banyak petir, atau ada guntur yang sangat keras, yang membuat kaget dan takut manusia, atau di tengah malam ketika seseorang sedang tidur, tiba-tiba muncul kejadian yang menakutkan, maka dia dianjurkan untuk shalat Kusuf.

Pendapat ini dipilih oleh beberapa ulama, diantara yang memilih pendapat ini adalah Imam Ibnu Hazm ad-Dzahiri – rahimahullah –.

🔰 Kedua, pendapat lainnya, tidak dianjurkan shalat gerhana, kecuali dalam kasus yang ditunjukkan dalam dalil, yaitu kejadian gerhana matahari atau bulan. Shalat ketika terjadi gerhana matahari berdasarkan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan shalat gerhana bulan berdasarkan anjuran beliau, ’Apabila kalian melihat gerhana, kerjakan shalat dan perbanyak berdoa.’ Sehingga shalat ketika gerhana matahari atau bulan, hukumnya sama
Syaikh Mukhtar as-Sinqithi melanjutkan,

‎والصحيح أنه لا يصلي إلا في الكسوف والخسوف ، والزلزلة لا يصلي فيها ؛ لأن الأثر عن علي-رضي الله عنه – ضعيف الذي استدل به من يقول بالزلزلة ضعيف .والصحيح أنه يصلي صلاة عامة ؛ لأن النبي-صلى الله عليه وسلم- ثبت عنه في الصحيح من حديث أم المؤمنين عائشة : (( أنه كان إذا حزبه أمر فزع إلى الصلاة )) فلو أن الرعود أو الصواعق أصابت الناس أو حدثت الزلزلة فكل إنسان يصلي ، ويفزع إلى الله-عز وجل – بالصلاة

Yang benar, tidak ada shalat khusus kecuali untuk gerhana matahari atau bulan. Sedangkan gempa bumi, tidak ada shalat khusus. Karena riwayat atsar dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu statusnya dhaif. Sehingga landasan yang dijadikan dasar orang yang menganjurkan shalat ketika terjadi gempa, statusnya lemah.

Yang benar, seseorang bisa melakukan shalat sunah secara umum, karena terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari keterangan Ummul Mukminin A’isyah radhiyallahu ‘anha,

‎أنه كان إذا حزبه أمر فزع إلى الصلاة

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengalami sesuatu masalah serius, beliau segera melakukan shalat.

Karena itu, jika ada petir, halilintar, dialami oleh masyarakat atau terjadi gempa, maka setiap orang melaksaakan shalat. Bersegera mencari perlindugan kepada Allah dengan shalat.

Allahu a’lam

Sumber: http://mdinah.net/main/articles.aspx?articleno=17951

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Saudaraku, Jangan Terlalu Percaya Diri

Jangan Terlalu Percaya Diri
(Nasihat agar menjauhi hizbiyun dari kalangan ahlul ahwa' dan ahlul bida')

Ucapan Al Imam Ibnu Baththoh rahimahullah

Setelah menyebutkan hadits syubhat Dajjal, berkatalah Al Imam Ibnu Baththoh rahimahullah:

ﻫﺬﺍ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺼﺎﺩﻕ ﺍﻟﻤﺼﺪﻭﻕ، ﻓﺎﻟﻠﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻌﺸﺮ
ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻻ ﻳﺤﻤﻠﻦ ﺃﺣﺪﺍ ﻣﻨﻜﻢ ﺣﺴﻦ ﻇﻨﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ، ﻭﻣﺎ ﻋﻬﺪﻩ ﻣﻦ ﻣﻌﺮﻓﺘﻪ
ﺑﺼﺤﺔ ﻣﺬﻫﺒﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺮﺓ ﺑﺪﻳﻨﻪ ﻓﻲ ﻣﺠﺎﻟﺴﺔ ﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻫﻮﺍﺀ،
ﻓﻴﻘﻮﻝ : ( ﺃﺩﺍﺧﻠﻪ ﻷﻧﺎﻇﺮﻩ، ﺃﻭ ﻷﺳﺘﺨﺮﺝ ﻣﻨﻪ ﻣﺬﻫﺒﻪ )، ﻓﺈﻧﻬﻢ ﺃﺷﺪ ﻓﺘﻨﺔ ﻣﻦ
ﺍﻟﺪﺟﺎﻝ، ﻭﻛﻼﻣﻬﻢ ﺃﻟﺼﻖ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﺮﺏ، ﻭﺃﺣﺮﻕ ﻟﻠﻘﻠﻮﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻬﺐ، ﻭﻟﻘﺪ ﺭﺃﻳﺖ
ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻠﻌﻨﻮﻧﻬﻢ، ﻭﻳﺴﺒﻮﻧﻬﻢ، ﻓﺠﺎﻟﺴﻮﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻹﻧﻜﺎﺭ،
ﻭﺍﻟﺮﺩّ ﻋﻠﻴﻬﻢ ، ﻓﻤﺎ ﺯﺍﻟﺖ ﺑﻬﻢ ﺍﻟﻤﺒﺎﺳﻄﺔ ﻭﺧﻔﻲ ﺍﻟﻤﻜﺮ، ﻭﺩﻗﻴﻖ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺣﺘﻰ ﺻﺒﻮﺍ
ﺇﻟﻴﻬﻢ ﺍﻫـ .

Ini adalah ucapan Rasul -shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan beliau itu orang yang jujur dan dibenarkan.

Maka bertaqwalah pada Allah wahai Muslimun, jangan sampai rasa baik sangka pada diri sendiri dan juga ilmu yang dimiliki tentang bagusnya madzhab dirinya membawa salah seorang dari kalian untuk melangsungkan perdebatan dengan agamanya di dalam acara duduk-duduk dengan ahlul ahwa, seraya berkata: “Aku akan masuk ke tempatnya dan kuajak dia berdebat, atau kukeluarkan dirinya dari madzhabnya.”

Mereka itu sungguh lebih dahsyat fitnahnya daripada Dajjal, ucapan mereka lebih lengket daripada kurap, dan lebih membakar daripada gejolak api.

Sungguh aku telah melihat sekelompok orang yang dulunya mereka itu melaknati ahlul ahwa dan mencaci mereka.

Lalu mereka duduk-duduk dengan ahlul ahwa dengan alasan mengingkari dan membantah mereka.

Tapi mereka terus-terusan di dalam obrolan, sehingga makar musuh tersamarkan dari mereka, serta kekufuran yang lembut tersembunyi dari mereka, hingga akhirnya mereka pindah ke madzhab ahlul ahwa tadi (tanpa disadari).”

“Al Ibanatul Kubro”/dibawah no. (480)

Sumber: http://tukpencarialhaq.com/2014/09/04/anda-percaya-diri-duduk-bersama-ahlul-ahwa-baca-ini/
Publikasi Salafy Baturaja

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Ada Yang Bisa Saya Bantu?

mendoakan orang tua kita
Pernah suatu hari, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas masuk ke suatu kantor. Kemudian beliau ditanya oleh satpam kantor.

Satpam : "Ada yang bisa saya bantu pak?"

Ustadz Yazid kemudian memanggil kedua satpam tersebut sambil berkata...

"Saya mau tanya sama bapak berdua...Bapak pernah gak mengucapkan kalimat ini kepada kedua orang tua bapak?"

Satpam : "Belum pernah pak..."

----------------

Sering kali, seseorang itu lebih 'care' pada orang lain tapi lupa pada keluarga sendiri...
Yang benar adalah keluarga terdekat dahulu baru orang lain...

Apakah Kita Termasuk Anak Shaleh Dan Shalehah

Jika kamu mendoa'akan orang tuamu, maka kamu termasuk anak shaleh dan shalehah, hal itu berdasarkan hadits...

...أو ولد صالح يدعو له

"...Atau anak shaleh yang mendoakan orang tuanya". (HR. Muslim)

Kalau kamu melupakan orang tuamu, maka kamu bukan termasuk anak shaleh dan shalehah sesuai dengan kadarmu dalam melupakannya.

Oleh karena itu perbanyak doa:

رب اغفر لي و لوالدي...

"Ya Rabb, ampuni aku dan kedua orang tuaku..."

Karena hal itu menghimpun dua ibadah;
  1. Berbakti kepada orang tua
  2. Beristighfar
Maka jangan lupa untuk mendoakan orang tua kita, agar kita menjadi anak shaleh dan shalehah.

