Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Wednesday, August 31, 2022

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah (12/13)

Syarah Rukun Iman - Iman Kepada Allah
Bismillah...

Lanjutan dari Bagian-11...

Syubhat-Syubhat Ahli Bidah

Syubhat ketiga: Allah tidak memiliki sifat marah, karena jika Allah marah tentu akan seperti manusia, hal ini karena marah adalah bentuk bergejolaknya darah pada jantung, padahal Allah tidak memiliki darah dan jantung. Karenanya mau tidak mau kita harus mentakwil sifat “marah” Allah dengan “kehendak untuk membalas/mengadzab”.

Jawabannya : Berkaitan dengan sifat murka Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

إِنَّ رَبِّي غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ

Sesungguhnya Rabbku saat ini benar-benar marah, Ia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya.” ([HR. Bukhari No. 3340 dan Muslim No. 194)]

Dalam hadis ini disebutkan Allah ﷻ memiliki murka yang baru yang belum pernah ada sebelumnya dan juga belum pernah ada setelahnya. Mereka menolak Allah ﷻ memiliki sifat murka terlebih lagi murka tersebut sesuatu yang baru. Hal ini dikarenakan mereka meyakini Allah ﷻ statis. Akhirnya mereka mentakwil sifat murka Allah ﷻ dengan kehendak untuk menghukum.

Mengapa mereka menolak sifat murka Allah ﷻ? Karena menurut mereka murka adalah gejolak darah yang ada di jantung. Kita katakan bahwa itu adalah murkanya manusia adapun Allah ﷻ maka berbeda. 

Contohnya malaikat yang tidak memiliki darah dan tercipta dari cahaya, apakah ketika malaikat marah menunjukkan ada darah yang bergejolak di tubuh malaikat? Tentu tidak. Malaikat yang ketika marah tidak mengharuskan ada darah yang bergejolak maka terlebih lagi Allah ﷻ. Mengapa harus melazimkan jika Allah ﷻ murka harus ada jantung yang bergejolak?

Bukankah gejolak jantung efek dari marah? Adapun kemarahan sendiri bukan harus ada jantung yang darhnya bergejolak. Sehingga dari sini kita ketahui bahwa marah Allah ﷻ tidak sama dengan marah manusia.

Asya’irah mengartikan marah Allah ﷻ dengan kehendak memberikan hukuman. 

Kita katakan kepada mereka, “bukankah manusia juga memiliki kehendak?”. Jika mentakwilkannya dengan mengatakan Allah ﷻ memiliki kehendak sedangkan manusia juga memiliki kehendak, bukankah ini juga tasybih?. Jika mereka mengatakan bahwa kehendak Allah ﷻ tidak sama dengan kehendak makhluk maka begitu juga kita katakan bahwa marah Allah ﷻ tidak sama dengan marah makhluk.

Mereka juga mentakwil sifat rahmat karena menurut mereka rahmat adalah rasa perhatian, sayang, dan butuh kepada yang lain. Menurut mereka Allah ﷻ dinafikan dari semua ini. Rahmat menurut mereka artinya kehendak untuk memberikan kebaikan atau pahala. 

Kita katakan, bukankah manusia juga memiliki sifat kehendak? Tentu mereka akan menjawab iya. Lalu kita katakan kembali kepada mereka, “jika begitu berarti kalian telah menyerupai Allah ﷻ dengan makhluk-Nya.” Mereka akan menjawab, “kami tidak menyerupai Allah ﷻ dengan manusia karena kehendak Allah ﷻ tidak sama dengan kehendak manusia.” Kita katakan, “maka begitu juga kasih sayang Allah ﷻ tidak sama dengan kasih sayang manusia karena kasih sayang Allah ﷻ maha sempurna berbeda dengan kasih sayang manusia.”

Intinya ahli bidah telah terjebak dengan pemikiran-pemikiran filsafat yang mereka sebut dengan qath’iyat. Qath’iyat adalah suatu logika yang tidak perlu diragukan atau disebut juga dengan perkara absolut. Sehingga seluruh ayat-ayat dan hadis-hadis yang bertentangan dengan sesuatu yang mereka anggap dengan absolut perlu ditakwil. 

Ar-Razi memiliki qanun yang dinamakan dengan qanun kulli (undang-undang komprehensif) “taqdiim al-‘aql ‘ala an-naql”. Dia mengatakan jika akal bertentangan dengan dalil maka akal lebih didahulukan dari pada dalil. Semua ini disebabkan dia menganggap apa yang telah ditetapkan oleh ahli filsafat adalah sebuah qath’iyat yang tidak bisa diselisihi.


Bersambung ke Bagian-13...


Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukun Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

https://bekalislam.firanda.com/syarah-rukun-iman

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive