Media pembelajaran seputar sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Friday, March 31, 2023

KAJIAN RAMADHAN 15 : I’tikaf Demi Raih Lailatul Qadar

I’tikaf Demi Raih Lailatul Qadar
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Kita telah mengetahui bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh kemuliaan dan punya keistimewaan dibanding malam-malam lainnya. Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5)

Mujahid mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan, yaitu untuk amalan, puasa, dan shalat malam yang dilakukan ketika itu lebih baik dari seribu bulan.

Mengenai i’tikaf yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ disebutkan dalam hadits ‘Aisyah berikut ini, di mana beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Nabi ﷺ biasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, hingga Allah mewafatkan beliau. Kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

Nabi ﷺ biasa melakukan i’tikaf di bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun di tahun beliau diwafatkan, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari no. 2044).

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi ﷺ beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk meraih lailatul qadar. Beliau ingin mengasingkan diri dari berbagai kesibukan dengan melakukan i’tikaf. Dengan menyendiri akan lebih berkonsentrasi dalam dzikir dan do’a. Dan beliau pun benar-benar menjauh dari manusia kala itu.”

Imam Ahmad sampai berpendapat bahwa orang yang beri’tikaf tidak dianjurkan bergaul dengan orang-orang sampai pun untuk tujuan mengajari ilmu atau membaca Al Qur’an.

Imam Ahmad katakan bahwa yang lebih baik adalah menyendiri dan mengasingkan diri dari orang banyak untuk bermunajat pada Allah, serta berdzikir dan berdo’a. I’tikaf ini bermaksud menyendiri yang disyari’atkan dan hanya dilakukan di masjid. I’tikaf di masjid dilakukan agar tidak ketinggalan shalat Jum’at dan jama’ah. Namun kalau mengasingkan diri dengan tujuan supaya luput dari shalat Jum’at dan shalat jama’ah, maka jelas terlarang.

Ibnu ‘Abbas pernah ditanya mengenai seseorang yang puasa di siang hari dan mendirikan shalat malam lalu tidak menghadiri shalat Jum’at maupun shalat berjama’ah. Jawaban Ibnu ‘Abbas, “Ia di neraka.”

Menyendiri yang disyari’atkan adalah dilakukan di masjid, terkhusus di bulan Ramadhan, terkhusus lagi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana yang Nabi ﷺ lakukan.

(Demikian ringkasan dari penjelasan Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif, hal. 338)

Semoga kita dimudahkan untuk meraih malam seribu bulan, dan semoga juga kita dimudahkan untuk melakukan i’tikaf..


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.


🌐https://muslim.or.id/17613-kajian-ramadhan-15-itikaf-demi-raih-lailatul-qadar.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

KAJIAN RAMADHAN 14 : Nuzulul Qur’an dan Tadabbur Al Qur’an

Nuzulul Qur’an dan Tadabbur Al Qur’an
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Tujuan Al Qur'an diturunkan bukanlah diperingati, yang terpenting adalah ditadabburi atau direnungkan sehingga bisa memahami, mengambil ibrah dan mengamalkan hukum-hukum di dalamnya..

Kapan Al Qur’an itu diturunkan?

Sebagian mengatakan bahwa turunnya adalah 17 Ramadhan sehingga dijadikan peringatan Nuzulul Qur’an. Padahal tujuan Al Qur’an diturunkan bukanlah diperingati, yang terpenting adalah ditadabburi atau direnungkan sehingga bisa memahami, mengambil ibrah dan mengamalkan hukum-hukum di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Dalam surat Al Qadar di atas disebutkan bahwa Allah menurunkan Al Qur’an pada Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhon: 3). 

Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Al-Qur’an itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebut dalam ayat,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran..” (QS. Al Baqarah: 185).

Ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan mengenai nuzulul Qur’an, yaitu waktu diturunkannya permulaan Al Qur’an. 

Ibnu ‘Abbas berkata,

أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العِزّة من السماء الدنيا، ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله صلى الله عليه وسلم

Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun.” 

(HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro, Al Hakim dalam Mustadroknya, Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Ibnu Hajar pun menyetujui sebagaimana dalam Al Fath, 4: 9)

Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah itu menjadikan permulaan turunnya Al Qur’an adalah di bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931)

Jika dinyatakan bahwa Al Qur’an secara keseluruhan itu diturunkan di bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar, maka klaim yang mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan, jelas-jelas tidak berdasar. Karena Lailatul Qadar itu terjadi di sepuluh hari terakhir. Sehingga jelas-jelas penetapan 17 Ramadhan sebagai perayaan Nuzulul Qur’an tidak berdasar atau mengada-ngada..

Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.” 

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.

(Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 622, surat Al Ahqof (46) ayat 11)

Al Qur’an pun diturunkan bukan untuk diperingati setiap tahunnya. Namun tujuan utama adalah Al Qur’an tersebut dibaca dan direnungkan maknanya.

Allah Ta’ala berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)

Al Hasan Al Bashri berkata, “Demi Allah, jika seseorang tidak merenungkan Al Qur’an dengan menghafalkan huruf-hurufnya lalu ia melalaikan hukum-hukumnya. Sehingga ada yang mengatakan, “Aku telah membaca Al Qur’an seluruhnya.” Padahal kenyataannya ia tidak memiliki akhlak yang baik dan tidak memiliki amal. 

(Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 418-419).

Membaca saja tentu belum tentu punya akhlak dan amal yang baik. Memperingati turunnya pun tidak bisa menggapai maksud mentadabburi Al Qur’an. Jadi yang terpenting adalah rajin-rajin mengkaji sekaligus mentadabburi Al Qur’an.

🌐 https://muslim.or.id/21887-bulan-al-quran.html

Hanya Allah yang memberi taufik..


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

•• Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh, cetakan tahun 1424 H.

•• Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.


🌐 https://muslim.or.id/17594-kajian-ramadhan-14-nuzulul-quran-dan-tadabbur-al-quran.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Bekal Ramadhan #12: Cara Nabi Membangunkan Sahur

Cara Nabi Membangunkan Sahur
Bismillah...

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari ummul mukminin ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha sebagai berikut :

أن بلالا كان يؤذن بليل فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كلوا واشربوا حتى يؤذن بن أم مكتوم فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر

Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Makan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq.” (HR. Bukhari no. 1918).

Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لا يمنعن أحدا منكم أذان بلال أو قال نداء بلال من سحوره فإنه يؤذن أو قال ينادي بليل ليرجع قائمكم ويوقظ نائمكم

Janganlah adzannya Bilal itu menghalangi salah seorang di antara kalian dari sahurnya. Karena Bilal menyerukan adzan di malam hari supaya orang-orang yang shalat malam kembali beristirahat sejenak dan orang yang masih tidur segera bangun.” (HR. Muslim no. 1093).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud lafadz hadits (ويوقظ نائمكم) “Membangunkan orang yang masih tidur” : Yaitu untuk mempersiapkan diri menjelang waktu shubuh bagi seseorang yang ingin melakukan amal-amal (yang disyari’atkan) seperti shalat tahajjud ringan, shalat witir bagi mereka yang belum melaksanakan shalat witir, makan sahur bagi mereka yang ingin melaksanakan puasa, mandi, berwudlu’, atau yang lainnya dari apa-apa yang ingin dilaksanakan sebelum Fajar” (Al Minhaj hlm. 793).

Inilah salah satu sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang ditinggalkan oleh banyak kaum muslimin tentang hal ini yaitu adzan pertama untuk membangunkan orang-orang yang masih tidur, dan mereka menggantinya dengan sesuatu yang lain (yang bukan berasal dari beliau).


Wallahu ta’ala ‘alam.


https://hamalatulquran.com/cara-nabi-membangunkan-sahur/

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Ditulis oleh : Muhammad Fatwa Hamidan

(Alumni Ponpes Hamalatul Quran dan Mahasiswa sarjana Fakultas syariah, Universitas Islam Madinah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Bekal Ramadhan #11: Menyantap Takjil Dulu atau Sholat Maghrib Dulu?

Menyantap Takjil Dulu atau Sholat Maghrib Dulu?
Bismillah...

Diantara sunah puasa, adalah menyegerakan buka saat matahari benar-benar telah terbenam. Berdasarkan hadis,

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia senantiasa berada dalam kebaikan, selama menyegerakan buka“. (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang puasa akan mendapatkan kualitas puasa lebih sempurna, saat dia memulai berbukanya dengan beberapa butir kurma, jika tidak ada, berbuka dengan meneguk air putih, jika tidak ada berbuka dengan makanan ringan terlebih dahulu. Dengan seperti ini, dia telah meneladani sunah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam berbuka.

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengkisahkan,

” كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ “

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu biasa berbuka dengan beberapa butir ruthob (kurma muda) sebelum shalat, jika tidak ada ruthob maka dengan beberapa kurma masak, jika tidak ada juga maka meneguk beberapa tegukan air”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Lalu menunda menyantap makanan berat sampai selesai sholat maghrib. Dengan demikian, dia dapat mengumpulkan tiga sunah sekaligus :

1. Sunah menyegerakan buka

2. Sunah berbuka dengan kurma dan air putih

3. Sunah sholat maghrib di awal waktu berjama’ah,

Adapun hadis,

لا صلاة بحضرة الطعام ، ولا وهو يدافعه الأخبثان

Tak ada sholat saat makanan telah terhidang, atau saat seorang menahan kentut dan kencing“. (HR. Muslim)

Serta hadis, 

إذا حضر العشاء وأقيمت الصلاة فابدءوا بالعشاء

Jika hidangan makan malam telah disuguhkan sementara iqomah isya telah dikumandangkan, maka mulailah dengan makan malam terlebih dahulu“. (HR. Tirmidzi)

Dan hadis-hadis lain yang semakna, dalam Fatwa Lajnah Da-imah (jilid 9/32) dijelaskan maksudnya : untuk orang yang sudah disuguhi makanan, maka disarankan untuk menyantap makanan terlebih dahulu sebelum sholat. Supaya dia dapat sholat dengan hati yang tidak disibukkan dengan hidangan makanan. Dia dapat sholat dengan hati yang khusyu’.

Namun, untuk yang belum disuguhi makanan tidak boleh meminta suguhan makanan, atau mendahulukan makan daripada sholat, jika hal tersebut dapat membuatnya terlewatkan sholat di awal waktu, atau bahkan tidak sholat berjama’ah.

Semoga Allah memberi taufik..


Salawat serta salam untuk Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau.


Sekian, wallahua’lam bis showab.


https://hamalatulquran.com/menyantap-takjil-dulu-atau-sholat-maghrib-dulu/

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Ditulis oleh : Ahmad Anshori Lc

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

KAJIAN RAMADHAN 13 : Pintu Surga Ar Rayyan bagi Orang yang Berpuasa

Pintu Surga Ar Rayyan bagi Orang yang Berpuasa
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Ar Rayyan secara bahasa berarti puas, segar dan tidak haus. Ar Rayyan ini adalah salah satu pintu di surga dari delapan pintu yang ada yang disediakan khusus bagi orang yang berpuasa.

Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” 

(HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152).

Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Al Fath menyebutkan, “Ar Rayyan dengan menfathahkan huruf ro’ dan mentasydid ya’, mengikuti wazan fi’il (kata kerja) dari kata ‘ar riyy‘ yang maksudnya adalah nama salah satu pintu di surga yang hanya dikhususkan untuk orang yang berpuasa memasukinya. Dari sisi lafazh dan makna ada kaitannya. Karena kata ar rayyan adalah turunan dari kata ar riyy yang artinya bersesuaian dengan keadaan orang yang berpuasa. Orang yang berpuasa kelak akan memasuki pintu tersebut dan tidak pernah merasakan haus lagi.” 

(Fathul Bari, 4: 131)

Ibnu Hajar menyebutkan, "Dalam lafazh hadits lainnya disebutkan bahwa di surga itu ada delapan buah pintu. Salah satu pintu dinamakan Ar Rayyan. Pintu tersebut tidaklah dimasuki selain orang yang berpuasa."

(Lihat Fathul Bari, 4: 132). 

Hadits yang dimaksud adalah,

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ »

Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, ia berkata, 

“Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.”

(HR. Bukhari no. 3257).

Hadits di atas juga menunjukkan al jaza’ min jinsil ‘amal, yaitu balasan dari Allah sesuai dengan jenis amalan. Dan juga menandakan bahwa *siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka akan diganti dengan yang lebih baik,* sebagaimana disebutkan dalam hadits,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً اتِّقَاءَ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ إِلاَّ أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْراً مِنْهُ

Jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘azza wa jalla, maka Allah akan mengganti padamu dengan yang lebih baik” 

(HR. Ahmad 5: 78, sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Karena orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat hubungan intim, makan dan minum semuanya karena Allah subhanahu wa ta’ala. 

Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى

Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku” 

(HR. Bukhari no. 7492 dan Muslim no. 1151).

Karena ia meninggalkan kenikmatan-kenikmatan ini karena Allah, maka Dia akan mengganti dengan yang lebih baik. Bahkan amalan puasa ini dikhususkan untuk Allah, Dialah yang nanti akan membalasnya. 

Dalam hadits qudsi disebutkan,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ ، إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى ، وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Setiap amalan manusia adalah untuknya. Kecuali amalan puasa itu untuk Allah dan Dia yang nanti akan membalasnya.” 

(HR. Bukhari no. 5927 dan Muslim no. 1151).

"Mengenai hadits balasan pintu Ar Rayyan di atas mengandung pelajaran tentang keutamaan puasa dan karomah bagi orang yang berpuasa." 

(Demikian kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 8: 31).


Semoga Allah ﷻ memudahkan kita untuk memasuki pintu tersebut dengan amalan puasa kita.


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

•• Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh, cetakan tahun 1424 H.

•• Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.


🌐 https://muslim.or.id/17579-kajian-ramadhan-13-pintu-surga-ar-rayyan-bagi-orang-yang-berpuasa.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Ramadhan Bulan Diturunkannya Al-Qur'an

Ramadhan Bulan Diturunkannya Al-Qur'an
Bismillah...

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur".

(QS. Al Baqarah ;185)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”

(QS. Al Qadr: 1-3)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

(JANGAN SAMPAI) Ramadhan Berlalu (NAMUN) Dosa Tidak Diampuni

Ramadhan Berlalu (NAMUN) Dosa Tidak Diampuni
Bismillah...

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan bagi orang yang berpuasa ramadhan dan shalat malam dengan penuh keimanan dan mengharapkan balasan dari Allah semata, diampuni dosanya yang telah lalu. 

Ini kesempatan bagi para pendosa (semua orang adalah pendosa, kecuali Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), untuk semaksimal mungkin beramal ibadah di bulan yang penuh kemuliaan ini. 

Celaka sungguh celaka, bagi orang yang mendapati bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni. 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Subhanahu wa ta’ala).” (HR. Ahmad dan Al-Bukhari dalam al-Adabul mufrad. Hadits Shahih). 

Berkata Qatadah rahimahullah, 

من لم يغفر له في رمضان فلن يغفر له فيما سواه

Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan yang lainnya.” (Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Latha-iful ma’aarif, hal. 297)

Yang sungguh sangat memprihatinkan, di bulan Ramadhan ini, sebagian orang justru bertambah dosanya, yakni dengan tidak berpuasa ataupun misalkan atau berpuasa, namun maksiat tidak berkurang. 


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0VaVr3sWeJKTGyabicFf5W2XNabDENVDRZ5vtb2NvoUrwKjjysPTbcBE9aw1is1Xkl&id=100009878282155


AFM

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Thursday, March 30, 2023

KAJIAN RAMADHAN 12 : Kesempatan untuk Bertaubat

Kesempatan untuk Bertaubat

Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah.. 

Kita sudah ketahui bahwa bulan Ramadhan penuh dengan berbagai kebaikan. Pada bulan tersebut kita diperintahkan untuk saling berlomba dalam kebaikan. Begitu pula bulan Ramadhan adalah kesempatan kembali untuk taat pada Allah. Kembali pada Allah yang dimaksud di sini adalah dengan bertaubat.

Taubat Wajib dan Taubat Sunnah

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, "bahwa taubat itu ada dua macam, ada yang wajib dan ada yang sunnah..

Taubat yang wajib adalah taubat karena meninggalkan suatu perintah atau melakukan suatu larangan. Taubat yang wajib di sini dibebankan bagi seluruh mukallaf (yang telah dibebani syariat) sebagaimana yang Allah perintahkan dalam Al Qur’an dan sunnah Rasul-Nya ﷺ. Sedangkan taubat yang sunnah adalah taubat karena meninggalkan perkara yang sunnah dan melakukan yang makruh..

Barangsiapa yang hanya mencukupkan diri dengan taubat pertama (yang wajib), maka dia merupakan bagian dari golongan pertengahan, disebut al abror al muqtashidin. Barangsiapa yang melakukan dua taubat di atas sekaligus, maka ia termasuk golongan terdepan, disebut as saabiqin al muqorribin." 

(Lihat Mawa’izh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 40).

Taubatan Nashuha

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” 

(QS. At Tahrim: 8)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.

(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 323).

Setiap Dosa Bisa Diampuni

Setiap dosa (baik dosa kecil, dosa besar, dosa syirik bahkan dosa kekufuran) bisa diampuni selama seseorang bertaubat sebelum datangnya kematian walaupun dosa itu sepenuh bumi. 

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 

(QS. Az Zumar: 53).

Ayat di atas adalah seruan untuk segenap orang yang terjerumus dalam maksiat, baik dalam dosa kekafiran dan dosa lainnya untuk bertaubat dan kembali pada Allah. Ayat tersebut memberikan kabar gembira bahwa Allah mengampuni setiap dosa bagi siapa saja yang bertaubat dan kembali pada-Nya. Walaupun dosa tersebut amat banyak, meski bagai buih di lautan (yang tak mungkin terhitung). 

Sedangkan ayat yang menerangkan bahwa Allah tidaklah mengampuni dosa syirik, itu maksudnya adalah bagi yang tidak mau bertaubat dan dibawa mati. Artinya jika orang yang berbuat syirik bertaubat, maka ia pun diampuni. Lihat keterangan Ibnu Katsir mengenai ayat di atas dalam kitab tafsir beliau.

Dalam ayat lain disebutkan,

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ

Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya?” 

(QS. At Taubah: 104).

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(QS. An Nisa’: 110).

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (145) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (146)

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”

(QS. An Nisa’: 145-146)

Kepada orang Nashrani yang menyatakan ideologi trinitas, masih Allah seru untuk bertaubat. 

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salahseorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.

(QS. Al Maidah: 73).

Kemudian setelah itu, Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 

(QS. Al Maidah: 74)

Walau mereka (Nashrani) berkata keji dengan mengatakan bahwa Allah adalah bagian dari yang tiga, namun Allah masih memiliki belas kasih dengan menyeru mereka untuk bertaubat jika mereka mau.

Lihatlah orang yang telah membunuh wali Allah, juga diseru untuk bertaubat jika mereka ingin,

إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ

Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.

(QS. Al Buruj: 10)

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Lihatlah pada orang-orang yang merasa mewah tersebut, mereka telah membunuh wali-wali Allah dan Allah masih menyeru mereka untuk bertaubat.

Ayat semisal di atas teramat banyak yang juga menerangkan tentang hal yang sama bahwa setiap dosa bisa diampuni bagi yang mau bertaubat. Lihatlah sampai dosa kekafiran pun bisa Allah ampuni jika kita benar-benar bertaubat, apalagi dosa di bawah itu. Sehingga tidak boleh seorang hamba berputus asa dari rahmat Allah walau begitu banyak dosanya. Karena ingatlah saudaraku bahwa pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.

Kembalinya Kebaikan Setelah Taubat

Jika dahulu seorang hamba memiliki kebaikan, lalu ia beramal kejelekan yang dapat menutupi kebaikannya, kemudian setelah itu ia taubat lagi, bagaimana kebaikannya dahulu? Jika ia bertaubat yang tulus, maka kebaikannya di masa silam bisa kembali.

Dari Hakim bin Hizam, ia berkata pada Rasulullah ﷺ,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أُمُورًا كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صِلَةٍ وَعَتَاقَةٍ وَصَدَقَةٍ ، هَلْ لِى فِيهَا مِنْ أَجْرٍ . قَالَ حَكِيمٌ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ »

Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu mengenai berbagai perkara kebajikan yang aku lakukan di masa jahiliyah yaitu ada amalan silaturahim, membebaskan budak dan sedekah, apakah semua itu tetap dicatat sebagai kebaikan (ketika aku masuk Islam)?

Hakim kemudian mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, 

Jika engkau masuk Islam, maka kebaikanmu di masa silam pun akan dicatat sebagai kebaikan..”

(HR. Bukhari no. 5992 dan Muslim no. 123).

Ibnu Hajar Al Asqolani berkata menjelaskan hadits diatas,

وَأَنَّهُ لَا مَانِعَ مِنْ أَنَّ اللَّهَ يُضِيفُ إِلَى حَسَنَاتِهِ فِي الْإِسْلَامِ ثَوَابَ مَا كَانَ صَدَرَ مِنْهُ فِي الْكُفْرِ تَفَضُّلًا وَإِحْسَانًا

Suatu yang tidak mustahil jika Allah menambah kebaikannya di masa silam ketika dalam kekafiran pada kebaikannya setelah masuk Islam. Itu dilakukan karena karunia dan bentuk berbuat baik padanya.”

(Fathul Bari, 3: 302).

Jangan Tunda Taubat!

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” 

(QS. Az Zumar: 53-54).

"Maksud ayat di atas adalah kembalilah pada Allah dengan berserah diri pada-Nya sebelum datang siksaan yang membuat mereka tidak mendapat pertolongan, yaitu maksudnya bersegeralah bertaubat dan melakukan amalan sholih sebelum terputusnya nikmat." Demikian uraian Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.


Semoga Allah memberi taufik pada kita untuk terus bertaubat.


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Mawa’izh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Shalih Ahmad Asy Syami, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1423 H.

•• Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.

•• Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.


🌐 https://muslim.or.id/17568-kajian-ramadhan-12-kesempatan-untuk-bertaubat.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

(JANGAN SAMPAI) Berbuka Puasa Dengan Bangkai Manusia

(JANGAN SAMPAI) Berbuka Puasa Dengan Bangkai Manusia
Bismillah...

Ada seseorang yang mampu berpuasa dari makanan dan minuman dari mulai terbit fajar sampai tenggelam matahari, namun sayang, dia berbuka dengan yang haram, yakni memakan bangkai manusia yang busuk.

Seorang Tabi'in yang mulia Yahya bin Abi Katsir rahimahullah dahulu pernah berkata

يصوم الرجل عن الحلال الطيب ( يعني الطعام والشراب ) ويفطر على الحرام الخبيث : لحم أخيه ( يعني الغيبة والنميمة ). [ الحلية لأبي نعيم 3 / 69 ]

Seseorang (mampu) berpuasa dari yang halal lagi baik (yakni berpuasa dari makanan dan minuman) dan dia berbuka dengan yang haram lagi buruk dengan memakan daging saudaranya (yakni ghibah dan namimah (mengadu domba)). (Al Hilyah Li Abi Nu'aim 3/69).

Ghibah diibaratkan seperti memakan daging bangkai saudaranya, ini merupakan perumpamaan yang sangat rendah, hina lagi jelek.

Allah Ta’ala berfirman :

وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيْمٌ

Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih”. (Surah Al Hujurat :12).