Ustadz Fuad Hamzah Baraba

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Doakan Saudaramu Dengan Kebaikan

Doakan Saudaramu Dengan Kebaikan
Selalu doakan saudaramu dengan kebaikan, niscaya malaikat akan mendoakanmu dengan semisalnya...

Dari Shofwan bin Abdillah bin Shofwan -rohimahullah- (Menantu Abu Darda` rodhiyallahu ‘anhu, pen.) ; beliau pernah mengatakan:

- “Ketika saya sampai di Syam, saya berusaha bertemu Abu Darda` di rumahnya; namun saya tidak menjumpainya. Yang saya jumpai adalah Ummu Darda`.
- Ummu Darda` mengatakan: Apakah engkau ingin menunaikan Haji tahun ini?
Aku katakan: Ya
- Kemudian beliau mengatakan: Berdoalah untuk kami dengan kebaikan . Karena Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:


دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ، كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ "

Doa seorang muslim untuk saudara (seiman) saat  ia tak ada di hadapannya; mustajab (dikabulkan).” 

”Di atas kepalanya ada satu malaikat yang ditugaskan bersamanya.

"Setiap kali orang itu berdoa kebaikan untuk saudaranya.  Malaikat yang ditugaskan bersamanya mengatakan: 

”Aamiin” (kabulkanlah) , ”Semoga engkau mendapatkan semisalnya.”

[ HR. Muslim no. 2733-(88) ]  , Derajat Hadits: Shohih.

Hadits ini juga diriwayatkan dari Shahabat Abu Darda` -rodhiyallahu ‘anhu- dalam “Shohih Muslim” no.2732-(86).

Berkata Al-Imam An-Nawawi rohimahullah: “Dahulu sebagian Salaf (pendahulu kita yang sholih,pen.) apabila ingin berdoa meminta kebaikan untuk dirinya, ia berdoa untuk saudaranya yang muslim dengan doa semisal. Karena doa tersebut dikabulkan, (akhirnya) ia  mendapatkan semisal yang diminta.” [ Lihat Syarah Shohih Muslim (17/49) ]

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Menghormati dan Mendoakan Penguasa

Menghormati dan Mendoakan Penguasa
Memuliakan pemerintah adalah ajaran luhur dalam Islam yang sering terabaikan. Padahal Islam menegaskan, siapa saja yang memuliakan pemerintah, membela bangsa dan negaranya semata-mata karena Allah, tidak ada tendensi atau kepentingan apa pun, bahkan mendoakan pemerintahnya, insya Allah mereka digolongkan di atas sunnah.

Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Seandainya saya mempunyai doa yang pasti dikabulkan oleh Allah, niscaya saya panjatkan doa tersebut untuk penguasa saya.”

Ini menunjukkan kemuliaan sikap, yaitu lebih mementingkan kemaslahatan umum daripada kepentingan pribadinya. Sekiranya umat Islam memuliakan dan menghormati pemerintahnya, tidak menjelek-jelekkan penguasanya, niscaya kebaikan dan kemaslahatan yang luas akan melimpah di negeri ini.

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Sisi Gelap Teroris Khawarij Ikhwanul Muslimin

Sisi Gelap Teroris Khawarij Ikhwanul Muslimin
Teroris Khawarij Ikhwanul Muslimin, Mereka Membunuh Kaum Muslimin Dan Membiarkan Para Penyembah Berhala

Siapa bilang Qatar-Ikhwanul Muslimin tidak bisa berkasih sayang dengan Yahudi dan menari-nari di atas genangan darah dan air mata penderitaan kaum muslimin yang negeri-negeri mereka diprovokasi dengan revolusi berdarah-darah yang membinasakan????!

Berkata dedengkot Ikhwanul Muslimin Yusuf Al-Qaradhawi, Mufti Qatar, di twitternya (10/12/2017):

"Betul, aku berfatwa untuk berjihad di Suriah dan Libya. Tetapi aku tidak berfatwa untuk berjihad melawan Israel. Karena Yahudi adalah ahlul kitab dan kaum yang penuh dengan toleransi."

Dengan bukti pernyataannya yang terang-benderang terkait hubungan istimewanya bersama Yahudi agresor penjajah itu, masih adakah yang tertipu dengan provokasi "batu & roket" HAMASnya Ikhwanul Muslimin yang menjadi TIKET bagi pesawat tempur Agresor Yahudi untuk menembaki dan membombardir kaum muslimin Palestina?!

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Inilah Arti Ucapan Salam

Inilah Arti Ucapan Salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Setiap ucapan, jika diiringi dengan pemahaman terhadap maknanya, akan memberikan pengaruh yang lebih. Terlebih ketika ucapan itu bentuknya doa. Karena itulah, diantara ketentuan doa yang mustajab adalah doa yang dibaca dengan hati yang sadar, memahami apa yang dia minta, dan diiringi harapan besar kepada Dzat yang diminta. Sebaliknya, doa yang dilantunkan dengan hati yang lalai, yang tidak memahami apa yang diucapkan dalam doa, bisa menjadi sebab doa itu tertolak.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Berdoalah dengan disertai keyakinan akan dikabulkan. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengijabahi doa dari orang yang hatinya lalai. (HR. Turmudzi 3816dan dihasankan al-Albani)

Diantara doa yang kurang kita perhatikan maknanya adalah ucapan salam. Sehingga banyak orang menyampaikan salam, namun terkesan tidak serius. Sehingga yang terdengar bukan bunyi assalamu alaikum, tapi kadang slamlekum, atau bahkan hanya mlekum atau kalimat salam yang pengucapannya terlalu cepat…

Agar salam yang kita baca lebih dahsyat pengaruhnya, mari kita lihat makna dari kalimat ini lebih dekat. Terutama untuk penggalan pertama, Assalamu ‘alaikum [السلام عليكم],

Dalam Fathul Majid dinyatakan,

‎السلام اسم مصدر. وهو من ألفاظ الدعاء. يتضمن الإنشاء والإخبار، فجهة الخبر فيه لا تناقض الجهة الإنشائية

Assalam adalah isim masdar (kata dasar), dan termasuk lafadz doa, mengandung makna insya’ (pernyataan yang memiliki tujuan) dan khabar (pernyataan berita). Sisi makna khabar tidak bertentangan dengan makna insya’.

Kemudian beliau menyebutkan khilaf ulama mengenai makna salam. Di sana ada beberapa pendapat yang masyhur,

1. As-Salam adalah Allah, karena salah satu nama Allah adalah as-Salam

Seperti yang ditunjukkan dalam firman-Nya,

‎هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Sang Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Salam, Yang Mengaruniakan Keamanan… (QS. al-Hasyr: 23).

Dan makna nama Allah as-Salam adalah Allah terbebas dari semua kekurangan dan kesamaan dengan makhluk namun Dialah Dzat yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan.

Berdasarkan makna ini, ketika ada seorang muslim mengucapkan “Assalamu alaikum” kepada muslim yang lain, berarti dia mendoakan, ‘Semoga Allah Dzat as-Salam bersama kalian, sehingga rahmat dan keberkahannya, turun kepada kalian.’

2, As-Salam merupakan isim masdar yang artinya as-Salamah (keselamatan). Karena itu, bisa dibaca dengan makrifat (ada alif lam di depan), yaitu “Assalamu”, dan bisa juga dibaca dengan nakirah (tanpa ada alif lam di depan), yaitu Salamun.

Berdasarkan makna ini, ketika ada seorang muslim mengucapkan “Assalamu alaikum” kepada muslim yang lain, berarti dia mendoakan, ‘Semoga keselamatan bersama kalian…”

Baik makna yang pertama maupun kedua, ucapan salam dipahami sebagai kalimat doa dan itu kalimat insya’.

3. Seperti makna kedua, as-Salam diartikan dengan keselamatan. Hanya saja berstatus seperti berita (khabar).

Sehingga ketika  seorang muslim mengucapkan “Assalamu alaikum” kepada muslim yang lain, dia memberitakan bahwa anda (yang diberi salam) saat ini sedang dalam kondisi selamat.

Karena itu, dianjurkan dalam salam, agar orang yang datang memberi salam kepada orang yang sedang diam. Untuk menyampaikan informasi bahwa anda (orang yang diam) dalam kondisi selamat dan saya datang tidak untuk mengganggu anda.

