Agar tidak terjadi kerancuran dan penyelewengan makna (tahrif) Washatan (pertengahan) dan adil sehingga tidak lagi digunakan untuk cocoklogi oleh orang-orang yang rusak.
WASHATAN
Washatan itu sikap pertengahan atau moderat dalam arti tidak ke kiri dan tidak ke kanan, DAN itu merujuk kepada sifat seorang Muslim yang berada di pertengahan antara Kafir Kristen dan Kafir Yahudi.
Kafir Kristen beramal tanpa ilmu sebagaimana dikatakan jalan orang yang tersesat oleh Allah Azza Wa Jalla. Yahudi berilmu tanpa amal sebagaimana dikatakan jalan yang dimurkai oleh Allah Azza Wa Jalla.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
“Bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatiha [1] : 7)
Jalan yang dimurkai adalah Manhaj (metode beragama) dan Sunnah Yahudi sedangkan jalan yang sesat adalah Manhaj (metode beragama) dan Sunnah Nashrani
Dari Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya yang dimaksud mereka yang dimurkai adalah Yahudi, dan yang dimaksud mereka yang tersesat adalah Nashrani.” (HR. Tirmidzi no. 2878 | no. 2954 dan Ahmad no. 18572. Shahihul Jami, 1363)
Adapun seorang Muslim itu berilmu dan beramal (mengamalkan suatu perbuatan dengan ilmu).
Maka jika ada seorang Muslim yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmu maka ia mengikuti Manhaj Kafir Yahudi, adapun, jika ada seorang Muslim yang beramal tanpa ilmu, maka ia mengikuti Manhaj Kafir Nashrani (Kristen).
Washatan (pertengahan) juga adalah sifat Ahlu Sunnah dalam aqidah, yang berada di pertengahan antara Khawarij dan Murjiah, Qadariyyah dan Jabriyyah, Jahmiyyah dan Musyabbihah, dll.
Dan bagaimana untuk mencapai itu, maka kembali lagi kepada cara beragama dan metode (manhaj) beragama Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah yaitu dengan cara memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dan benar dalam aqidah, amal, manhaj dan hukum. Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an adalah manusia terbaik yang berpegang teguh kepada Tauhid dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan mereka adalah Umat terbaik.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ (110)
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 110)
Dari Ma'mar dari Bahz bin Hakim dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa dia mendengar : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang firman Allah Ta'ala “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia (QS Ali Imran [3] : 110), beliau bersabda,
"Sesungguhnya kalian terbagi menjadi tujuh puluh umat, dan kalianlah (Para Sahabat) yang terbaik (diantara mereka) serta paling mulia di sisi Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2927 | no. 3001, Ibnu Majah no. 4278 | no. 4288. Shahih)
Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu (wafat 32 H) berkata,
“Barangsiapa yang ingin mengambil teladan, maka ikutilah para Sahabat Nabi sebagai teladan, mereka adalah Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah sebaik-baik umat ini, paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, dan paling sedikit berpura-pura. Mereka adalah suatu kaum yang dipilih Allah untuk menjadi Sahabat Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebarkan agama-Nya. Maka dari itu, berusahalah untuk meniru akhlak dan cara mereka (ikutilah atsar-atsar mereka), karena mereka berjalan di atas petunjuk yang lurus.” (Al Baghawi, Syarhus Sunnah, I/24, Ibnu ‘Abdil Bar, Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, II/947 no. 1810 dan Imam Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari, Al Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih, hlm. 242. Lihat Dzammut Ta’wil, hlm 32 no. 62)
Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu (wafat 32 H) berkata,
“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah mendapati hati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik hati manusia, maka Allah pilih Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya dan Allah memberikan risalah kepadanya, kemudian Allah melihat dari seluruh hati hamba-hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka di dapati bahwa hati para Sahabat merupakan sebaik-baik hati manusia, maka Allah jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang berperang atas agama-Nya. Apa yang dipandang Al-Muslimun (para Sahabat Rasul) itu baik, maka itu baik pula di sisi Allah dan apa yang mereka (para Sahabat Rasul) pandang buruk, maka di sisi Allah hal itu buruk.” (HR. Ahmad, I/379, Al Hakim, III/78, Ath Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir no. 8593 serta 8582, Al Ajurri, Asy Syari’ah, IV/1676-1677 dan Al Baghawi, Syarh As Sunnah, I/214-215, no. 105. Dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir no. 3600. Lihat Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Mulia dengan Manhaj Salaf (hlm. 138).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah (wafat 204 H) berkata,
"Telah terlebih dahulu disampaikan tentang keutamaan mereka (Para Sahabat) melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuatu yang tidak dimiliki oleh seorang pun setelah mereka. Allah pun menyayangi dan menempatkan mereka pada setinggi-tinggi derajat dan kedudukan, yaitu kedudukan orang-orang yang jujur, para syuhada dan orang-orang shalih. Merekalah yang telah menyampaikan kepada kita Sunnah-Sunnah Rasulullah dan merekalah yang menyaksikan ketika wahyu diturukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengerti apa yang dikehendaki oleh Rasul dalam keadaan umum maupun khusus dan mereka mengetahui dari Sunnahnya apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui.” (Al Hasan bin Muhammad Az Za'farani, Al-Risalah Al Qadimah. Perkataan Imam Asy Syafi’i dikutip oleh Al Baihaqi, Manaqib Asy Syafi’i, I/442-443, Manaqib Ar Razi, hlm. 136, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, I'lam Al Muwaqqi'in 'an Rabb Al 'Alamin, II/352 dan Muhammad bin A.W. Al-Aqil, Kitab Manhaj al-Imam asy-Syafi’i fii Itsbaat al Aqidah, hlm. 524)
Bahkan hingga dinyatakan oleh Allah Azza Wa Jalla sendiri jika seseorang, baik dari kalangan awam, musyrikin, kafir Yahudi dan Kafir Kristen beriman seperti keimanannya Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu dalam perkara Aqidah, Manhaj, Amal dan Hukum, maka ia diberi petujuk.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
فَإِنۡ ءَامَنُواْ بِمِثۡلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِي شِقَاقٖۖ فَسَيَكۡفِيكَهُمُ ٱللَّهُۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ (137)
“Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu), maka Allah mencukupkan engkau (Muhammad) terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2] : 137)
Ayat di atas sangat menunjukkan bahwa perkataan Allah tertuju kepada keimanan yang dimiliki Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an yang dimana jika Para Ahlu Kitab beriman seperti keimanannya dan berimannya Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an maka mereka akan mendapat petunjuk dan hidayah menuju kebenaran.