Jika seseorang menemukan bangkai binatang peranakan kuda dan keledai, lalu memakannya, itu lebih baik daripada makan bangkai saudaranya seorang muslim yakni dengan mengghibahnya.

Berkata Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu.

عَنْ قَيْسٍ قَالَ : مَرَّ عَمْرُو بْنُ العَاصِ عَلَى ببَغْلٍ مَيِّتٍ, فَقَالَ : وَاللهِ لأََنْ يَأْكُلَ أَحَدُكُمْ مِنْ لَحْمِ هَذَا (حَتَّى يمْلأَ بَطْنَهُ) خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ (الْمُسْلِمِ)

Dari Qais, dia berkata: ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anh melewati bangkai seekor bighol, lalu beliau berkata: “Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)”. (Riwayat Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).

Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang berbuka puasa dengan bangkai manusia.


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0HjM6aDSVKVAZHu7wfSmC9V8UMrbKG2QeEaLBNn6K8KibmuMx2qq6p563XV5hBeUsl&id=350205832188183


AFM


Salurkan ZIS antum melalui Peduli Pendidikan Tahfidz Putri Madrosah Al-Muyassar

Rekening BRI no 7072-01-014142-53-9 a/n Madrosah Al-Muyassar. Konfirmasi transfer WA/SMS ke no 0852 1177 6515.

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Ulama & Al-Qur'an di Bulan Ramadhan

Ulama & Al-Qur'an di Bulan Ramadhan
Bismillah...

Kita mungkin sudah pernah mendengar ungkapan..

كان خالد بن الوليد يمسك بالمصحف ويقول باكيا:

Dahulu Khalid bin Al-Walid ketika menggenggam Al-Qur'an, sembari menangis beliau berujar,

شغلنا عنك الجهاد 

"Kami terlalaikan darimu lantaran jihad".

ما أجمله من عذر! 

Duhai, betapa bagusnya alasan beliau!

أما نحن الان فنمسك المصحف ونقول:

Adapun kita saat ini di zaman ini, memegang Al-Qur'an dan mengatakan,

شغلنا عنك الجهاز 

"Kita terlalaikan darimu lantaran jihaz (HP/Gadget)"

ما أقبح من عذر!

Duh, alangkah jeleknya alasan ini!

☝🏼BEGINILAH PARA ULAMA BERINTERAKSI DENGAN AL-QUR'AN

• Al-'Allamah Ibnu 'Utsaimin رحمه الله تعالى berkata,

وكان بعض أهل العلم في رمضان وهو في وقت تلاوة القرآن يجعل معه دفترًا خاصًا ، كلما قرأ شيئًا واستوقفته آية من كتاب الله فيها معانٍ كثيرة أو ما أشبه ذلك قيَّدها بالدفتر ، فلا يخرج رمضان إلا وقد حصل خيرًا كثيرًا من معاني القرآن الكريم .

"Sejumlah ulama saat bulan Ramadhan, di kala mereka membaca Al-Qur'an, mereka membawa suatu catatan khusus. Setiap kali mereka membaca ada sejumlah ayat yang memiliki multimakna atau yang semisal, maka mereka pun berhenti membacanya, lalu mencatatnya di dalam catatan tadi. Ketika Ramadhan berlalu, mereka pun memperoleh kebaikan yang berlimpah dari makna-makna ayat di dalam Al-Qur’an Al-Karim..

ولقد رأيتُ كُتيبًا صغيرًا للشيخ عبدالرحمن السعدي - 

رحمه الله -

Saya pernah melihat sebuah buku kecil milik Syaikh 'Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah..

يقول : إنه كتبه في رمضان وهو يقرأ القرآن ، تمر به آية فيقف عندها، ويتدبرها ، ويكتب عليها فوائد لا تجدها في أي تفسير .

Syaikh As-Sa'di menyampaikan bahwa beliau menulis buku tersebut di bulan Ramadhan saat sedang membaca Al-Qur'an. Setiap berlalu suatu ayat, beliau pun berhenti sejenak, berusaha meresapi maknanya, lalu menuliskan faidah-faidahnya yang tidak ada di dalam buku tafsir..

فلهذا ابن القيم رحمه الله - حَثَّ على تدبر القرآن لمن أراد الهدى.

Karena itulah, Ibnul Qoyyim rahimahullah mendorong untuk mentadabburi (merenungkan) Al-Qur’an bagi siapa saja yang menginginkan petunjuk.. 

 وشيخه ابن تيمية رحمه الله - قال من تدبر القرآن طالبًا للهُدى منه تبين له طريق الحق.

Guru beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah mengatakan, "Barangsiapa mentadabburi Al-Qur’an dalam rangka mencari petunjuk, niscaya akan menjadi jelas dan terang jalan kebenaran baginya."

فاشترط شيخ الإسلام 

رحمه الله -  شرطين : التدبر ، وطلب الهدى ، لأنه ربما تدبر ، ولم يقصد طلب الهدى ، ولكن يريد معرفة معاني القرآن فقط ،ماتريد أن تَهْدِي به وتجعله نبراسًا لك تسير عليه ، 

Di sini, Syaikhul Islam memberikan dua syarat, yaitu :

1. Tadabbur (merenungkan Al-Qur’an), dan

2. Mencari petunjuk.

Karena, apabila dia hanya merenungkan saja namun tidak bertujuan mencari petunjuk, hanya ingin tahu makna-makna ayat di dalam Al-Qur’an saja, ini tidak ubahnya seperti orang yang tidak mau berpetunjuk dengan Al-Qur'an dan menjadikannya sebagai pelita jalannya..

فإذا تدبرته، وأنت تريد الهدى منه ، وتريد أن تجعل القرآن نبراسًا لك تسير عليه ، تبين لك طريق الحق.