Dan kesemua makna di atas itu benar, sehingga salam yang kita ucapkan mencakup semua makna di atas.

Demikian, Allahu a’lam.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Wajibkah Menjawab Salam di Radio?

Wajibkah Menjawab Salam di Radio?
Ustadz, Apakah wajib jawab salam di radio? Terima kasih

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Allah wajibkan kita untuk menjawab salam melalui firman-Nya,

‎وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Apabila kalian diberi salam, maka balaslah dengan yang lebih baik, atau setidaknya jawab dengan yang semisal. (QS. an-Nisa’: 86)

Dalam ayat ini ada 2 amalan, (1) Memberi salam, dan (2) Menjawab salam. Amalan kedua merupakan akibat dari adanya amalan pertama. Jika amalan pertama tidak ada maka amalan kedua juga tidak ada.

Karena keduanya amalan, maka masing-masing butuh niat. Sementara amalan yang dilakukan tanpa niat, tidak terhitung sebagai amal. Dalam hadis dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Amal itu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan seseorang sesuai dengan apa yang dia niatkan. (HR. Bukhari 1 & Muslim 5036).

Karena itulah, para ulama membagi salam di radio atau televisi menjadi 2:

Pertama, salam yang disampaikan secara langsung oleh penyiar atau narasumber.

Salam dari siaran langsung, wajib dijawab. Karena salam yang dia dengar, diucapkan oleh narasumber secara sengaja. Ada niat untuk beramal. Sementara perintah dalam ayat di atas sifatnya umum. Sehingga salam ini harus dijawab.

An-Nawawi menyebutkan keterangan Abu Sa’d al-Mutawalli,

‎إذا نادى إنسان إنسانا من خلف ستر أو حائط فقال : السلام عليك يا فلان ، أو كتب كتابا فيه : السلام عليك يا فلان ، أو السلام على فلان ، أو أرسل رسولاً وقال : سلم على فلان ، فبلغه الكتاب أو الرسول ، وجب عليه أن يرد السلام

Jika ada orang di balik dinding atau di balik tabir memanggil, ‘Hai Fulan, Assalamu alaikum.’ Atau dia menulis surat, dan menyatakan, ‘’Hai Fulan, Assalamu alaik.” Atau “Assalamu ‘ala Fulan.” Atau dia menyuruh seseorang untuk menyampaikan salam kepada Fulan. Jika surat dan utusan ini sampai kepada Fulan, maka Fulan wajib menjawab salamnya. (al-Adzkar, hlm. 247).

Dr. Soleh al-Fauzan ditanya tentang salam yang disampaikan penyiar di televisi atau tulisan salam di majalah. Jawaban beliau,

‎يجب رد السلام إذا سمعه الإنسان مباشرة ، أو بواسطة كتاب موجه إليه ، أو بواسطة وسائل الإعلام الموجهة إلى المستمعين ؛ لعموم الأدلة في وجوب رد السلام

Wajib menjawab salam jika seseorang mendengar langsung atau melalui tulisan yang diarahkan kepadanya. Atau melalui media yang disampaikan kepada para pendengar. Mengingat dalil-dalil mengenai wajibnya salam sifatnya umum. (al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan, 8/63).

Kedua, salam rekaman

Seperti bel rumah yang jika dipencet tombolnya keluar suara salam, atau salam dari burung beo, termasuk salam di radio yang itu hasil rekaman.

Salam ini tidak disampaikan penyiar, karena penyiarnya diam saja. Yang ada hanya rekaman suara, tidak ada orangnya. Salam ini bukan amal, sehingga tidak mengakibatkan adanya amal berikutnya.

Karena itu salam ini tidak wajib dibalas.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya mengenai salam di radio. Jawab beliau,

‎أحياناً يكون مسجلاً ويضعونه على الشريط ويسحبون عليه ، إن كان مسجلاً فلا يجب أن ترد ؛ لأن هذا حكاية صوت

Terkadang itu rekaman. Mereka putar kaset, dan mereka nyalakan. Jika salamnya rekaman, maka tidak wajib dijawab. Karena ini ungkapan suara. (Liqa al-Bab al-Maftuh, 28/229)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi Pada Hari Jum'at

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi Pada Hari Jum'at
Dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri -rodhiyallahu ‘anhu- , bahwasanya Rasulullah -shollallahu 'alaihi wasallam- bersabda:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jum'at, maka sinar pelita akan menyinari dirinya di antara dua Jum'at (Jum'at yang satu ke Jum'at yang berikutnya, pen).” [HR. Al-Baihaqi dalam "As-Sunan Ash-Shoghir" no.606, dan Al-Hakim no. 3392.], Derajat Hadits : Shohih.

Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani -rohimahullah dalam kitab 'Shohih Al-Jami’ no.6470 dan 'Al-Irwa`' no.626. Lihat pula kitab "Al-Misykah' no.2175.

Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rohimahullah menjelaskan: “Surat tersebut (seluruhnya) dibaca sebelum sholat Jum’at atau setelahnya; boleh yang ini dan boleh pula yang itu, di luar sholat. [Lihat Durus al-Haram al-Madani lil 'Utsaimin (3/11)]

Semoga Allah -Ta’ala- memudahkan kita untuk mengamalkannya. Aamiin.

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Budaya Titip Salam untuk Nabi Ketika Haji dan Umrah

Shalawat Untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Saya pernah dengar bahwa titip salam itu salah satu yang disunnahkan dalam Islam, namun apakah bisa dibenarkan budaya titip salam untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada jamaah haji/umroh? Syukron atas jawaban.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, para sahabat banyak yang keluar dari Madinah untuk mengajarkan islam. Ada yang tinggal di Kufah, di Syam, di Yaman, dst. dan kita tidak menjumpai adanya riwayat bahwa para murid Nabi (sahabat) yang berada di jauh itu, menitipkan salam untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang mau datang ke Madinah.

Dan sebenarnya, titip salam semacam ini tidak perlu. Karena dimanapun kaum muslimin berada, dia bisa menyampaikan salam untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan salam itu pasti akan sampai kepada beliau dengan yakin.

Dari mana bisa dikatakan dengan yakin sampai ke beliau? Tentu dengan dalil.

Ada hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً سَيَّاحِينَ فِى الأَرْضِ يُبَلِّغُونِى مِنْ أُمَّتِى السَّلاَمَ

Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling di muka bumi, mereka menyampaikan salam untukku dari seluruh umatku. (HR. Nasai 1290, dan dishahihkan al-Albani).

Beliau juga mengabarkan bahwa beliau akan menjawab salam dari umatnya yang disampaikan kepada beliau,

‎مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَىَّ إِلاَّ رَدَّ اللَّهُ عَلَىَّ رُوحِى حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ

Setiap muslim yang menyampaikan salam kepadaku, maka Allah akan mengembalikan ruhku, hingga aku bisa menjawab salamnya. (HR. Abu Daud 2043 dan dihasankan al-Albani).

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyuruh kita untuk menyampaikan shalawat kepada beliau di manapun kita berada.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ

Jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan. Dan kalian jadikan kuburanku sebagai tempat ibadah tahunan. Berikanlah shalawat untukku, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada. (HR. Abu Daud 2044 dan dishahihkan al-Albani)

Ketika shalat, kaum muslimin menyampaikan shalawat dan salam untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‎السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

Salam untukmu wahai Nabi, berikut rahmat Allah dan keberkahan dari-Nya. Salam untuk kami dan semua hamba-hamba Allah yang soleh. (HR. Bukhari 835 dan yang lainnya).

Kalimat ini kita baca saat tasyahud di manapun kita shalat. Sehingga tidak perlu titip salam.

Syaikh Abdurrahman bin Natsir al-Barrak mengatakan,

‎إرسال السلام على النبي صلى الله عليه وسلم مع مَن يسافر إلى المدينة : لا أصل له ، فلم يكن من عادة السلف الصالح من الصحابة رضي الله عنهم ، والتابعين ، وأهل العلم إرسال السلام ، ولم ينقل عن أحد منهم شيء من ذلك ؛ لأنه صلى الله عليه وسلم يُبلَّغُ صلاة أمته وسلامها عليه

Menitipkan salam untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang sedang safar ke Madinah, tidak memiliki landasan dalil sama sekali. Bukan bagian dari kebiasaan orang soleh masa silam, dari dari sahabat radhiyallahu ‘anhum, Tabi’in maupun para ulama. Karena salam dan shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan disampaikan kepada beliau. (Fatwa Islam, no. 69807)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Cara Titip Salam dan Cara Menjawabnya

Cara Titip Salam dan Cara Menjawabnya
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Titip salam, biasanya dilakukan dari orang yang tidak bisa ketemu dengan kenalan yang dia cintai. Untuk meunjukkan rasa cinta itu, dia titip salam kepada orang lain yang bisa menemuinya.