Tafsir Muyassar,
“Apabila orang-orang kafir dari kalangan Yahudi, Nashrani dan golongan lainnya MAU BERIMAN KEPADA APA YANG KALIAN IMANI YANG DIBAWA OLEH RASUL (MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM), sungguh mereka telah mendapat hidayah menuju kebenaran.” (Tafsir Muyassar, I/61)
Telah jelas bahwa saat itu, yang benar-benar beriman kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu adalah Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
“Maknanya, apabila Ahli Kitab BERIMANNYA SEPERTI KEIMANANNYA KALIAN (KAUM MUKMININ) kepada seluruh Rasul, (termasuk dari mereka seorang Nabi dan yang paling utama yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi) dan seluruh Kitab (termasuk Al Qur’an), dan mereka berserah diri hanya kepada Allah semata “sungguh, mereka telah mendapat petunjuk” kepada jalan yang lurus yang menyampaikan kepada Surga yang penuh kenikmatan.” (Taisir Al Karim Ar Rahman Fi Tafsir Kalam Al Manan, I/152)
Dan telah jelas juga bahwasannya yang dimaksud dalam kalam Allah “kamu” yakni kaum Mukminin di dalam ayat suci-Nya adalah Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an.
Syaikh Muhammad bin Said Raslan berkata,
“Maksudnya, kaum Musyrikin, Yahudi dan Nashrani. Barangsiapa yang beriman sebagaimana keimanan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an maka ia mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang menyelisihi mereka maka ia telah sesat.” (Da’a Im Minhaj An Nubuwwah, hlm. 44)
ADIL
Allah Azza Wa Jalla berfirman,
كَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
"Demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu" (QS. Al Baqarah [2] : 143)
Umat yang dimaksud disini adalah Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an, kemudian seluruh umat Islam yang mengikuti cara beragama dan Manhaj (metode beragama) Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an. Ayat ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwa Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an adalah orang-orang yang adil, silahkan check sendiri tafsirnya dan adil disini bukanlah dalam penafsiran adil di pemikiran kebanyakan manusia, apalagi orang-orang yang terjebak dalam pemikiran liberal dan pemikiran yang rusak.
Yang dimaksud Adil adalah adil menghukumi segala sesuatu dengan ilmu yang merujuk kepada Al Qur'an dan As Sunnah SEBAGAIMANA Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an, dan karena merujuk kepada Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an MAKA memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an sebagaimana mereka adalah fondasi dasar Ahlu Sunnah, yang memiliki sifat Washatan (pertengahan).
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah (wafat 872 H) berkata,
“Orang-orang yang jahil (bodoh) tentang ilmu agama ini bukanlah termasuk orang-orang yang adil, begitu pula dengan Ahlu Bid’ah. MAKA ORANG-ORANG YANG ADIL ADALAH MEREKA YANG BERPEGANG TEGUH DENGAN CARA BERAGAMA NABI DAN PARA SHAHABATNYA, MEREKA AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH.” (Fathul Bari, XIII/316)
Maka jangan ada lagi orang mengatakan seorang itu radikal, pemecah belah dan tidak relevan lagi zamannya ketika ada seorang Muslim menyuruh (berbuat) yang makruf, yaitu menyerukan manusia kepada Tauhid dan Sunnah sebagaimana Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an, dan juga mencegah dari yang mungkar, yakni melarang segala bentuk kesyirikan, kebidahan dan kemaksiatan sebagaimana Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an. Karena hal itu adalah adil.
Dan juga jangan marah atau bilang radikal atau dilabeli pemecah belah ketika suatu perbuatan itu dikatakan Kesyirikan, Kekafiran, Kebidahan dan Kemaksiatan berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an dan orang-orang yang mengikuti mereka baik dalam aqidah, manhaj, amal dan hukum. Karena hal itu adalah adil.
Dan juga jangan marah atau bilang radikal atau dilabeli pemecah belah, ketika seorang Muslim dengan lantang mengatakan bahwa Kristen (Nashrani) adalah kafir dan Yahudi adalah kafir. Karena hal itu adalah adil.
Maka jika ingin mengetahui Washatan (pertengahan) dan adil, ikutilah dan berdiri di atas Manhaj (cara dan metode beragama) Para Sahabat radhiyallahu 'anhu jami'an dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana mereka adalah para Salaf (pendahulu) kita, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dan benar dalam aqidah, manhaj, amal dan hukum. Singkatnya adalah Manhaj Salaf.
Atha bin Yussuf
===============================
Wallahu a'lam bishawab.
Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].
Jazaakumullahu khairan.