Namun, jika anda mentadabburinya sekaligus bertujuan mencari petunjuk, anda ingin menjadikan Al-Qur’an sebagai pelita jalan anda, maka akan terang bagi anda jalan kebenaran".

```📚 (Syarh Al-Kafiyah asy-Syafiyah fil Intishari Lil Firqatin Najiyah I/503-4)```


Semoga bermanfaat..


ℳـ₰✍

​✿❁࿐❁✿​

@abinyasalma


🌐 https://t.me/alwasathiyah

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.

 

Share:

KAJIAN RAMADHAN 11 : Maksud Ibadah I’tikaf

Maksud Ibadah I’tikaf
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Di akhir-akhir bulan Ramadhan, ada amalan mulia yang bisa dipraktekkan. Di antara tujuan melakukan amalan ini adalah kemudahan untuk meraih Lailatul Qadar, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, selain itu juga untuk mudah berkonsentrasi dalam ibadah pada Allah Ta’ala. Amalan itu adalah amalan i’tikaf.

(Baca : Amalan I'tikaf)

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, "bahwa Rasulullah ﷺ biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan."

(HR. Bukhari no. 2025 dan Muslim no. 1171).

Dalil diatas menunjukkan disyari’atkannya i’tikaf. 

Yang dimaksud i’tikaf adalah menetap di masjid yang diniatkan untuk beribadah yang dilakukan oleh orang tertentu dengan tata cara tertentu. Perlu diketahui bahwa hukum i’tikaf itu sunnah dan bukan wajib. 

Ibnul Qayyim rahimahullah telah menjelaskan maksud i’tikaf dalam kitab Zaadul Ma’ad (2: 82-83), “Maksud i’tikaf adalah mengkonsentrasikan hati supaya beribadah penuh pada Allah. I’tikaf berarti seseorang menyendiri dengan Allah dan memutuskan dari berbagai macam kesibukan dengan makhluk. Yang beri’tikaf hanya berkonsentrasi beribadah pada Allah saja. Dengan hati yang berkonsetrasi seperti ini, ketergantungan hatinya pada makhluk akan berganti pada Allah. Rasa cinta dan harapnya akan beralih pada Allah. Ini tentu saja maksud besar dari ibadah mulia ini. Jika maksud i’tikaf memang demikian, maka berarti i’tikaf semakin sempurna jika dilakukan dengan ibadah puasa. Dan memang lebih afdhol dilakukan di hari-hari puasa..

Semoga Allah memberi taufik pada kita untuk melakukan amalan mulia ini.

Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.

•• Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: Syu’aib Al Arnauth dan ‘Abdul Qadr Al Arnauth, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, tahun 1425 H.


🌐 https://muslim.or.id/17566-kajian-ramadhan-11-maksud-ibadah-itikaf.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Bekal Ramadhan #10: Ramadhan, Setan dibelenggu Kok Maksiat Tetap Banyak

Ramadhan, Setan dibelenggu Kok Maksiat Tetap Banyak
Bismillah...

Datangnya bulan ramadhan adalah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman. Karena ia adalah bulan yang penuh ampunan dan penuh dengan pelbagai kebaikan. Namun walaupun pintu-pintu kebaikan terbuka lebar dibulan ini kitab sering kali merasa heran, kenapa kemaksiatan tetaplah banyak dilakukan oleh sebagian kaum muslimin ? Bukankah setanpun dibelenggu dibulan ini ?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

Dalam lafazh lain disebutkan,

إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079).

Kau tahu kawan..

Karena saat setan dibelenggu, hawa nafsu menghasutmu.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي…

Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Robbku…” (Yusuf: 53)

Maka boleh jadi setan tidak menggoda, namun hawa nafsu manusialah yang mengajak untuk berbuat maksiat sehingga walaupun di bulan ramadhan tetap ada yang berbuat kemaksiatan.

Disisi lain yang menjadikan kemaksiatan tetaplah ada walaupun sudah memasuki bulan ramadhan adalah bisa jadi kemaksiatan tersebut sudah menjadi kebiasaan seseorang, sebagai contoh adalah seorang wanita yang kebiasaannya adalah keluar rumah tidak memakai jilbab maka ketika ramadhan tiba tidak semerta-merta dia akan mengenakan jilbab karena itu sudah menjadi kebiasaan..

Karena sesuatu yg menjadi kebiasaan itu menjadi seperti watak yang tentunya sulit untuk dihilangkan dengan seketika.

Sebagaimana Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitabnya Iqtidha Sirath Al-Mustaqim :

العادة طابعة ثانية

Kebiasaan itu adalah watak kedua (setelah watak asli).”

Imam as-Sindi dalam Hasyiyah-nya (catatan) untuk sunan an-Nasai. Beliau mengatakan,

ولا ينافيه وقوع المعاصي، إذ يكفي وجود المعاصي شرارة النفس وخبائثها، ولا يلزم أن تكون كل معصية بواسطة شيطان، وإلا لكان لكل شيطان شيطان ويتسلسل، وأيضاً معلوم أنه ما سبق إبليس شيطان آخر، فمعصيته ما كانت إلا من قبل نفسه، والله تعالى أعلم

Hadis ‘setan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan), dan seterusnya bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis. Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu a’lam. (Hasyiyah Sunan an-Nasai, as-Sindi, 4/126).

Maka dari itu setelah Allah kurangi satu sebab kemaksiatan seorang hamba dengan dibelenggunya setan, maka sepatutnya kita hilangkan pula sebab-sebab lainnya baik itu dengan menjaga hawa nafsu ataupun juga meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita, sehingga kita dapat benar-benar memaksimalkan keberkahan bulan ramadhan ini.

Dan akhir kata..

Semoga pada bulan ramadhan ini kita dapat berbenah dan menjadi pribadi muslim yang apik nan taat kepada Robb semesta, dan semoga Allah mudahkan kita untuk mampu menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan kedurhakaan di bulan ini dan hari-hari yang akan kita lewati disisa umur kita.


Amiin..


Madinah, 1 Ramadhan 1439 Hijriyyah


https://hamalatulquran.com/ramadhan-setan-dibelenggu-kok-maksiat-tetap-banyak/

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Ditulis oleh : Muhammad Fatwa Hamidan

(Alumni PP. Hamalatul Quran dan Mahasiswa Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Madinah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

KAJIAN RAMADHAN 10 : Menghidupkan Malam Ramadhan dengan Shalat Tarawih

Menghidupkan Malam Ramadhan dengan Shalat Tarawih
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”

(HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih) 

Ada dua jihad yang mesti kita perjuangkan di bulan Ramadhan. Yang pertama, berpuasa di siang hari. Yang kedua, melaksanakan shalat malam di malam harinya.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menjelaskan, “Ketahuilah bahwa seorang mukmin melakukan dua jihad di bulan Ramadhan. Jihad pertama adalah jihad pada diri sendiri di siang hari dengan berpuasa. Sedangkan jihad kedua adalah jihad di malam hari dengan shalat malam. Siapa yang melakukan dua jihad dan menunaikan hak-hak berkaitan dengan keduanya, lalu terus bersabar melakukannya, maka ia akan diberi ganjaran di sisi Allah dengan pahala tanpa batas (tak terhingga).” (Lathoiful Ma’arif, hal. 306)

Ka’ab bin Malik berkata, “Setiap yang menjaga amalannya akan dipanggil pada hari kiamat dan akan diberi balasan. Adapun ahli Qur’an dan puasa, mereka akan dibalas dengan pahala tak terhingga.

(Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 3928)

Ahli Al Qur’an itu dapat digapai oleh orang-orang yang menghidupkan shalat malam dengan bacaan Al Qur’an mereka.

Adapun mengenai keutamaan shalat malam di bulan Ramadhan disebutkan dalam hadits-hadits berikut,

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” 

(HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi sebagaimana disebutkan dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6: 39. 

Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat dilakukan karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.

(Lihat Fathul Bari, 4: 251).

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil. (Idem) 

Adapun pengampunan dosa di situ didapati jika bulan Ramadhan telah usai yaitu ketika ia menyempurnakan puasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan (shalat tarawih).

(Lathoiful Ma’arif, hal. 365-366).

Dari Abu Dzar, Nabi ﷺ pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau ﷺ bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” 

(HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai. Semakin banyak ayat yang dibaca dalam shalat malam, maka semakin banyak ganjaran yang diperoleh. 

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الغَافِلِيْنَ وَ مَنْ قَامَ بِمِائَة آيَةٍ كُتِبَ مِنَ القَانِتِيْنَ وَ مَنْ قَرَأَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنْ المقَنْطِرِيْنَ

Barangsiapa yang shalat malam dengan 10 ayat, maka ia tidak dicatat sebagai orang-orang yang lalai. Barangsiapa yang shalat malam dengan membaca 100 ayat, maka ia dicatat sebagai orang-orang yang taat. Barangsiapa yang shalat malam dengan 1000 ayat, maka ia dicatat sebagai orang-orang yang diberi pahala yang melimpah.”

(HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 662. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 642)


Demikian penjelasan ringkas mengenai keutamaan shalat malam, semoga kita bisa terus merutinkannya. Hanya Allah yang memberi taufik..


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.


🌐 https://muslim.or.id/17538-kajian-ramadhan-10-menghidupkan-malam-ramadhan-dengan-shalat-tarawih.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Wednesday, March 29, 2023

KAJIAN RAMADHAN 9 : Bulan Ramadhan adalah Bulan Al Qur’an

Bulan Ramadhan adalah Bulan Al Qur’an
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang disebutkan sebelumnya, terdapat pelajaran bahwa bulan Ramadhan adalah bulan perhatian penuh pada Al Qur’an. Sehingga seharusnya sebagian besar waktu kita dicurahkan pada perenungan Al Qur’an.

Kita lihat hadits sebelumnya.

Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Nabi ﷺ adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al Qur’an kala itu. Dan Rasul ﷺ adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” 

(HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307).