Kejadian titip salam semacam ini telah dilakukan di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya, malaikat Jibril, titip salam melalui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Karena Aisyah tidak melihat Jibril. Dan ini menunjukkan bagaimana penghormatan yang diberikan Jibril kepada Aisyah.

Aisyah menceritakan,

‎قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا عَائِشَةُ هَذَا جِبْرِيلُ يَقْرَأُ عَلَيْكِ السَّلاَمَ ». فَقُلْتُ وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. وَهُوَ يَرَى مَا لاَ أَرَى.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai Aisyah, ini Jibril, beliau menyampaikan salam untukmu.” Aku jawab, ‘Wa alaihis Salam wa Rahmatullah.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat apa yang tidak saya lihat. (HR. Bukhari 3217, Muslim 6457 dan yang lainnya).

Hal ini pernah dilakukan oleh Ibnu Abbas. Beliau pernah diundang untuk mendatangi walimah, namun tidak bisa hadir karena sibuk menangani masalah pengairan. Beliau berpesan kepada yang lain,

‎أجيبوا أخاكم، واقرؤوا عليه السلام، وأخبروه أني مشغول

Datangi undangan saudara kalian, dan sampaikan salamku untuknya. Sampaikan juga, saya sedang sibuk. (HR. Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 19664, Baihaqi dalam al-Kubro 14317, dan sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Hajar).

Demikian pula yang dilakukan Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah mengutus Ibnu Wabarah al-Kalbi untuk menemui Umar di Madinah. Diapun menemuinya, dan ketika itu ada Utsman, Abdurrahman bin Auf, Ali, Thalhah, dan Zubair binn Awam. Mereka bersandar di masjid. Abu Wabarah mengatakan,

‎إِنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ أَرْسَلَنِى إِلَيْكَ وَهُوَ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ

Khalid bin Walid menyuruhku untuk menemui anda, dan beliau menyampaikan salam kepada anda. (HR. Ad-Daruquthni 3366).

Kemudian, diriwayat oleh Abu Daud, bahwa ada seorang sahabat yang menyuruh anaknya untuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berpesan untuk menyampaikan salam kepada beliau. Beliau mengtakan,

‎فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ إِنَّ أَبِى يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ. فَقَالَ « عَلَيْكَ وَعَلَى أَبِيكَ السَّلاَمُ »

Akupun mendatangi beliau. Aku sampaikan, ‘Sesungguhnya bapakku menyampaikan salam untuk anda.’

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Untukmu dan untuk bapakmu balasan salam.” (HR. Abu Daud 2936).

Cukup Ucapkan ‘Titip Salam’

Dari beberapa riwayat di atas menunjukkan bahwa orang yang titip salam, cukup mengucapkan titip salam. Artinya, dia tidak harus mengucapkan: ’Assalamu alaikum…”

Karena kalimat semacam ini tidak kita jumpai dari mereka yang titip salam. Baik yang dilakukan Jibril ‘alaihis salam, atau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau Ibnu Abbas maupun Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhum.

Allahu a’lam

Bagaimana Cara Menjawabnya?

Kita bisa simpulkan dari bebrapa riwayat di atas, ada dua cara membalas salam titipan,

✔ Pertama, kita berikan balasan salam untuk orang yang menyampaikan dan yang menitipkan. Kita ucapkan, Wa Alaika wa Alaihis Salam ‘Untukmu dan untuknya balasan salam’.

Sebagaimana dalam riwayat Ahmad, ketika Aisyah mendapat salam dari Jibril, beliau menjawabnya,

‎عَلَيْكَ وَعَلَيْهِ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Untuk anda dan untuknya balasan salam wa rahmatullah wa barakatuh’ (HR. Ahmad 24857)

✔ Kedua, bisa juga hanya memberikan balasan salam bagi yang menitipkan salam sebagaimana jawaban A’isyah dalam riwayat Bukhari dan Muslim,

‎وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Untuknya balasan salam wa rahmatullah’.

Haruskah Dijawab?

Para ulama menjelaskan, titipan salam semacam ini wajib dijawab segera, dan diucapkan secara lisan.

Imam An-Nawawi menjelaskan hadis Aisyah di atas,

‎وهذا الرد واجب على الفور وكذا لو بلغه سلام في ورقة من غائب لزمه أن يرد السلام عليه باللفظ على الفور إذا قرأه

Menjawab salam semacam ini hukumnya wajib segera. Demikian pula jika dia mendapat salam di kertas (surat) dari orang yang berada di jauh, wajib dia jawab secara lisan segera ketika dia membacanya. (Syarh Shahih Muslim, 15/211)

Orang yang menerima salam ini, baik dari titipan maupun salam di kertas atau dalam surat, termasuk salam di sms atau email, dia wajib menjawabnya dengan mengucapkan secara lisan: Wa ‘alaikumus salam…

Jangan Lupa Ditambahkan Huruf Wawu

Ketika menjawab, kita ucapkan ‘Wa ‘alaihis salam...’ kata ‘Wa’ perlu diperhatikan. Sebagian ulama wajib menambahkan kata Wa dan ada juga yang mengatakan, itu hanya anjuran.

Masih keterangan Imam an-Nawawi,

‎وفيه أنه يستحب في الرد أن يقول وعليك أو وعليكم السلام بالواو فلو قال عليكم السلام أو عليكم أجزأه على الصحيح وكان تاركا للأفضل وقال بعض أصحابنا لا يجزئه

Dalam hadis ini ada anjuran untuk menjawab salam dengan mengucapkan ‘Wa alaika’ atau ‘Wa alaikum’ dengan mencantumkan kata ‘Wa’. Meskipun andai dia hanya mengucapkan ‘Alaikumus salam’ atau ‘Alaikum’ dibolehkan menurut pendapat yang benar, hanya saja, dia meninggalkan cara menjawab yang lebih afdhal. Sementara sebagian ulama madzhab Syafiiyah mengatakan, ‘Tidak sah dengan jawaban tanpa Wa.’ (Syarh Shahih Muslim, 15/211)

Allahu a’lam.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Ahlus Sunnah Sedikit, Maka Jangan Berselisih Dan Berpecah Belah

Bagaimana mau berjaya, sesama muslim saja saling jotos-jotosan, orang non-muslim ketawa-ketawa dan senang

Mungkin kita pernah mendengar kalimat di atas, ternyata ada benarnya juga. Sesama muslim dan ahlus sunnah berpecah belah dan saling bermusuhan. Ada perbedaan sedikit saja mengenai fikh langsung menjadi ajang permusuhan dan debat.Melihat saudaranya salah, langsung dihakimi, disalahkan bahkan disesatkan, seharusnya dinasehati dengan cara yang baik dan bukan didepan publik. Atau mencari-cari kesalahan saudaranya (setiap orang pasti punya kesalahan dan kalau dicari-cari pasti ada).

Seharusnya banyak hunudzan kepada saudaranya. Ketika berdakwah dan menyampaikan pendapat tidak memaksakan, menggunakan prinsip: hanya menyampaikan, jika diterima alhamdulillah, jika ditolak maka tidak boleh dimusuhi karena masih bersaudara bahkan harus didoakan, karena hakikat dakwah dan nasehat adalah menghendaki kebaikan kepada orang lain.

Inilah nasehat yang diberikan oleh para ulama, agar kita berlemah lembut sesama kaum muslimin dan ahlus sunnah.

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

يا أهل السنة ترفقوا رحمكم الله فإنكم من أقل الناس

Wahai Ahlus sunnah, hendaknya kalian saling berlemah lembut -semoga Allah merahmati kalian- karena kalian sangat sedikit.”[1]

Nasehatilah dengan cara yang baik dan mengedepankan husnudzan

Sufyan Ats-Tsauri rahiahullah berkata,

استوصوا بأهل السنة خيرا فإنهم غرباء

Hendaknya kalian saling menasehati sesama ahlus Sunnah dengan cara yang baik karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang asing (ghuroba)/jumlahnya sedikit.”[2]

Persatuan yang mahal harganya

Jika ingat firman Allah yang menjelaskan bagaimana dahulu kalian berpecah belah kemudian Allah satukan hati-hati kalian, maka persatuan adalah harga yang sangat mahal dan termasuk nikmat dari Allah

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. “(Ali-Imran:103)

Ingat pesan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar tidak saling membenci dan sebagainya,

لاَتَبَاغَضُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.”[3]

Musuh Islam saja yang berpecah belah atau persatuan mereka yang semu dan berpura-pura

Persatuan mereka hanya berlandaskan dunia, jika dunia sudah tidak ada atau ada kepentingan bertolak belakang, maka mereka dalam sekejab akan berpecah belah. Padahal kita melihat mereka seolah-olah bersatu.

Allah Ta’ala berfirman,

تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ

Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah.”  (Al-Hasyr:14)

Sedangkan kaum muslimin, mereka saling menyayangi, mencintai dan berlemah lembut.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى

Perumpamaan kaum mukminin satu dengan yang lainnya dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.”[4]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

[1] Al-Laalikaa’i 1/57/19
[2] Al-Laalikaa’i 1/64/49
[3] Muttafaqun ‘alaih
[4]  HR. Bukhari dan Muslim, ini adalah lafazh Imam Muslim

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Mengapa Dilarang Memberi Nama Masjid Dengan Ar-Rahman?

Dilarang Memberi Nama Masjid Dengan Ar-Rahman
Tanya sedikit tadz, apakah boleh menamai masjid dengan ar-Rahman? Trim’s

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita mengimani bahwa Allah memiliki banyak nama, yang semuanya sempurna (al-Asma’ al-Husna). Allah berfirman,

‎وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Hanyalah milik Allah al-Asma’ al-Husna, serulah Dia dengan nama itu.” (QS. Al-A’raf: 180)

Dilihat dari kekhususannya, nama-nama Allah dibagi menjadi 2:

1. Nama Allah yang hanya khusus untuk Allah. Nama ini tidak boleh digunakan untuk menyebut makhluk, seperti Allah, ar-Rab, al-Ahad, al-Mutakabbir, al-Jabbar, al-A’laa (Yang Maha-Tinggi), Allamul Ghuyub (Yang mengetahui semua yang ghaib).

2, Nama Allah yang tidak khusus untuk Allah. Nama ini boleh digunakan untuk menyebut makhluk, seperti Sami’, Bashir, Ali, Hakim, atau Rasyid.

Allah menyebut manusia dengan sami’ bashir (makhluk yang mendengar dan melihat). Allah berfirman,

‎إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia makhluk mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan: 2)

Ada sahabat yang namanya Ali bin Abi Thalib, atau Hakim bin Hizam. Nama beliau termasuk asmaul husna.

Dalam Asna al-Mathalib Syarh Raudh at-Thalib – kitab Syafiiyah – dinyatakan,

‎جواز التسمية بأسماء الله تعالى التي لا تختص به ، أما المختص به فيحرم ، وبذلك صرح النووي في شرح مسلم

Boleh menggunakan nama Allah yang tidak khusus untuk diri-Nya. Sementara nama yang khusus untuk-Nya, hukumnya haram. Seperti ini yang ditegaskan an-Nawawi dalam Syarh Muslim. (Asna al-Mathalib, 4/244).

Termasuk diantara nama yang khusus milik Allah adalah ar-Rahman.

Allah berfirman,

‎قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى

Katakanlah: “Panggillah Allah atau panggillah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik). (QS. Al-Isra” 110)

Allah juga berfirman,

‎وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا

Apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kamu sekalian kepada ar-Rahman”, mereka menjawab: “Siapakah ar-Rahman itu? (QS. Al-Furqan: 60).

Dari sisi maknanya, kata ar-Rahman [الرَّحْمَنُ] mengikuti pola (wazan) Fa’laan [فَعْلَانُ] yang menunjukkan makna hiperbol, untuk menunjukkan sesuatu yang luas.

Sehingga kata ar-Rahman maknanya adalah dzat yang memilki rahmat yang sangat luas, meliputi seluruh alam.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

‎“الرحمن” أي ذو الرحمة الواسعة؛ ولهذا جاء على وزن «فَعْلان» الذي يدل على السعة.

Ar-Rahman, artinya Dzat yang memiliki rahmat yang luas. Karena itu, dinyatakan dengan pola (wazan) Fa’lan, yang menunjukkan makna sangat luas. (Tafsir surat al-Fatihah, Ibn Utsaimin)

Sementara makhluk tidak ada yang memiliki rahmat yang luas, meliputi seluruh alam. Sehingga, nama ini hanya khusus untuk Allah, dan tidak boleh digunakan untuk makhluk.

An-Nawawi mengatakan,

‎وَاَعْلَمُ أَنَّ التَّسَمِّيَ بِهَذَا الاسم – يعني ملك الأملاك – حرام، وَكَذَلِكَ التَّسَمِّي بِأَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى الْمُخْتَصَّةِ بِهِ كَالرَّحْمَنِ وَالْقُدُّوسِ وَالْمُهَيْمِنِ وَخَالِقِ الْخَلْقِ وَنَحْوِهَا

Ketahuilah bahwa menggunakan nama Allah yang ini – yaitu Malik a-Amlak (Raja Diraja) – hukumnya haram. Demikian pula nama-nama Allah yang khusus untuk Allah, seperti ar-Rahman, atau al-Quddus, al-Muhaimin, Khaliqul al-Khalq dan semacamnya. (Syarh Shahih Muslim, 14/122).

Masjid ar-Rahman

Istilah masjid ar-Rahman artinya bukan masjid milik ar-Rahman, tapi masjid yang benama ar-Rahman.

Sementara masjid itu makhluk. Benar, masjid adalah bangunan yang mulia, termasuk baitullah (rumah Allah). Namun dia makhluk. Karena itu, termasuk dalam kondisi di atas, tidak boleh diberi nama dengan nama ar-Rahman.

Yang lebih tepat, diberi nama Masjid Baiturrahman.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Cairan Keruh dan Kekuningan Sebelum Haid

Cairan Keruh dan Kekuningan Sebelum Haid
Apakah cairan keruh & kekuningan sebelum haid terhitung haid?

Sukron

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Cairan kecoklatan (kudrah) atau cairan kekuningan (shufrah) yang keluar sebelum haid, apakah terhitung haid?

Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini,

🔰 Pertama, tidak terhitung haid sama sekali

Ini adalah pendapat Imam Ibnu Utsaimin yang terakhir.

Beliau mengatakan,

‎الذي ظهر لي أخيراً ، واطمأنت إليه نفسي أن الحيض هو خروج الدم فقط ، وأما الصفرة و الكدرة فليستا بحيض حتى لو كانتا قبل القصة البيضاء

Kesimpulan akhir, yang kuat bagiku dan yang lebih menenangkan diriku, bahwa haid adalah yang keluar darah saja. Sementara shufrah (cairan kekuningan) dan cairan keruh tidak termasuk haid, meskipun keluar sebelum adanya cairan putih. (Tsamarat at-Tadwin, hlm. 24).

Di kesempatan lain, Beliau juga pernah ditanya,

Ada wanita yang keluar kudrah selama 7 hari. Setelah itu keluar darah haid selama 20an hari, lalu suci selama 3 bulan. Bagaimana hukum darah dan cairan kudrah ini?

Jawab beliau,

‎الدم كله حيض ، والكدرة ليست بشيء مطلقاً

Darah itu semuanya haid, sementara kudrah tidak dihitung sama sekali. (Tsamarat at-Tadwin, hlm. 25)

🔰 Kedua, bahwa shufrah dan kudrah terhitung haid, jika:
  1. Keluar di waktu haid atau satu-dua hari sebelum haid.
  2. Disertai suasana mules sebagaimana ketika haid.
Pendapat ini dikemukakan oleh Fatwa Islam no. 179069 dan bersandar dengan Fatwa Imam Ibnu Baz, hanya saja beliau mempersyaratkan antara shufrah dengan kudrah, itu bersambung, tidak harus diiringi rasa sakit. (Fatwa Nur ‘ala ad-Darb, 2/663-664)

Dan ini juga pendapat pertama Imam Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan,

‎إن كانت هذه الكدرة من مقدمات الحيض فهي حيض ، ويُعرف ذلك بالأوجاع والمغص الذي يأتي الحائض عادة

Jika cairan keruh ini merupakan mukadimah haid, maka terhitung haid. Dan itu bisa diketahui dengan adanya rasa sakit, mules, seperti yang umumnya dialami wanita haid. (Risalah ad-Dima’ at-Thabi’iyah, hlm 59).