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa dianjurkan bagi kaum muslimin untuk banyak mengkaji Al Qur’an pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk mempelajarinya. Hafalan Al Qur’an pun bisa disetorkan pada orang yang lebih hafal darinya. Dalil tersebut juga menunjukkan dianjurkan banyak melakukan tilawah Al Qur’an di bulan Ramadhan.”

(Lathoiful Ma’arif, hal. 302).

Juga disebutkan dalam hadits bahwa Nabi ﷺ bisa menyetorkan Al-Qur’an pada Jibril di setiap tahunnya sekali dan di tahun diwafatkan, Beliau ﷺ menyetorkannya sebanyak dua kali. Dan yang paling bagus Al Qur’an disetorkan di malam hari karena ketika itu telah lepas dari kesibukan. Begitu pula hati dan lisan semangat untuk merenungkannya. 

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

Sesungguhnya di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” 

(QS. Al Muzammil: 6).

Beberapa dalil lainnya juga menunjukkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan khusus untuk Al Qur’an karena Al Qur’an turun ketika itu. 

Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran” 

(QS. Al Baqarah: 185). 

Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Al Qur’an itu diturunkan sekaligus di Lauhul Mahfuzh di Baitul ‘Izzah pada malam Lailatul Qadar.

Yang membenarkan perkataan Ibnu ‘Abbas dalah firman Allah Ta’ala di ayat lainnya,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan

(QS. Al Qadar: 1).

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” 

(QS. Ad Dukhon: 3).

Diantara alasan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an yaitu dibuktikan dengan bacaan ayat Al Qur’an yang begitu banyak dibaca di shalat malam bulan Ramadhan dibanding bulan lainnya. Nabi ﷺ pernah shalat bersama Hudzaifah di malam Ramadhan, lalu beliau membaca surat Al Baqarah, surat An Nisa’ dan surat Ali ‘Imron. Jika ada ayat yang berisi ancaman neraka, maka beliau berhenti dan meminta perlindungan pada Allah dari neraka.

Begitu pula ‘Umar bin Khattab pernah memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari untuk mengimami shalat tarawih. Dahulu imam shalat tersebut membaca 200 ayat dalam satu raka’at. Sampai-sampai ada jama’ah yang berpegang pada tongkat karena saking lama berdirinya. Dan shalat pun selesai dikerjakan menjelang fajar. 

Di masa tabi’in yang terjadi, surat Al Baqarah dibaca tuntas dalam 8 raka’at. Jika dibaca dalam 12 raka’at, maka berarti shalatnya tersebut semakin diperingan. Lihat Lathoiful Ma’arif, hal. 303.

Hal-hal di atas yang menunjukkan kekhususan bulan Ramadhan dengan Al Qur’an. Semoga kita dimudahkan untuk mengisi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan Al Qur’an dan rajin mentadabburi (merenungkannya). Hanya Allah yang memberi taufik.


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.


🌐 https://muslim.or.id/17415-kajian-ramadhan-9-bulan-ramadhan-adalah-bulan-al-quran.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Dzikir atau Shalawatan Secara Berjama'ah Setiap Selesai Salam Pada Shalat Tarawih

Dzikir atau Shalawatan Secara Berjama'ah Setiap Selesai Salam Pada Shalat Tarawih
Bismillah...

Sebagian masjid dalam shalat tarawih berjamaah, setiap selesai salam, melantunkan lafadz-lafadz dzikir atau shalawat tertentu dengan suara yang keras dan berjamaah. Perkara ini tidak dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Karena sesungguhnya lafadz-lafadz dzikir atau shalawat tersebut termasuk ibadah. Dan hukum asal ibadah itu dilarang kecuali dengan adanya dalil yang mewajibkan atau mensunnahkannya. 

Berkata Syekh Muhammad Sholeh Munajjid hafizhahullah, 

الأذكار من العبادات ، والأصل في العبادات المنع منها إلا بدليل يوجبها أو يستحبها ، ولا يجوز إحداث ذِكر مع عبادة ولا قبلها ولا بعدها ، وقد صلَّى النبي صلى الله عليه وسلم القيام مع أصحابه ليالي ، وصلَّى الصحابة أفراداً ومجتمعين ، في زمانه صلى الله عليه وسلم ، وبعد موته ، ولا يُعلم أنهم ذكروا الله تعالى بذِكرٍ معيَّن بعد كل تسليمة أو تسليمتين ، وعدم نقل العلماء لذكر جماعي بين ركعات التراويح عن الصحابة ومن بعدهم دليل على عدم وقوعه ، لأن العلماء كانوا ينقلون ما هو أخفى من مثل هذا الأمر الظاهر ، وخير الهدي في اتباعه صلَّى الله عليه وسلَّم واتباع أصحابه في أمور العبادات بفعل ما فعلوه وترك ما تركوه . 

"Dzikir itu termasuk ibadah, dan hukum asal ibadah itu dilarang kecuali dengan adanya dalil yang mewajibkan atau mensunnahkannya, dan tidak boleh membuat dzikir bersamaan dengan ibadah, tidak sebelum atau setelahnya, dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melakukan shalat tersebut bersama para sahabatnya beberapa malam, dan para sahabat mereka juga telah melaksanakannya sendiri-sendiri dan juga berjama’ah pada masa beliau masih hidup, setelah wafatnya beliau, dan tidak diketahui bahwa mereka ini telah berdzikir dengan dzikir tertentu setiap kali selesai salam atau dua salam, dan para ulama tidak meriwayatkan adanya dzikir bersama di antara raka’at-raka’at tarawih dari para sahabat dan generasi setelahnya menjadi bukti bahwa hal itu tidak terjadi, karena para ulama mereka telah meriwayatkan apa yang lebih tersembunyi dari pada masalah yang jelas seperti ini, dan sebaik-baik petunjuk adalah dengan mengikuti beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mengikuti para sahabatnya dalam hal ibadah dengan mengerjakan apa yang telah mereka kerjakan dan meninggalkan apa yang telah mereka tinggalkan". 

Sumber : https://al-maktaba.org/book/31621/64857 

Syeikh Muhammad Al ‘Abdari yang dikenal dengan Ibnul Hajj di dalam kitabnya Al Madkhol: “Pasal tentang dzikir setelah dua salam dari shalat tarawih: 

وينبغي له - أي : الإمام - أن يتجنب ما أحدثوه من الذكر بعد كل تسليمتين من صلاة التراويح ، ومن رفع أصواتهم بذلك ، والمشي على صوت واحد ؛ فإن ذلك كله من البدع ، وكذلك ينهى عن قول المؤذن بعد ذكرهم بعد التسلميتين من صلاة التراويح " الصلاة يرحمكم الله " ؛ فإنه محدث أيضاً ، والحدث في الدين ممنوع ، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم ، ثم الخلفاء بعده ثم الصحابة رضوان الله عليهم أجمعين ولم يذكر عن أحد من السلف فعل ذلك فيسعنا ما وسعهم . " المدخل " ( 2 / 293 ، 294 ) . 

Dan sebaiknya bagi seorang imam, agar menghindari dzikir yang mereka ada-adakan setiap kali selesai dua salam dari shalat tarawih, dan dari mengangkat suara mereka dalam dzikir, dan mengikuti satu suara, karena semua itu adalah bid’ah, demikian juga dilarang bagi seorang muadzin untuk mengucapkan setelah dzikir mereka setelah dua salam dari shalat tarawih: “As Shalatu Yarhamukumullah” karena hal itu termasuk hal baru juga, dan hal baru dalam agama dilarang, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, kemudian para kholifah setelah beliau, kemudian para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- dan tidak disebutkan oleh seorang pun dari generasi salaf telah melakukan hal itu, maka kita merasa lapang dengan apa yang menjadikan mereka lapang”. (Al Madkhal: 2/293-294). 

Sumber : https://al-maktaba.org/book/31621/64857 

Ibnu Hajar al-Haitamy rahimahullah ditanya, apakah shalawat atasnya shallallahu alaihi wa sallam disunnahkan antara salam shalat tarawih atau bid'ah yang dilarang atasnya? 

Beliau menjawab, 

الصلاة في هذا المحل بخصوصه لم نر شيئاً في السنة ولا في كلام أصحابنا فهي بدعة ينهى عنها من يأتي بها بقصد كونها سنة في هذا المحل بخصوصه 

"Bersholawat dengan mengkhususkan pada tempat tersebut, kami tidak berpendapat itu suatu SUNNAH, tidak pula menjadi pendapat para sahabat kami (ulama Syafiyyah), hal tersebut adalah BID'AH, terlarang darinya, orang yang melakukannya dengan maksud bahwa itu sunnah dengan mengkhususkannya ditempat tersebut". 

دون من يأتي بها لا بهذا القصد، كأن يقصد أنها في كل وقت سنة من حيث العموم بل جاء في أحاديث ما يؤيد الخصوص إلا أنه غير كاف في الدلالة لذلك

"Orang yang melakukannya (bershalawat) tanpa dengan niat ini, seperti berniat bahwasanya setiap waktu adalah sunnah (untuk bershalawat) secara umum (tanpa mengkhususkan waktu tertentu). Bahkan disebutkan beberapa hadis yang mendukung pengkhususan (waktu bershalawat), tetapi tidak mencukupi sebagai dalil karena alasan itu". (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubro, 1/186). 

Sumber : https://www.islamweb.net/ar/fatwa/69133/ 

Namun jika lafadz dzikir atau shalawat dibaca masing-masing, tidak dipimpin, tidak mengeraskan suara, tidak menentukan dzikir khusus dan hitungan tertentu, maka itu diperbolehkan. 

Berkata Syekh Muhammad Sholeh Munajjid hafizhahullah, 

إلا أنه لا بأس للمصلي أن يدعو الله ، أو يقرأ القرآن ، أو يذكر ربَّه تعالى ، من غير تخصيص آيات معينة أو سور أو ذِكرٍ بين الركعات ، ومن دون أن يكون ذلك بصوتٍ واحد ، ولا بقيادة الإمام أو غيره ؛ لعدم ورود ذلك في الشرع المطهَّر ، والأصل التوقيف في العبادات في كميتها وكيفيتها وزمانها ومكانها وسببها وصفتها . 

"Hanya saja tidak masalah bagi orang yang shalat untuk berdoa kepada Allah, atau membaca Al Qur’an, berdzikir kepada Allah Ta’ala, tanpa menentukan ayat tertentu, surat, atau dzikir di antara raka’at-raka’atnya, dan hal itu dilakukan tidak dengan satu suara, tidak juga dipimpin oleh imam atau yang lainnya; karena hal itu tidak ada di dalam syari’at yang mulia ini, dan hukum asalnya adalah tauqifi (paten) dari sisi jumlah, tata cara, waktu, tempat, sebab dan sifatnya". 

Sumber : https://al-maktaba.org/book/31621/64857 


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02B4637ZtbjE375VHt5MPJffjcXia4QDJLe28LCLy3oJfdfnLmVA1dCq65mfFEnS8Zl&id=903924823277358


AFM

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Yang Terindah Di Bulan Berkah

Perbanyaklah do'a dan amal ketaatan di bulan Ramadhan
Bismillah...

Saudaraku rahimakumullah.. 

Perbanyaklah do'a dan amal ketaatan di bulan Ramadhan, agar menjadi hamba yang terbebas dari api neraka..

Allah ﷻ berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah bahwa Aku dekat, Aku mengabulkan do'a hamba apabila ia berdo'a kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi seruan-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka mendapatkan petunjuk.”