Dan insyaaAllah, pendapat kedua inilah yang mendekati kebenaran.

Demikian, Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Flek Kecoklatan Sebelum Haid

Flek Kecoklatan Sebelum Haid
Ada flek kecoklatan yg keluar sebelum haid, waktu hari 1 sampai hari ke 7 itu cuma flek flek kecoklatan dan darah gtu, hari ke 8 sampai 14 ni baru lancar. Bagaimana ya?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada satu pernyataan yang menjadi acuan dalam masalah ini, yaitu pernyataan seorang sahabat wanita, Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha,

‎كُنَّا لاَ نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا

Kami dulu tidak menganggap shufrah dan kudrah yang keluar pasca-haid sebagai bagian dari haid.” (HR. Bukhari 326 dan Abu Daud 307)

Shufrah adalah cairan berwarna kekuningan. Sedangkan kudrah adalah cairah keruh kecoklatan.

Pernyataan ini disampaikan oleh sahabat menceritakan kebiasaan mereka di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ini tidak benar, tentu akan dikoreksi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau mendiamkannya, menunjukkan bahwa itu direstui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Meskipun dalil yang ada menyebutkan pasca-haid, namun para ulama memberlakukan dalil ini untuk kasus shufrah dan kudrah yang keluar sebelum haid.

Ibnu Abdil Bar – ulama Malikiyah – mengatakan,

‎القياس أن الصفرة والكدرة قبل الحيض وبعده سواء، كما أن الحيض في كل زمان سواء

Kesimpulan yang benar menunjukkan bahwa shufrah dan kudrah sebelum haid dan pasca-haid statusnya sama. Sebagaimana haid dalam semua waktu statusnya sama. (al-Istidzkar, 1/325)

Karena itu, flek kecoklatan yang keluar sebelum haid ada 2 keadaan:

☑ Pertama, keluarnya bersambung dengan haid atau ketika keluar diiringi dengan tanda-tanda ketika wanita ini mengalami haid, seperti nyeri perut, sakit pinggang atau kontraksi tubuh lainnya.

Para ulama menggolongkan flek semacam ini terhitung haid, dan memiliki hukum sebagai hukum darah haid.

Imam Ibnu Baz memberikan rincian untuk shufrah dan kudrah yang keluar sebelum haid,

‎إن كانت هذه الكدرة والصفرة البنية جاءت في أعقاب الحيض في آخره غير منفصلة فهي منه، أو جاءت في أوله غير منفصلة فهي منه

Jika kudrah dan sufrah ini keluar setelah haid, di akhir haid dan tidak putus, maka statusnya haid. Atau keluar sebelum haid dan tidak putus dengan darah haid, maka terhitung haid. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 29/116)

☑ Kedua, keluarnya darah kecoklatan atau kekuningan ini tidak bersambung dengan haid, tidak diiringi rasa sakit atau nyeri di perut, maka tidak terhitung haid dan tidak berlaku hukum haid. Artinya tetap wajib shalat dan ibadah lainnya.

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,

‎تقول أم عطية ـ رضي الله عنها: كنا لا نعد الصفرة والكدرة بعد الطهر شيئاً، وعلى هذا، فهذه الكدرة التي سبقت الحيض لا يظهر لي أنها حيض، لا سيما إذا كانت أتت قبل العادة ولم يكن علامات للحيض من المغص ووجع الظهر ونحو ذلك

Ummu Athiyah mengatakan, ‘Kami tidak menganggap shufrah dan kudrah yang keluar pasca-haid sebagai bagian dari haid.’ Karena itu, kudrah yang keluar menjelang haid, menurutku tidak disebut haid, terlebih jika keluar sebelum waktu kebiasaan haid dan tidak disertai tanda-tanda haid, seperti sakit perut, sakit pinggul atau semacamnya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/210).

Demikian, Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Bolehkah Dokter Kafir Mengkhitan Orang Islam?

Bolehkah Dokter Kafir Mengkhitan Orang Islam?
Minta pencerahan tentang doktor bukan Islam melakukan operasi berkhatan ketas anak-anak Islam. Tkh

Dari Farik Sent from FarikG iPhone

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Bedakan antara khitan dan teknis khitan. Khitan termasuk ibadah. Bahkan ajaran para nabi (sunan al-fitrah). Orang yang melakukannya karena mengikuti sunah para nabi, dia akan mendapatkan pahala.

Sementara mengenai teknis khitan, ini termasuk pembahasan hukum berobat. Dan itu termasuk dalam ranah mualamah. Tidak ada ritual ibadah khusus untuk teknis khitan. Tidak ada doa atau bacaan khusus, dst.

Karena itu, seseorang boleh melakukan khitan dengan teknik apapun. Baik dengan laser, pisau bedah, atau metode cincin atau metode lainnya yang dikembangkan dalam dunia kedokteran. Semua metode ini bisa digunakan, selama tidak ada unsur pelanggaran syariat dan tidak membahayakan.

Memahami hal ini, bukan syarat keabsahan khitan, harus ditangani oleh dokter muslim. Artinya, sekalipun khitan dilakukan dokter non muslim yang amanah, khitan tetap sah.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

‎فلا حرج في الاختتان عند طبيب كافر، إذ العمومات الواردة في نصوص الكتاب والسنة تجوز التعامل مع الكفار فيما يتعلق بأمور المعاملات وغيرها مما لا يعتبر محبة أو موالاة لهم ومحبة فيهم، ومما يدخل في ذلك التداوي عنده، لكن بشرط أن يكون الطبيب مأموناً بحيث لا يخشى ضرره

Dibolehkan untuk melakukan khitan di dokter kafir. Karena dalil al-Quran dan sunah secara umum menunjukkan bolehnya bekerja sama dengan orang kafir dalam masalah muamalah atau lainnya, yang tidak mewakili adanya cinta karena agama. Termasuk dalam hal ini adalah berobat ke dokter kafir, dengan syarat dokter ini orang yang amanah, dan tidak dikhawatirkan membahayakan pasien muslim. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 16181)

Jawaban yang sama juga disampaikan oleh Syaikh Abdurrahman as-Suhaim – anggota kantor Dakwah dan Bimbingan Masyarakat – Arab Saudi

‎يجوز أن يتولّى ذلك طبيب يهودي أو نصراني إذا أُمِن جانبه. والله أعلم

Dokter yahudi atau nasrani boleh menangani khitan, jika dia amanah dalam hal ini.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Inilah Hukum Memelihara Hewan Piaraan

Inilah Hukum Memelihara Hewan Piaraan
Assalamualaykum.

Ustadz saya mau tanya, bolehkah membeli hewan yang lazim dipelihara (bukan untuk dikonsumsi) seperti kucing, beberapa jenis reptil seperti kura-kura dan semisalnya? Bagaimana juga orang yang menternakkannya dengan tujuan untuk dijual? Jazakallah khairan.

Probo Nurwachid

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Saudara Probo, semoga Allah melimpahkan hidayah dan rahmatnya kepada anda dan keluarga.

Langsung saja, masalah hewan piaraan, maka perlu dibedakan antara memelihara dengan memperjualbelikan.

Bila sekedar memelihara, bila yang dipelihara adalah selain anjing maka insya Allah tidak apa-apa.

Akan tetapi bila yang dipelihara adalah anjing, maka terlarang, kecuali bila untuk tujuan berburu.

‎مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ مَاشِيَةٍ نَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ.متفق عليه

Barang siapa memelihara anjing selain anjing berburu atau penjaga hewan ternak, maka pahalanya akan berkurang setiap hari sebesar dua qirath (1 qirath sebesar gunung uhud)” (Muttafaqun ‘alaih)

Hanya saja, ada beberapa pertanyaan yang layak direnungkan oleh setiap muslim:
  1. Adakah fakir miskin disekitar rumah anda? Siapakah yang lebih berhak untuk anda beri makan; buaya, burung, kucing, kura-kura ataukah saudara anda yang sering kali tidak memiliki makanan atau pakaian?
  2. Manakah yang lebih berguna bagi kehidupan anda: memelihara kucing, rusa, ular, buaya atau bersedekah kepada fakir miskin?
  3. Manakah yang lebih mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup anda; memelihara burung, kucing atau menyantuni fakir miskin?
  4. Andai anda adalah orang fakir, dan menyaksikan tetangga anda membelanjakan jutaan rupiah untuk menghidupi hewan piaraanya. Burung tetangga berkicau merdu, keranya menari lucu, sedangkan anak-anak anda menangis meronta-ronta minta uang jajan, dan bahkan sakit sedangkan anda tidak memiliki biaya pengobatannya? Apa perasaan anda saat itu?
Dengan menjawab beberapa pertanyaan ini, saya harap anda dapat menentukan sikap anda sendiri.

Adapun memperjual belikan hewan piaraan, maka perlu dibedakan, antara hewan yang halal dimakan dagingnya dari hewan yang haram dimakan dagingnya.

Bila hewan piaraan itu halal dimakan dagingnya, semisal: burung, rusa atau yang semisal, maka tidak mengapa memperjual belikannya.

Adapun bila hewan itu adalah hewan yang haram dimakan dagingnya, maka haram pula memperjual belikannya. Hal ini berdasarkan beberapa dalil berikut:

Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan kucing.” (Riwayat Muslim)

Pada hadits lain dinyatakan:

‎عن أبي الزبير قال سألت: جابرا عن ثمن الكلب والسنور؟ قال: زجر النبي عن ذلك. رواه مسلم

Abu Az-Zubair, menuturkan: Saya pernah bertanya kepada sahabat Jabir tentang hasil penjualan anjing dan kucing? Ia menjawab: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela hal itu.” (Riwayat Muslim)

‎إنَّ الله إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ.رواه أحمد وأبو داود وابن حبان وصححه ابن حبان

Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula atas mereka hasil penjualannya.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan dinyatakan sebagai hadits shohih oleh Ibnu Hibban)

Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini, wallahu ta’ala a’alam.

Dijawab oleh Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Haid di Usia 60 tahun, Apakah Tetap Shalat?

Haid di Usia 60 tahun, Apakah Tetap Shalat?
Jika ada wanita yang mengeluarkan darah di usia 60 tahun atau lebih, selama sepekan. Apakah dia tidak boleh shalat?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada beberapa jenis wanita terkait kondisi reproduksinya yang berhubungan dengan hukum syar’i,

1. Wanita yang belum mengalami haid – anak perempuan yang belum baligh
2. Wanita produktif – bisa mengalami haid secara normal
3. Wanita dalam kondisi hamil
4. Wanita yang tidak bisa haid lagi – wanita yang mengalami menapause
Kondisi mereka Allah sebutkan di surat at-Thalaq,

‎وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. at-Thalaq: 4)

Kepentingan kita dari kesimpulan ini bahwa ada wanita yang tidak lagi mengalami haid karena sudah menapause. Artinya ada batas maksimal usia, di mana tidak lagi disebut wanita yang mengalami haid (sinnul ya’si).  (Tafsir al-Qurthubi, 18/162).

Apakah ada batas usia maksimal untuk haid?

Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.
  1. Jumhur ulama berpendapat, ada batas usia maksimal untuk haid. Sehingga jika ada darah keluar melebihi dari batas usia itu maka tidak terhitung sebagai darah haid.
  2. Tidak ada batas usia maksimal untuk haid. Artinya, selama ada darah yang keluar maka terhitung haid, meskipun sudah melebihi usia menapause
Ini merupakan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnu Utsaimin.

Syaikhul Islam mengatakan,

‎ولا حد لسن تحيض فيه المرأة ، بل لو قدر أنها بعد ستين أو سبعين رأت الدم المعروف من الرحم لكان حيضا

Tidak ada batasan usia untuk masa haid wanita. Sehingga andai ada wanita dengan usia di atas 60 atau 70 tahun mengeluarkan darah dengan ciri yang umumnya dari rahim, maka terhitung haid. (Majmu’ Fatawa, 19/240)

Keterangan Imam Ibnu Utsaimin,

‎التي يأتيها دم على صفته المعروفة يكون دَمها دم حيض صحيح على القول الراجح ، إذ لا حَدّ لأكثر سِن الحيض

Wanita yang keluar darah seperti ciri darah haid, maka terhitung sebagai haid menurut pendapat yang benar. karena tidak ada batasan maksimal usia haid. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/201).

Sementara untuk pendapat jumhur yang menyatakan ada batasan maksimal usia haid, mereka berbeda pendapat berapa batas maksimalnya. Dalam Mawahib al-Jalil – kitab Malikiyah – dinyatakan,

‎وأما الآيسة فاختلف في ابتداء سن اليأس فقال ابن شعبان خمسون قال ابن عرفة: ولم يحك الباجي غيره  ووجه قول عمر بن الخطاب رضي الله عنه ابنة خمسين عجوز في الغابرين وقول عائشة رضي الله عنها قَلَّ امرأة تجاوز خمسين سنة فتحيض إلا أن تكون قرشية وقال ابن شاس سبعون وقال في التوضيح: وقال ابن رشد: والستون

Untuk kasus menapaus, para ulama berbeda pendapat mengenai batasan usia menapause. Ibnu sya’ban mengatakan, 50 tahun. kata Ibnu Arafah, “Imam Al-Baji menyatakan sama.” Alasan mereka adalah pernyataan Umar bin Khatab bahwa wanita di usia 50 tahun adalah ajuz (nenek), dan keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Sangat jarang ada wanita melebihi  usia 50 tahun yang mengalami haid, selain wanita quraisy.”

Ibnu Syas mengatakan, batasnya 70 tahun. dalam at-Taudhih disebutkan, menurut Ibnu Rusyd, 60 tahun. (Mawahib al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, 1/540)

Sementara itu, menurut ulama hambali, keberadaan haid di usia menapaus, kembali kepada kondisi apakah masih memungkinkan untuk mengalami haid ataukah tidak. Masih memungkinkan mengalami haid, dan mereka batasi antara 50 sampai 60 tahun, maka darah yang keluar terhitung haid. Jika lebih dari itu, maka darah yang keluar tidak terhitung haid.
Ibnu Qudamah mengatakan,

‎وإن رأت الدم بعد الخمسين على العادة التي كانت تراه فيها فهو حيض في الصحيح، لأن دليل الحيض الوجود في زمن الإمكان، وهذا يمكن وجود الحيض فيه، وإن كان نادراً، وإن رأته بعد الستين فقد تيقن أنه ليس بحيض لأنه لم يوجد ذلك

Jika wanita di atas usia 50 tahun melihat darah dengan ciri sesuai kebiasaan yang pernah dia alami sebelumnya, maka terhitung haid menurut pendapat yang benar. karena bukti adanya haid terjadi di waktu yang memungkinkan baginya mengalami haid. Dan di usia itu, masih memungkinkan adanya haid. Meskipun jarang. Namun jika keluar di atas 60 tahun, dia bisa yakini bahwa itu bukan haid, karena tidak ada haid di atas itu. (al-Mughni, 9/87).

Dan insyaaAllah inilah pendapat yang lebih mendekati. Karena itu, bagi wanita yang normalnya tidak mungkin mengalami haid, kemudian dia mengeluarkan darah maka tidak terhitung haid. Sehingga dihukumi sebagai wanita suci yang mengalami istihadhah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Solusi Bagi Orang yang Kentut Terus-menerus

Solusi Bagi Orang yang Kentut Terus-menerus
Berikanlah solusi bagi saya tentang keluarnya angin yang terus-menerus sehingga saya tidak bisa shalat?

Jawaban:

Jika keluar angin (kentut) dari tubuh seseorang dengan cara yang terus-menerus dan tidak bisa ditahan, maka hukumnya sama seperti tsalisul baul (penyakit tidak bisa menahan kencing). Hendaklah ia berwudhu tatkala ingin shalat kemudian ia shalat dalam keadaan tersebut, dan shalatnya sah walaupun keluar angin di tengah-tengah shalat, berdasarkan firman Allah,

‎لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Adapun jika keluarnya angin tersebut tidak terus-menerus maka hendaknya ia mengulangi wudhunya dan mengulangi shalat tersebut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian jika ia berhadats, sampai ia berwudhu.” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syekh Shalih Fauzan: 3/1)

Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 11, Tahun ke-1, Jumadil Ula–Jumadil Tsaniyah 1429 H (Juni 2008)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Menahan Kentut dan Buang Air Kecil Ketika Shalat

Menahan Kentut dan Buang Air Kecil Ketika Shalat
Ustadz, saya mau nanya, apa sih hukum menahan kentut, buang air kecil atau besar pada saat shalat?