```(Qs Al-Baqorah: 186)```

Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ عُتَقَاءَ مِنَ النَّارِ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، وَلِكُلِّ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ

Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka di setiap siang dan malam Ramadhan, dan bagi setiap muslim di setiap malam dan siangnya ada do'a yang pasti dikabulkan.” 

```(HR. Ath-Thobrani dalam Al-Mu’jam Al-Aushat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 1002)```

Rasulullah ﷺ juga bersabda,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

Ada tiga do'a yang tidak akan ditolak: Do'a orang tua (untuk anak), do'a orang yang berpuasa dan do'a musafir.” 

```(HR. Al-Baihaqi dari Anas radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1797)```


وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


✒️Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc حفظه الله تعالى


🌐 https://www.instagram.com/p/CN0xbzehiP2/

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Bekal Ramadhan #9: Kebiasaan Ulama Ketika Ramadhan

Kebiasaan Ulama Ketika Ramadhan
Bismillah...

Diantara cara terbaik memaksimalkan keberkahan di bulan Ramadhan tersebut adalah dengan memperbanyak membaca Al Quran dan mentadaburinya, begitulah cara yang telah dipraktekkan oleh para pendahulu kita dari kalangan salaf shaleh dalam memaksimalkan keberkahan Ramadhan.

Ibnu Rajab berkata, “Didalam hadits Fathimah radhiyallahu ‘anha dari bapaknya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengatakan,

أنّ جبريل عليه السلام كان يعارضه القرآن كل عام مرةً وأنّه عارضه في عام وفاته مرتين

Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam biasanya menyetorkan Al-Qur’an dengan Rasulullah sekali dalam setiap tahun. Akan tetapi, ia menyetorkan Al-Qur’an dua kali di tahun wafatnya Rasulullah.’ (Muttafaqun ‘alaih). Didalam hadits Ibnu ‘Abbas,

أنّ المدارسة بينه وبين جبريل كانت ليلاً

Sesungguhnya setoran Nabi dan Jibril dilakukan pada malam hari.’ (Muttafaqun ‘alaih).

Hadits tersebut menunjukkan dianjurkannya memperbanyak tilawah Al-Qur’an di malam bulan Ramadhan. Karena pada dalam hari terhentilah semua kesibukan, terkumpullah semangat, dan dan bersatulah hati dan lisan dalam mentadabburi Al-Qur’an sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

Sesungguhnya bangun di waktu malam itu lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.’ (QS. Al-Muzzammil: 6).

Syeikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

وكان بعض أهل العلم في رمضان وهو في وقت تلاوة القرآن يجعل معه دفترًا خاصًا ، كلما قرأ شيئًا واستوقفته آية من كتاب الله فيها معانٍ كثيرة أو ما أشبه ذلك قيَّدها بالدفتر ، فلا يخرج رمضان إلا وقد حصل خيرًا كثيرًا من معاني القرآن الكريم .

Diantara kebiasaan para ahli ilmu ketika memasuki bulan Ramadhan yautu saat membaca Al Quran maka mereka akan membawa buku khusus, dan setiap membaca dan berhenti pada suatu ayat maka mereka dapati makan-makna (agung dalam ayat tersebut) yang kemudian mereka tulis dalam buku tersebut. dan tidaklah Ramadhan pergi melainkan mereka telah mendapatkan banyak makna agung yang terkandung dalam Al Quran.

Beliau menajutkan,

ولقد رأيتُ كُتيبًا صغيرًا للشيخ عبدالرحمن السعدي

Dan sungguh aku telah melihat buku kecil milik Syeikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah

يقول إنه كتبه في رمضان وهو يقرأ القرآن ، تمر به آية فيقف عندها، ويتدبرها ، ويكتب عليها فوائد لا تجدها في أي تفسير

Ia (syeikh Abdurrahman As Sa’di) berkata bahwa ia menulisnya saat dia membaca Al Quran di bulan ramadhan jika berlalu suatu ayat maka dia berhenti kemudian mentadaburinya dan menuliskan faidah-faidah yang tidak ditemukan dalam kitab tafsir manapun.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah beliau berkata:

من تدبر القرآن طالبًا للهُدى منه تبين له طريق الحق

Barangsiapa yang mentadaburi Al Quran dengan niat untuk mendapatkan petunjuk maka akan dinampakkan baginya jalan kebenaran.”

Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin rahimahullah berkata :

Jika engkau ingin mendapatkan petunjuk maka tadaburrilah Al Quran, jangan kau membacanya dengan cepat dan tergesa-gesa. Dewasa ini banyak orang yang membaca Al Quran hanya sekedar membaca saja atau sekedar mencari berkah bacaan tersebut, namun mereka tidak membaca dengan niat untuk mentadaburinya, oleh karena itu mereka terhalang dari faidah ilmu yang amat banyak, padahal Al Quran adalah “harta simpanan” nan agung yang Allah turunkan kepada hamba-hamba-Nya.”


Baca juga : https://rumaysho.com/11162-kisah-menakjubkan-para-ulama-mengkhatamkan-al-quran-dalam-sehari.html


https://hamalatulquran.com/kebiasaan-ulama-ketika-ramadhan/

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Referensi :

Syarh Al Kafiyah Asy Syafiyah 1/503

•═════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•

Ditulis oleh : Muhammad Fatwa Hamidan

(Alumni PP. Hamalatul Quran dan Mahasiswa Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Madinah)

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

KAJIAN RAMADHAN 8 : Bertambah Semangat untuk Sedekah di Bulan Ramadhan

Bertambah Semangat untuk Sedekah di Bulan Ramadhan
Bismillah wassholatu wasalamu 'ala rasuulillah...

Suri teladan kita, Nabi Muhammad ﷺ mencontohkan kepada kita untuk banyak bersedekah dan berderma pada orang lain di bulan Ramadhan. Bahkan ada berbagai faedah jika seseorang bertambah semangat bersedekah ketika berpuasa di bulan penuh berkah tersebut..

Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Nabi ﷺ adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al Qur’an kala itu. Dan Rasul ﷺ adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” 

(HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Al juud berarti rajin dan banyak memberi (berderma)” 

(Lathoiful Ma’arif, hal. 291). 

Jadi maksud hadits adalah Rasulullah ﷺ rajin memberi sedekah pada orang lain ketika bulan Ramadhan.

Ibnu Rajab juga menyebutkan, “Nabi ﷺ adalah yang punya sifat paling rajin berderma daripada yang lainnya. Begitu pula beliau punya sifat kemuliaan, lebih berilmu, lebih pemberani, dan lebih sempurna dalam sifat-sifat mulia. Sedangkan kedermawanan beliau mencakup seluruh kedermawanan baik dalam ilmu maupun harta.” 

(Lathoiful Ma’arif, hal. 293).

Rasulullah ﷺ lebih bersemangat lagi dalam memberi di bulan Ramadhan daripada bulan-bulan lainya, sebagaimana kata Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif, hal. 295.

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari berlipat gandanya semangat Rasul ﷺ di bulan Ramadhan daripada bulan lainnya :

1. Hal itu menunjukkan bahwa bulan Ramadhan adalah waktu yang mulia dan pahala berlipat ganda pada bulan tersebut.

2. Rajin berderma pada bulan Ramadhan berarti membantu orang yang berpuasa, orang yang melakukan shalat malam dan orang yang berdzikir supaya mereka mudah dalam beramal. 

3. Orang yang membantu di sini akan mendapatkan pahala seperti pahala mereka yang beramal. Seperti Nabi ﷺ menyebutkan keutamaan orang yang memberi makan buka puasa, 

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.

(HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

4. Di bulan Ramadhan, Allah juga berderma dengan memberikan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka, lebih-lebih lagi di malam Lailatul Qadar.

5. Menggabungkan antara puasa dan sedekah adalah sebab seseorang dimudahkan masuk surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut, 

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »

Dari ‘Ali, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, 

Sesungguhnya di surga ada kamar yang luarnya bisa dilihat dari dalamnya dan dalamnya bisa dilihat dari luarnya.” 

Lantas orang Arab Badui ketika mendengar hal itu langsung berdiri dan berkata, “Untuk siapa keistimewaan-keistimewaan tersebut, wahai Rasulullah?” 

Beliau ﷺ bersabda, 

Itu disediakan bagi orang yang berkata yang baik, memberi makan (kepada orang yang butuh), rajin berpuasa, dan melakukan shalat di malam hari ketika manusia terlelap tidur 

(HR. Tirmidzi no. 1984 dan Ahmad 1: 155. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Kata Ibnu Rajab Al Hambali, "Sifat-sifat yang disebutkan di atas semuanya terdapat pada orang yang berpuasa. Karena orang yang berpuasa mengerjakan puasa itu sendiri, melakukan shalat malam dan berkata yang baik di mana ketika berpuasa dilarang berkata kotor dan sia-sia."

(Lihat Lathoiful Ma’arif, hal. 298)

6. Menggabungkan antara sedekah dan puasa adalah sebab kemudahan meraih ampunan dari dosa dan selamat dari siksa neraka. Lebih-lebih jika kedua amalan tersebut ditambah dengan amalan shalat malam. Disebutkan bahwa puasa adalah tameng (pelindung) dari siksa neraka, 

الصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ

Puasa adalah pelindung dari neraka seperti tameng salah seorang dari kalian ketika ingin berlindung dari pembunuhan.

(HR. Ibnu Majah no. 1639 dan An Nasai no. 2232. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Mengenai sedekah dan shalat malam disebutkan dalam hadits,

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ

Sedekah itu memadamkan dosa sebagaimana api dapat dipadamkan dengan air, begitu pula shalat seseorang di pertengahan malam.”

(HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

7. Dalam puasa pasti ada cacat dan kekurangan, sedekah itulah yang menutupi kekurangan tersebut. Oleh karenanya di akhir Ramadhan, kaum muslimin disyari’atkan menunaikan zakat fithri. Tujuannya adalah mensucikan orang yang berpuasa. 

Disebutkan dalam hadits, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, 

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari kata-kata yang sia-sia dan dari kata-kata kotor, juga untuk memberi makan kepada orang miskin.” 

(HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa Sanad hadits ini hasan)

8. Disyari’atkan banyak berderma ketika puasa, seperti saat memberi makan buka puasa adalah supaya orang kaya dapat merasakan orang yang biasa menderita lapar sehingga mereka pun dapat membantu orang yang sedang kelaparan. 

Oleh karenanya sebagian salaf ditanya, “Kenapa kita diperintahkan untuk berpuasa?” 

Jawab mereka, “Supaya yang kaya dapat merasakan penderitaan orang yang lapar. Karenanya jangan sampai melupakan menolong mereka yang sedang kelaparan.”

(Lathoiful Ma’arif, hal. 300).

Demikian faedah yang disampaikan oleh Ibnu Rajab yang mendorong kita supaya rajin membantu, memberi dan berderma di bulan Ramadhan. Sehingga itulah mengapa bulan Ramadhan disebut bulan muwasaah, yaitu bulan banyak berderma.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak bisa menggapai derajat itsar (mengedepankan orang lain dari diri sendiri), maka jangan sampai ia tidak mencapai derajat orang yang rajin membantu orang lain (muwasah).” 

(Lathoiful Ma’arif, hal. 300).

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku sangat suka jika ada yang bertambah semangat mengulurkan tangan membantu orang lain di bulan Ramadhan karena mencontohi Rasulullah ﷺ, juga karena manusia saat puasa sangat-sangat membutuhkan bantuan kala itu di mana mereka telah tersibukkan dengan puasa dan shalat sehingga sulit untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan mereka.”

(Lathoiful Ma’arif, hal. 301).


Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah untuk rajin berbuat kebajikan di bulan Ramadhan.


Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad.


✒️ Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc حغظه الله تعالى 


📚 Referensi :

•• Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.


🌐 https://muslim.or.id/17356-kajian-ramadhan-8-bertambah-semangat-untuk-sedekah-di-bulan-ramadhan.html

===============================

Wallahu a'lam bishawab.

Silakan disebarluaskan tanpa mengubah isinya dan dengan tetap menyertakan sumber, semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita. “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya“. [HR Muslim, 3509].

Jazaakumullahu khairan.


Share:

Popular Posts

Blog Archive