Sebelum dan sesudahnya, terima kasih.

Dari: Iqbal

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du

Yang seharusnya dilakukan oleh seorang mukmin, ketika dia ingin kentut atau buang air kecil atau buang air besar, yang menyebabkan dia terganggu, selayaknya tidak memulai shalat. Namun dia selesaikan hajatnya dulu, lalu berwudhu, kemudian shalat dengan khusyu hati dan anggota badannya, dan konsentrasi shalatnya.

Inilah yang selayaknya dilakukan dilakukan oleh seorang mukmin, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‎لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان

Tidak ada shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan dua hadas.” (HR. Ahamd, Muslim, dan Abu Daud)

Maksud dua hadast adalah keinginan buang hajat, baik kencing atau buang air besar. Dan kentut semakna dengan dua hal itu. Karena kentut, jika dorongannya sangat kuat, akan sangat mengganggu orang yang shalat sebagaimana buang air besar atau kencing.

Fatwa Imam Ibnu Baz, di: http://www.binbaz.org.sa/mat/878

Apakah Ini Membatalkan Shalat?

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan:

Shalat sambil menahan buang hajat hukumnya makruh dengan sepakat ulama. Bahkan madzhab dzahiriyah mengatakan, shalatnya tidak sah.

Terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang melarang shalat ketika menahan hajat (kencing dan buang air besar). Semakna dengan hal ini adalah segala yang bisa mengganggu konsentrasi hati, seperti kentut. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‎لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان

Tidak ada shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan dua hadas.” (HR. Ahamd, Muslim, dan Abu Daud)

Dari Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

‎من فقه الرجل إقباله على حاجته حتى يقبل على صلاته وقلبه فارغ‏‏

Bagian dari pemahaman seseorang terhadap agama, dia selesaikan semua hajatnya (sebelum shalat), sehingga dia bisa shalat dan kondisi hatinya tidak terganggu.” (HR. Bukhari secara muallaq). (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 111691)

Ash-Shan’ani membedakan antara kentut yang kuat (kebelet) dan kentut yang ringan. Ketika menjelaskan hadis Aisyah di atas, beliau mengatakan:

‎وَيَلْحَقُ بِهِمَا مُدَافَعَةُ الرِّيحِ فَهَذَا مَعَ الْمُدَافَعَةِ، وَأَمَّا إذَا كَانَ يَجِدُ فِي نَفْسِهِ ثِقَلَ ذَلِكَ وَلَيْسَ هُنَاكَ مُدَافَعَةٌ فَلَا نَهْيَ عَنْ الصَّلَاةِ مَعَهُ، وَمَعَ الْمُدَافَعَةِ فَهِيَ مَكْرُوهَةٌ، قِيلَ تَنْزِيهًا لِنُقْصَانِ الْخُشُوعِ، فَلَوْ خَشِيَ خُرُوجَ الْوَقْتِ إنْ قَدَّمَ التَّبَرُّزَ وَإِخْرَاجَ الْأَخْبَثِينَ، قَدَّمَ الصَّلَاةَ، وَهِيَ صَحِيحَةٌ مَكْرُوهَةٌ كَذَا قَالَ النَّوَوِيُّ، وَيُسْتَحَبُّ إعَادَتُهَا، وَعَنْ الظَّاهِرِيَّةِ: أَنَّهَا بَاطِلَةٌ.

Termasuk dalam larangan di atas, menahan kentut. Ini jika disertai kebelet. Adapun jika dirinya mampu menahan dan tidak ada rasa kebelet, maka tidak terlarang untuk shalat sambil menahannnya. Dan jika disertai kebelet, hukumnya dibenci. Ada yang mengatakan, makruh saja, karena mengurangi khusyu shalat. Jika dikhawatirkan waktu shalat habis, ketika dia mendahulukan buang air maka dia boleh shalat, dan shalatnya sah, namun makruh. Demikian keterangan An-Nawawi. Dan dianjurkan untuk mengulangnya. Sementara menurut madzhab Zahiriyah, shalatnya batal. (Subulus Salam, 1:227)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Kentut Setelah Salam Pertama, Batalkah Shalatnya?

Kentut Setelah Salam Pertama, Batalkah Shalatnya?
Assalamualaikum ustadz, semoga Semua orang di konsultasi Syariah di beri Rahmat dan keberkahan yang banyak Dari Allah dan tetap istiqomah berdakwah di atas sunnah. Saya ingin bertanya, bagaimana hukumnya kentut sesudah salam pertama dan sebelum salam kedua (kentut diantara kedua salam) apakah solatnya sah atau harus mengulang kembali.???

Dari Olsu Dikirim dari iPhone saya

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Salam termasuk rukun shalat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai tahlil as-shalah (yang menjadi batas halalkan antara shalat dengan aktivitas di luar shalat). Beliau bersabda,

‎مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطُّهُورُ ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

Kunci shalat adalah bersuci, yang mengharamkannya takbir dan yang menghalalkannya adalah salam. (HR. Abu Daud 61, Ibn Majah 618 dan dishahihkan al-Albani).

Kemudian,

Menurut pendapat yang lebih kuat, salam yang statusnya rukun shalat adalah salam pertama, sedangkan salam kedua hukumnya sunah. Ada beberapa dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan salam sekali. Berikut diantaranya,

🔰 Pertama, hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

‎أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان يسلم تسليمة واحدة

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan salam sekali.” (HR. Baihaqi dalam al-Kubro 3107, at-Thabrani dalam al-Ausath 8473, dan yang lainnya)

🔰 Kedua, hadis dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan tata cara shalat malam yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‎ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمَةً ثُمَّ يَرْفَعُ بِهَا صَوْتَهُ ، حَتَّى يُوقِظَنَا

Kemudian beliau salam sekali, beliau mengeraskan suaranya, sehingga membangunkan kami.” (HR. Ahmad 26030 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dalam riwayat lain, Aisyah menceritakan,

‎كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ تَسْلِيمَةً وَاحِدَةً تِلْقَاءَ وَجْهِهِ يَمِيلُ إِلَى الشِّقِّ الْأَيْمَنِ قَلِيلًا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan salam sekali ketika shalat ke arah depan dengan menoleh sedikit ke kanan.” (HR. Turmudzi 297, Daruquthni 1368, dan dishahihkan adz-Dzahabi).

Berdasarkan hadis di atas, shalat yang statusnya rukun shalat adalah salam pertama. Artinya, ketika ada orang shalat yang hanya melakukan sekali salam, maka shalatnya sah.

Ibnu Qudamah menjelaskan tentang hukum salam dalam shalat,

‎والواجب تسليمة واحدة والثانية سنة قال ابن المنذر : أجمع كل من أحفظ عنه من أهل العلم أن صلاة من اقتصر على تسليمة واحدة جائزة، وقال القاضي : في رواية أخرى أن الثانية واجبة

Yang wajib adalah salam pertama. Sementara salam kedua hukumnya anjuran. Ibnul Mundzir mengatakan, ‘Semua ulama yang saya kenal telah sepakat bahwa orang melaksanakan shalat yang hanya melakukan salam sekali, hukumnya boleh. Al-Qodhi Abu Ya’la mengatakan, ‘Dalam riwayat lain – dari Imam Ahmad – bahwa salam kedua juga wajib.’ (al-Mughni, 1/623)

Syaikh Muhammad as-Syinqithi dalam Syarh Zadul Mustaqni menjelaskan tentang rukun salam,

‎المراد به التسليمة الأولى، فلو أنه سلَّم التسليمة الأولى ثم أحدث فإن صلاته تصح وتجزيه

Yang dimaksud salam yang menjadi rukun adalah salam pertama. Jika ada orang yang melakukan salam pertama, kemudian dia berhadats, maka shalatnya sah dan telah memenuhi kewajiban. (Syarh Zadul Mustaqni, 47/8).

Berdasarkan keterangan di atas, kentut sebelum salam kedua tidak membatalkan shalat, karena shalat anda telah usai.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

Share:

Popular Posts

Blog Archive